Chereads / Dalam Jeratan Dendam SANG MAFIA / Chapter 32 - Di Tengah Kegelapan

Chapter 32 - Di Tengah Kegelapan

Di tengah suasana kebun yang hampir gelap Kimberly tak henti-hentinya melihat ke sekeliling. Di dalam hati ia mengumpat. Ia menyumpahi nama Nathan. Sungguh ia sangat membenci pria itu.

"Andai saja aku lebih kuat. Aku pasti akan membunuhmu," gerutu Kimberly.

Dari arah yang tak diketahui tiba-tiba muncul suara seperti batu yang dilempar. Seketika langkah Kimberly terhenti. Ia sungguh ketakutan. Posisinya saat ini ada tepat berada di tengah kebun. Jarak ke rumahnya masih cukup jauh. Untuk kembali ke rumah Nathan pun rasanya tak mungkin. Sama saja seperti masuk ke kandang singa.

"Ayah tolong aku," gumam Kimberly ketakutan.

Sepeninggal ayahnya, Kimberly memang merasa hidupnya semakin berat. Apalagi ia harus melihat ibunya banting tulang. Selama ini sang Ibu tak pernah bekerja padahal Ia lulusan universitas ternama di ibukota.

"Seharusnya kau minta tolong padaku, kalau kau takut." Tiba-tiba dari belakang, terdengar suara yang sangat dikenali oleh Kimberly. Sontak saja Kimberly membalikkan tubuhnya dan ia melihat Nathan berdiri, mungkin jaraknya seratus meter dari tempat ia berdiri.

"Kau?" Kimberly merasa aneh dengan keberadaan Nathan. "Sejak kapan kau ada di sana?"

Nathan tersenyum, tapi senyumnya sungguh memuakkan bagi Kimberly. Apalagi kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku. Sungguh menunjukkan arogansi yang luar biasa dari pria ini.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu beralan di tengah kebun sendirian?"

"Apa pedulimu?" balas Kimberly.

"Kalau kau mati diterkam hewan, siapa yang akan jadi pelayanku di kampus?" jawab Nathan sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Lalu aku harus mengantarmu kembali ke rumahmu setelah kau mengantarku?"

"Kita bisa tidur bersama di kamarmu," jawab Nathan.

"Kenapa kau tak pernah mau tidur di kamarmu sendiri?" Kimberly benar-benar tak habis pikir dengan sosok ini.

"Jadi kau ingin tidur di kamarku? Baiklah ayo kita kembali ke rumahku," kata Nathan. Senyumnya benar-benar memuakkan bagi Kimberly.

"Aku benci saat kau tersenyum. Kau benar-benar membuatku muak!" kata Kimberly yang kemudian berjalan menuju ke rumahnya.

Nathan tersenyum saat melihat sikap Kimberly. Namun sesaat setelah beberapa langkah Kimberly berjalan senyuman itu mendadak hilang dan berubah menjadi tatapan serius. Tatapan seperti seorang monster yang sedang mengincar buruannya.

Mereka berdua berjalan tanpa bicara. Sesekali Kimberly menoleh ke belakang untuk memastikan apakah Nathan mengikutinya dan ternyata pria itu tetap mengikuti Kimberly.

"Kau ingin bergandengan tangan?" tanya Nathan sembari tersenyum menggoda.

"Tak perlu! U1rus saja urusanmu sendiri!"

"Kenapa kau dingin sekali pada pria? Apa kau pernah dikecewakan oleh pria?" tanya Nathan. Namun, seketika ia mengubah ucapannya. "Oh, maaf. Aku lupa. Kau kan tak pernah berkencan. Bagaimana bisa kau dikecewakan?" ledek Nathan.

"Aku tak butuh pria dalam hidupku!" kata Kimberly.

"Kau tak butuh pria? Lalu kenapa kau berjalan di tengah kebun ini bersamaku?"

"Aku tak memintamu untuk melakukannya. Kau sendiri yang mengikutiku!" jawab Kimberly.

Gadis itu mempercepat langkahnya. Namun, dari arah yang tidak diketahui, tiba-tiba terdengar suara tembakan.

Sontak saja Kimberly panik. Ia melihat ke sana kemari, tapi ia tak bisa melihat apa pun karena matahari sudah tenggelam. Seketika Nathan menghampiri Kimberly dan mengajaknya bersembunyi di balik salah satu pohon yang ada di dekat mereka.

"Ada apa lagi?" tanya Kimberly panik.

"Diamlah!" ucap Nathan sembari memasang wajah waspada.

Saat ini posisi Kimberly berada di balik pohon sementara Nathan ada di belakangnya memeluk pinggangnya sambil mengamati keadaan.

