Chereads / Dalam Jeratan Dendam SANG MAFIA / Chapter 34 - Kecelakaan Manis

Chapter 34 - Kecelakaan Manis

Kimberly tak menjawab pertanyaan Nathan. Ia memilih untuk fokus saja pada kegiatannya merebus air.

Nathan mendekati Kimberly yang menghadap ke arah dapur. Ia lantas berbalik dan tak sengaja berhadapan dengan Nathan. Karena terkejut, Kimberly tak sengaja tersentak. lengannya menyenggol ceret yang sedang ia pakai untuk merebus air.

"Aarg!" Kimberly mengerang karena merasakan panas pada lengannya. Dan ceret itu terjatuh. Nathan secara refleks menarik tubuh Kimberly untuk menghindar dari air panas yang ada di ceret. Dan keduanya pun jatuh di atas lantai.

Tubuh Kimberly menimpa Nathan dan bibir mereka tak sengaja menempel. Kimberly tentu saja panik. Ia segera bangun, namun Nathan hanya diam saja di atas lantai.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Nathan.

"A-apa? memangnya apa yang kulakukan? Kau yang menarik tubuhku!" pekik Kimberly. "I-itu tak sengaja!"

Nathan mencoba bangun, tapi ia merasakan ada sakit di bagian belakang kepalanya. "Aaah! Kenapa kau selalu saja melukai kepalaku?"

"Sudah kukatakan, aku tak sengaja! Lagipula, siapa suruh kau menarik tubuhku?" bantah Kimberly. Kali ini ia tak mau disalahkan begitu saja karena ia merasa tak bersalah sama sekali.

Nathan mengulurkan tangannya ke arah Kimberly. "Bantu aku!" kata Nathan.

Dengan wajahnya yang cemberut, Kimberly meraih tangan Nathan dan menariknya. Kali ini Nathan bisa langsung berdiri. Tapi karena terlalu cepat. Wajah mereka berdua kembali beradu sekali lagi. kali ini Kimberly langsung mundur sehingga tak terjadi hal yang tak diinginkan.

"Maaf," kata Kimberly.

"Ada apa? Kenapa kau meminta maaf?"

Nathan melihat ke sekeliling. Tempat itu sekarang berantakan. Air yang dipanaskan oleh Kimberly jatuh ke mana-mana. Hingga membuat lantai dapur basah.

"Bersihkan sebelum ibumu pulang. Aku akan minum sesuatu yang ada di kulkas saja," ucap Nathan dengan santai.

"Hei, ini kan rumahku. Kenapa kau memerintahku?" ucap kembali tak terima karena Nathan bersikap seolah-olah Ia adalah tuan rumah di tempat ini.

Nathan berbalik lalu menatap ke arah Kimberly. "Kau ingin ibumu marah, saat dia pulang dan melihat semua kekacauan ini?" ucap Nathan dengan senyumnya yang membuat Kimberly kembali muak. "Sudah untung kau kuselamatkan. kalau tidak, kakimu akan melepuh."

Ucapan Nathan benar. Kalau bukan karena Nathan, entah apa yang terjadi dengan kaki Kimberly yang mulus itu. Tetapi tetap saja, ia tak bisa menerima sikap Nathan begitu saja.

Kimberly lantas mulai membersihkan dapur. Ia mengambil alat pel yang ada di belakang rumah. Dan kemudian Kimberly membersihkan dapur dari genangan air. Sementara Nathan dengan santainya memilih-milih air minum yang ada di kulkas.

"Apa tak ada sesuatu yang lain selain cola?" tanya Nathan. "Apa ibumu tak pernah punya bir?"

"Aku melarangnya minum. Sudah enam bulan ini," kata Kimberly sambil membersihkan lantai dapur.

"Kenapa?" tanya Nathan si raya mengambil dua kaleng Cola dari dalam kulkas, lalu berjalan ke meja makan yang ada di dapur.

"Dia sempat kecanduan setelah ayah meninggal," jawab Kimberly datar.

Nathan membuka salah satu kaleng Cola lalu menenggaknya seraya menatap wajah Kimberly yang sangat datar saat menceritakan tentang kondisi ibunya.

"Bagaimana ayahmu meninggal?" tanya Nathan.

"Entahlah. Aku juga tak tahu. Dia meninggal saat di tempat kerja. Yang tahu hanya teman-temannya di perusahaan," jawab Kimberly.

"Apa ayahmu menderita penyakit mematikan?" tanya Nathan.

"Ayahku adalah orang yang paling sehat sedunia. Dia bahkan tak pernah merokok dan hanya minum alkohol sesekali dalam seminggu."

