Setelah cukup lama menangis, Nara pun akhirnya tidur. Nathan membiarkan lara tidur di atas ranjangnya sedangkan ia memilih untuk duduk di sofa sambil menatap wanita itu.
"Kenapa kau harus memilih Jimmy daripada aku?" gumam Nathan dengan tatapannya yang lirih kepada Nara. "Sejak dulu kau sudah kuperingatkan, kalau Jimmy tidak bisa bebas melakukan apa pun karena dia dalam kendali ayah. Akan lebih baik kau bersamaku. Anak yang sama sekali tak pernah dianggap. Dengan begitu kau tak akan sedih seperti ini, Nara."
FLASH BACK.
Di sebuah sekolah mewah menengah ke atas di kota X. Hari ini adalah hari kelulusan Nathan di sekolah menengah atas.
"Nathan!" panggil seorang gadis kepada Nathan yang sedang duduk di bangku taman seperti sedang menunggu seseorang.
"Oh, hai, Nara," sahut Nathan dengan wajahnya yang sedih.
Ya, gadis cantik itu adalah Nara. Dia adalah teman sekolah Nathan di SMA. Mereka berdua cukup dekat Karena digadang-gadang sebagai pasangan yang sangat serasi di sekolah. Namun sebenarnya keduanya hanya berteman.
"Kenapa kau di sini? Acaranya akan segera dimulai," ucap Nara sambil duduk di samping Nathan.
"Untuk apa aku ikut acara kelulusan? Semuanya akan sama saja," ucap Nathan.
Tak sengaja Nara melihat sesuatu di lengan Nathan. Ia langsung meraih tangan sahabatnya itu. "Kau menato tanganmu?" tanya Nara.
"Ya," jawab Nathan sedikit malas.
"Kenapa kau merusak tubuhmu, Nathan?"
Nara terlihat kecewa saat melihat tato bergambar bunga dahlia di lengan Nathan.
"Aku suka bunga dahlia," jawab Nathan singkat.
Nara menatap wajah Nathan yang terlihat tak bersemangat padahal ini hari kelulusan mereka. Dan sepertinya Nara mengerti kenapa Nathan tidak bersemangat untuk datang.
"Hari ini yang datang ayahmu atau pengawalmu?" tanya Nara.
"Kau bercanda. Mana mungkin ayahku datang?" balas Nathan.
"Tapi ini kan hari kelulusanmu?"
"Kau pikir ayahku akan datang, saat tahu ayahmu juga datang di acara ini?" sahut Nathan. "Kau seperti orang bodoh saja, tak tahu akan seperti ini."
Nara menggelengkan kepalanya. Ia tahu hubungan ayahnya dan ayah Nathan tidak baik sejak lama.
"Kenapa di dunia ini harus ada orang yang saling membenci, ya?" ucap Nara begitu naif.
"Di dunia ini tidak ada yang namanya kelompok mafia dan pemerintah yang akur, Nara. Mereka hanya menjalin hubungan dengan didasarkan motivasi di belakangnya," jawab Nathan.
"Tapi kan ini tentang anak mereka. Tak seharusnya latar belakang membuat orang tua jadi melupakan kewajibannya."
Nathan menatap marah sambil tersenyum. Bagaimana bisa wanita ini begitu polos dan tak tahu betapa kejamnya dunia ini.
Sedang asyik bercengkrama sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilat datang dan berhenti tepat di depan Nathan dan arah yang sedang duduk.
Nathan terbelalak melihat mobil itu. Ia tahu betul mobil siapa itu. Ia lantas berdiri dan menghampirinya. Tepat saat itu seorang pemuda tampan turun dari dalam mobil.
"Hei! Kenapa tidak bilang, kalau hari ini kau lulus sekolah?" ucap pria tampan itu.
"Kau datang, Kak?" tanya Nathan.
Pria itu adalah Jimmy–kakak kandung Nathan. Ia merangkul Nathan lalu mengacak-acak rambut sang adik.
"Seharusnya kau katakan padaku. Jadi aku bisa memilih pakaian yang bagus, untuk datang ke sekolah adikku. Lihatlah penampilanku jadi seperti ayah begini," keluh Jimmy.
Nara yang sedang duduk sebangku tadi terpana saat pertama kali melihat Jimmy–Kakak Nathan. Ia baru tahu kalau Nathan memiliki kakak setampan ini.
"Kenapa kau diam saja? Ayo masuk ke dalam. Kau bilang acaranya segera dimulai?" ucap Nathan kepada Nara membuyakan angan-angan gadis belia itu.
Nara segera berdiri dan menghampiri Nathan yang berdiri bersama Jimmy.