Kimberly bersama dengan jelas mendengar hembusan nafas Nathan yang tepat berada di telinganya. Dua remaja ini terkepung di dalam kebun di mana matahari sudah terbenam dengan suara tembakan yang tak tahu itu dari mana asalnya.

"Kau bilang tempat ini adalah tempat yang paling aman?" tanya Kimberly dengan suara berbisik.

Nathan tak membalas pertanyaan Kimberly. Ia malah menutup mulut Kimberly dan mengambil sesuatu dari kantong celananya.

"Diamlah, ada seseorang melangkah ke sini," kata Nathan.

Kimberly serasa lemas. Untuk ke sekian kalinya ia berada dalam bahaya saat bersama Nathan. Entah itu di kampus atau di mana pun Kimberly selalu saja merasa tak aman saat ada di dekat pria ini.

Tangan Kimberly gemetaran. Saat ini ia benar-benar tak bisa melihat apa pun. Jonathan tak bergeming sedikit pun.

"Menunduklah," kata Nathan.

Karena tak tahu dengan situasi yang terjadi dibeli pun segera menunduk Seperti apa kata Nathan. Pria itu mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya dan menodongkan ke arah depan. Ternyata Nathan membawa pistol. Dan sepertinya itu ilegal. Karena tak mungkin ayahnya mengizinkan Nathan membawa pistol.

"Siapa kau?" tanya Nathan pada sosok yang ada di balik pepohonan tak jauh dari tempat ia berdiri bersama Kimberly.

"Kau lupa siapa aku?" ucap seseorang dari balik pohon. Nathan terkejut saat mendengar suara yang cukup familiar baginya.

"Nara?" Nathan begitu terkejut karena melihat kekasih sang kakak berada di tengah kebun apel ini. "Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana kalau ayahmu dan ayahku tahu kau ke sini?"

"Kenapa kau tak memberitahuku, kalau Jimmy sudah mati, Nathan?" ucap Nara sambil berjalan ke arah Nathan.

Kimberly yang mendengar suara wanita pun segera berdiri dari posisinya. Ia melihat seorang gadis cantik bak seorang Putri, berjalan di tengah kegelapan di kebun apel.

"Siapa dia, Nathan?" tanya Kimberly.

Nathan tak menjawab pertanyaan Kimberly. Ia justru melangkah mendekati Nara dan memeluk gadis itu.

"Maafkan aku, Nara. Aku juga tak tahu. Tiba-tiba saja, aku melihat mayatnya di depanku. Ayahku tak mengatakan apa pun," jawab Nathan. Ia kelimpungan akan pertanyaan Nara.

"Kenapa kalian tega sekali padaku? Kau tahu betapa besar cinta yang kamu miliki? Kau tahu betul kalau aku dan Jimmy akan kabur untuk melangsungkan pernikahan kami, di luar kota. Kenapa Kalian membunuh Jimmy? Kenapa, Nathan?" rengek marah dalam pelukan Nathan.

Nathan tak bisa menjawab pertanyaan yang disodorkan marah kepadanya. Dia sendiri tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pertikaian antara ayahnya dan ayah Nara Nathan sama sekali tidak mengerti.

"Maafkan aku, Nara. Maafkan aku," ucap Nathan sambil memeluk gadis itu.

Kimberly yang merasa seperti orang asing di tengah-tengah Nathan dan Nara pun tak tahu harus bagaimana. Suara tembakan itu masih membuat telinga Kimberly berdengung. Ia ingin segera pergi tapi ia takut jika ada suara tembakan lagi.

Nara melihat ke arah Kimberly yang memperhatikan mereka berdua berpelukan. Ia langsung melepas pelukan Nathan dan menatap ke arah gadis itu.

"Apakah dia kekasihmu, Nathan?" tanya Nara.

"Kau bercanda? Mana mungkin," tampik Nathan

Nara segera mendekati Kimberly tanpa permisi. Ia memandang wajah Kimberly dan memegang pipi gadis itu. "Kau cantik sekali," ucap Nara

Kimberly merasa aneh dengan sikap Nara. Baru saja cara membicarakan tentang kematian Jimmy tapi tiba-tiba dia memuji kecantikan Kimberly. Hal itu tentu saja tidak masuk akal bagi pikiran Kimberly.

"Sudahlah, Nara. Kau tak perlu hiraukan dia. Tunggu aku di sini. Aku akan mengantarnya pulang," kata Nathan. Tanpa banyak bicara Nathan langsung menggenggam tangan Kimberly dan mengajaknya pulang ke rumah Kimberly.

Bersambung ....