"Ayahmu berbeda sekali dengan ayahku. Karena dia adalah pemilik perusahaan wine, tentu saja dia harus selalu mencicipi wine yang dia produksi sendiri. Dan juga untuk membandingkannya dengan merek perusahaan lain," sahut Nathan.

"Dan aku sangat bersyukur, ibuku tak harus bekerja di sana," kata Kimberly begitu yakin.

Nathan tiba-tiba tersendak saat kembali mengatakan hal itu. Ia tahu, kalau ibunya Kimberly bekerja di rumahnya sebagai pelayan pribadi. Dan sekarang Nathan menyadari ternyata Kimberly tak tahu, kalau ibunya–Viona bekerja di rumahnya.

"Ibumu bekerja di mana?" tanya Nathan mencoba membuka topik pembicaraan.

"Entah. Katanya di kantor penerbitan atau apalah," jawab Kimberly.

Nathan terkekeh mendengar jawaban Kimberly. Ia tahu betul tidak ada kantor penerbitan di kota ini. Setiap koran yang terbit datangnya dari kota sebelah. Yaitu kota Y. Itu pun terkadang terlambat satu hari. Karena setiap koran yang masuk harus melalui jalanan yang cukup jauh melewati jembatan dan pegunungan. pengiriman di kota ini tidak selancar pengiriman di kota besar.

"Apa ceritaku lucu menurutmu?" Kimberly begitu kesal karena merasa Nathan sudah mengoloknya.

"Tidak," jawab Nathan masih sambil terkekeh. "Aku hanya penasaran kantor penerbitan macam apa yang sekarang menjadi tempat kerja ibumu."

"Ibuku pernah menjadi pembawa acara berita, sebelum menikah dengan ayah. Mungkin kau akan tahu, kalau melihat televisi zaman dulu," kata Kimberly. Saat ini, ia baru saja selesai membersihkan dapur dan hendak menaruh alat pel dan ember di belakang rumah lagi.

Setelah selesai, Kimberly menghampiri Nathan dan duduk di sampingnya. Ia menatap ke arah Cola yang ditengah diminum oleh Nathan. "Kau tak melihat tanggal kadaluarsanya?" tanya Kimberly.

"Apa?" Seketika Nathan yang sedang asyik menenggak sekolah yang ada di dalam kaleng itu langsung melihat ke arah kaleng dan mencari tanggal kadaluarsanya. "Astaga! Ini sudah dua bulan yang lalu. Kenapa kau letakkan di dalam kulkas? kau ingin bunuh diri?"

"Aku tak tahu. Aku memberinya saat dalam perjalanan, waktu kami pindah di toko yang ada di tengah hutan. Aku baru sadar saat kau membukanya."

Nathan kesal lalu membuang dua kaleng itu ke dalam tempat sampah. Kalau kenapa kau tak membuangnya dan malah menyimpannya di dalam kulkas?

"Entahlah," jawab Kimberly. Mereka kembali terjerat dalam keheningan.

"Kapan ibumu pulang? Ini sudah jam tujuh," ucap Nathan. Ia tak tahan terjebak dalam keheningan bersama Kimberly seperti ini.

"Aku juga tak tahu. Kalau kau ingin pulang. Silahkan saja. Aku akan baik-baik saja. Ada banyak tugas yang harus kukerjakan. Sebaiknya kau temui wanita tadi. Dia pasti ketakutan di tengah kebun itu sendiri," kata Kimberly.

"Dia biasa di sana. Tak usah khawatir."

"Aku tak mengkhawatirnya. Tapi kau kan lebih mengenalnya daripada aku. Kenapa kau malah khawatir padaku daripada dia?"

Nathan menatap Kimberly. Tatapan tajam yang begitu serius membuat Kimberly merasa terintimidasi. "Kau tak memiliki pengawal yang melindungimu. Kalau Nara, dia pasti memiliki orang yang mengikutinya," ucap Nathan.

"Kau tak perlu melindungiku. Kita tak ada hubungan apa-apa. Secara teknis, kau dan aku adalah orang asing. Jadi kupikir, kau tak perlu khawatir."

"Kata siapa aku khawatir? Aku sama sekali tak khawatir padamu. Kau pikir siapa dirimu, sampai aku harus khawatir? Sudah kubilang, kau adalah pelayanku. Aku tak bisa membiarkanmu lolos begitu saja. Hanya aku yang boleh menyentuh atau memerintahmu," ucap Nathan dengan tatapan matanya yang tajam.

Kimberly berhasil terperangkap masuk ke dalam tatapan Nathan. Hanya saja, ia tak ingin menyadarinya. Ia takut pria ini akan membawa Kimberly melewati perjalanan yang panjang yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Bersambung ....