"Hai," sapa Nara sambil tersenyum manis kepada Jimmy.
"Oh, halo. Apa kau teman adikku?" tanya Jimmy.
"Ya, kami bersahabat," jawab Nara sambil tersenyum manis kepada Jimmy.
"Ada apa denganmu? Kenapa kau terlihat genit sekali?" tanya Nathan kepada Nara yang sikapnya berbeda dari sikap yang biasa Nara tunjukkan padanya.
Nara mendekati Nathan, lalu berbisik di telinga temannya itu. "Kau tak pernah bilang kalau kau punya kakak setampan ini?" bisik Nara.
Nathan menghela nafas. Hal seperti ini bukan sesuatu yang baru baginya. Jimmy memang sangat tampan dan juga berwibawa. Mirip sekali dengan ayahnya, Moreno Drigory.
"Sudahlah, ayo masuk. Kita akan segera terlambat," ucap Nathan.
Mereka bertiga bermaksud untuk mengikuti acara kelulusan ini. Di dalam aula tempat mereka mengadakan upacara kelulusan, Tuan Peterson sudah ada di sana sebagai tamu penting karena ia adalah seorang walikota.
Kebetulan Jimmy tahu siapa Tuan Peterson. Ia pernah diajak oleh ayahnya untuk bertemu dengan walikota saat bernegosiasi mengenai perizinan ekspor white milik ayahnya.
"Kenapa bisa ada walikota di acara kelulusan SMA?" gumam Jimmy yang duduk di samping adiknya.
"Wanita yang memuji ketampananmu tadi adalah anaknya," kata Nathan.
Jimmy terperangah, saat mendengar ucapan Nathan. "Kau tidak sedang bercanda, kan, Nathan?" tanya Jimmy. Ia hampir tak percaya bahwa adiknya berteman dengan anak musuh dari ayahnya.
"Untuk apa aku bercanda di saat seperti ini, kak?" Nathan begitu kesal karena pernyataan Jimmy.
Jimmy lantas menoleh ke arah Nara yang posisi duduknya berada di seberang. Kebetulan saat itu Nara juga menghadap ke arah Jimmy. Keduanya saling menatap satu sama lain. Hingga Nara tersipu malu karena Jimmy melemparkan senyum terbaiknya pada gadis itu.
Satu bulan berlalu sejak kelulusan ...
Nara hampir tak pernah bertemu lagi dengan Nathan karena mereka berbeda universitas. Nathan memilih kuliah di kampus yang jaraknya tak begitu jauh dari rumahnya. Sementara Nara tentu saja ia harus menuruti keinginan sang ayah untuk sekolah jurusan sosial politik di luar kota. Tuhan Peterson tahu kalau Nara ternyata berteman dengan putra dari Moreno Drigory. Hal itu tentu saja membuat bahan batasan khawatir akan citra buruk yang akan menimpa dirinya sebagai walikota.
Sayangnya, meskipun sekolah di luar kota setiap akhir minggu harus selalu pulang ke kota X dan menemui Nathan di rumahnya. Sebenarnya hal itu hanya alasan agar ia bisa bertemu dengan Jimmy. Sayangnya, karena Jimmy sibuk dengan perusahaan sang ayah maka Nara hampir tak pernah bertemu Jimmy di rumah.
"Kenapa aku tak pernah melihat kakakmu?" tanya Nara kepada Nathan. Saat ini mereka berada di kamar Nathan. Nathan sendiri sedang asyik bermain game di ponselnya. Tangannya sekarang hampir dipenuhi oleh banyak tato dan hal itu tentu saja membuat nara risih.
"Kalau kau begitu suka padanya, bilang saja. Aku akan mengatur pertemuan dengan kakakku. Dia hampir tak pernah ada di rumah karena sibuk bekerja," kata Nathan.
"Berapa usia kakakmu?" tanya Nara dengan penuh antusias.
Nathan melirik tajam ke arah Nara yang terlihat berbunga-bunga saat menyebut nama Nathan. 'Memangnya kau tidak bisa ya, menyembunyikan ekspresi sukamu pada kakakku? Kenapa semua wanita tergila-gila pada Jimmy? Padahal dia sangat dingin?" keluh Nathan.
"Kakakmu tampan sekali, Nathan. Aku hampir tak bisa tidur karena memikirkannya setiap hari," ucap Nara.
"Memangnya selama ini kau tak tahu, kalau aku menyukaimu, Nara?" ucapan tiba-tiba.
Nara menoleh ke arah Nathan. Ia baru tahu kalau Nathan menyukainya. "Nathan, kita kan berteman?" ucap Nara.
Bersambung ....