Tas dan pakaian yang di biarkan tergeletak di lantai membuat ruangan kamar itu terlihat berantakan. Seorang gadis menatap layar ponselnya dengan wajah yang sedih. Dia menatap layar yang terdapat photo kelas berlatar belakang pantai. Di photo itu semua orang terlihat tersenyum kecuali dirinya yang tak ada di sana.
"Mereka bahkan memotong potret SMP ku di sini...." gadis itu menggeser layar ponselnya memperbesar gambar yang tampaknya telah di edit
"Harusnya aku tidak berdiri di pinggir, seharusnya aku berdiri di tengah saja. Apakah kalau aku berdiri di tengah potretku akan ada di disini?" gadis itu terus bergumam
"Helda.... aku transfer aja iya uangnya...." sebuah pesan chat masuk dari nomor yang tidak dia simpan
"Dia pikir aku ingin uangnya...." gadis bernama Helda itu langsung memblokir nomor tersebut.
"Helda....! Ayo makan malam dulu nak...." seruan dari luar kamarnya membuat gadis itu beranjak dari kursi dan langsung pergi keluar. Begitu dia membuka pintu wangi makanan langsung membuat perut nya berbunyi.
"Wah.... keliatannya Ibu masak banyak nih...." Helda yang tadi terlihat sedih langsung berubah drastis menjadi sangat ceria
"Iya dong.... kan Ibu lagi seneng..." jawab Ibunya sambil menyajikan beberapa masakan lain di meja makan
"Emangnya ada kabar baik apa hingga Ibu sesenang ini?" tanya Helda menggoda Ibunya
"Hari ini Ibu kamu di wawancara sama pihak TV, mereka kagum dengan ide food truck yang Ibu kamu kembangkan. Sekarang kan Ibumu ini jadi pengusaha sukses...." jawab seorang pria sambil tersenyum senang dan memakan makanannya
"Jadi Ibu sekarang adalah pengusaha dan Ayah adalah seorang manager?" tanya Helda dengan wajah yang di buat-buat seolah dia kaget
"Ayah cuma melakukan pembukuan dan Ibu kamu sibuk berkeliling lapangan mengawasi semua produk sebelum di ambil oleh penyewa food truck...." dengan wajah yang di buat seolah sedih Ayahnya Helda terus makan
"Ibu nggak akan kayak gini kalo ayah nggak bantuin Ibu dulu...." Ibu Helda tersenyum sambil mengenang masa lalu
"Dulu Ibu jualan pake mobil bak terbuka milik Ayahnya Dewi, saat Helda istirahat makan siang di banding makan siang bareng temen-temennya anak gadis Ibu ini malah bantuin jualan. Saat itu kamu pasti sangat kesulitan bukan?" Ibu Helda mengusap-usap rambut anaknya yang sedang lahap memakan masakan Ibunya
"Aku bukan bantuin Ibu, aku cuman harus mengerjakan itu karena berjualan sendiri kan sulit. Anak-anak sekolah itu sangat jahil dan juga rusuh jadi kalau Ibu jualan sendiri di depan sekolah pasti akan repot..." Helda tersenyum manis ke arah Ayah dan Ibunya. Setelah makan malam yang hangat Helda mulai mencuci piring
"Kenapa kamu cuci piring? Biar Ibu aja yang cuci, kamu kan cape habis bantuin Dewi tadi...." Ibu Helda menghampiri putri nya
"Nggak apa-apa Bu, lagian piring yang kotor nggak banyak kok...." Helda terus mencuci piring dan gelas-gelas itu dengan ceria
"Kamu emang anak yang paling baik di dunia...." Ibunya memeluk putrinya yang sangat baik dan rajin
"Ibu...." suasana yang hangat perlahan mulai terasa dingin
"Iya nak...." jawab Ibunya mulai terlihat khawatir
"Jangan buat aku pergi ke sana lagi, melihat dia tersenyum membuat aku merinding...." seketika hening terdengar, hanya air mengalir serta suara piring dan gelas yang beradu memenuhi ruangan itu
"Dewi udah ber...." baru saja Ibunya mulai bicara Helda langsung melemparkan piring ke dalam wastafle hingga piring itu pecah. Jeritan Ibunya seketika memenuhi dapur, wajah Helda yang tadi penuh senyum berubah menjadi dingin
"Kamu berdarah nak...." tangan Helda yang terkena pecahan piring kramik itu terlihat terluka hingga berdarah mebuat Ibunya khawatir dan menangis.
"Kalau Ibu sangat mengkhawatirkan aku, sebaiknya jangan libatkan Dewi dalam hidupku...." jawab Helda sambil menepis tangan Ibunya yang hendak memegang tangannya yang terluka
"Ibu dan Ayah nggak akan ngelakuin itu lagi, tapi sekarang kamu harus bersihin luka di tangan kamu dulu...." dengan gemetaran Ibunya berusaha membuat putrinya itu mengerti akan rasa khawatirnya
"Aku akan membersihkannya sendiri, Ibu tak usah mengkhawatirkan aku....." Helda membasuh lukanya dan membereskan pecahan piring yang berhamburan sampa keluar wastafle. Sementara Ibunya hanya berdiri dengan gemetaran dan menangis. Setelah di rasa semua bersih Helda mengambil alat P3K dan membersihkan lukanya. Meski itu luka goresan tapi luka itu cukup panjang sehingga akan terasa perih. Namun, wajah Helda sama sekali tak menunjukan rasa sakit. Dia terlihat seakan semuanya baik-baik saja, dia membalut lukanya itu dengan perban karena lukanya panjang.
"Aku akan pergi ke kamar, Ibu juga sebaiknya istirahat. Aku dengar setelah wawancara rasanya sangat melelahkan karena harus terus menjawab semua pertanyaan yang di berikan..." Helda menyimpan alat P3K dan hendak masuk ke kamar
"Ayah beli martabak siapa yang mau...." dengan wajah yang ceria Ayah Helda yang baru pulang dari kedai martabak dekat rumah mengajak anak dan istrinya untuk memakan camilan malam. Mendengar Ayahnya sangat bersemangat Helda menghentikan langkah kakinya
"Ayah dan Ibu makan saja duluan, sisain aja buat aku sedikit. Aku cape mau tidur tapi kayaknya nanti tengah malam bakalan bangun karena inget martabak yang Ayah bawa...." Helda tersenyum dan masuk ke kamarnya, senyuman Helda itu di balas anggukan oleh ke dua orang tuanya. Setelah Helda masuk Ibunya langsung menarik suaminya itu ke ruang nonton TV dan membersarkan volumenya. Ibu Helda menulis sesuatu di ponselnya dan memperlihatkan tulisan itu pada suaminya. Terlihat wajah suaminya sedih setelah membaca apa yang istrinya tulis.
"Ini sudah setahun lebih dan kita masih tidak tahu detailnya, tampaknya Helda mengalami hal yang sangat buruk. Baik Dewi maupun Helda keduanya tak ada yang mau bicara...." Ayah Helda memijat kepalanya yang terasa berat. Dia memikirkan apa yang sebenarnya terjadi di antara Helda dan sepupunya.
"Sepertinya Dewi melakukan sesuatu pada Helda, tapi Ibu tidak tahu itu tentang apa? Tadinya Ibu pikir mereka hanya bertengkar kecil, melihat reaksi Helda yang selalu sama setelah bertemu dengan Dewi membuat ibu sangat khawatir...." Ibu Helda menangis mengingat perubahan drastis itu
"Mereka sebelumnya berteman baik, tapi saat mereka masuk SMP tiba-tiba saja semuanya berubah. Helda sering mengatakan itu tapi aku tidak mengerti alasannya. Aku pikir karena Dewi memiliki teman baru dan juga lingkungan baru sementara Helda belum bisa beradaptasi di sana...." percakapan orang tuanya tentu terdengar meski suara TV nya di besarkan. Helda yang mendengar itu perlahan mengingat kejadian yang membuatnya sampai mengeluarkan keringat dingin. Gadis itu meringkuk di kasur berharap semua yang ada di pikirannya itu bisa pergi. Bayangan saat dia masih SMP sangat menakutkan, karena dia mengalami kekerasan di sekolah. Dan Dewi saudara sepupunya adalah salah satu orang yang memukulinya saat itu. Helda tak pernah mengatakan itu kepada orang tuanya karena Dewi adalah saudaranya. Terlebih lagi Ayah Dewi mengetahui hal itu tapi dia sama sekali tak menyalahkan anaknya atas hal tersebut. Dia malah mengatakan kalau tak ingin di pukul seharusnya Helda melawan. Kata-kata kejam itu masih sering terngiang di telinganya saat dia melihat Pamannya tersebut. Dalam benak Helda, Pamannya saja membela Dewi dan malah memarahinya. Bila dia memberitahukan kebenaran pada orangtuanya dia yakin mereka juga akan turut menyalahkan nya seperti saat pertemuan keluarga. Karena kesalahan Dewi yang menyenggol Helda dagangan yang harus Dewi jual terjatuh dan tak bisa di selamatkan. Dan sebagi hukumannya Helda harus membantu Dewi berjualan. Helda sudah menjelaskan kalau dia tak salah tapi orangtuanya memaksa, itu sebabnya meski dia tak mau Helda harus pergi.
****************