Chereads / Matahari Untuk Aletta / Chapter 21 - Czecheska Hamarthya

Chapter 21 - Czecheska Hamarthya

***

"Hai, Ale!" sapa Arkhano sembari meletakkan kotak catering di atas meja. Aku mendongak, memperhatikannya yang membawa perempuan tadi di belakangnya.

"Hai," jawabku singkat, lalu kembali melanjutkan makan siang. Meskipun mulutku mengunyah makanan dan tanganku menggerakkan sumpit dengan lihai, aku tetap bisa melihat pergerakan Arkhano, Gea, dan perempuan itu.

Dia menoleh pada Gea dan tersenyum tipis.

"Hai, Gea! Bagaimana kabarmu?"

"Hai! Baik," Mataku bertemu dengan Gea yang tengah menatapku juga, "Aku baik," sambungnya lagi.

Tanpa izin dan bicara lagi padaku atau Gea, Arkhano langsung duduk di kursi yang tersisa di meja kami, seolah sudah terbiasa dengan hal itu. Aku dan Gea pun tidak mempermasalahkannya karena kantin di jam istirahat juga sangat ramai.

"Duduk di sini, Cika." Kulihat Arkhano menepuk-nepuk kursi yang ada di sampingnya. Perempuan itu tersenyum dan anehnya langsung mengarahkan tatapan padaku.

"Boleh aku duduk di sini?" tanyanya dengan suara yang super halus dan perangai yang sopan sampai kupikir dia bukan orang Jerman melainkan putri keraton atau salah satu bangsawan negeri ini. 

Aku balas tersenyum, senyuman tipis yang biasa ku gunakan saat bertemu dengan orang-orang baru.

"Silakan," ujarku yang setelahnya membuat dia duduk. Mana mungkin juga aku mengusirnya.

"Nah, Cika, ini Aletta. Tetangga, adik kelas, sekaligus teman dekatku," ujar Arkhano sembari menatapku.

Sudut bibirku sedikit naik dan berkedut. Aku tidak minta untuk dikenalkan, kenapa dia langsung bicara seperti itu? Kebiasaan buruknya itu memang selalu berbuat seenaknya pada orang lain!

"Nah, Aletta, ini Cika. Teman sebangkuku, dia mutasi dari Jerman," ujarnya lagi. "Kalau yang ini Gea, sahabatnya Aletta." Arkhano menunjuk Gea yang telah menghentikan makan siangnya sejak mereka datang.

"Gea Agustin, Kak." Anak itu langsung mengulurkan tangannya pada perempuan yang Arkhano sebut sebagai Cika. Perempuan itu pun langsung menyambut uluran tangan Gea dan tersenyum.

"Czecheska Hamarthya. Panggil saja Cika," ujarnya dengan bahasa Indonesia yang agak kaku.

Aku mengalihkan tatapan. Namanya pasti terasa sulit bagi Gea yang saat dahulu menyebut nama belakangku saja, Coline,  tidak bisa. Dan benar. Saat aku mendongak, anak itu tengah menatap Cika dengan alis yang terangkat. Dia terkekeh masam, kemudian melepas genggaman tangan.

"Aku akan memanggil Kak Cika saja," putus Gea yang membuat hatiku tergelitik geli dan menunduk untuk menyembunyikan kekehan tawa.

Namun, ku lihat samar-samar uluran tangan yang menyeberangi meja. Aku mendongak. Dia tengah menatapku sambil tersenyum simpul. Cantik sekali pikirku. Dan begitu aku melirik Arkhano, laki-laki itu juga tersenyum, menyiratkan padaku untuk menjabat uluran tangan dan berkenalan padanya.

Terpaksa pula aku menjawab uluran tangannya. "Aletta Coline."

"Panggil dia Ale," tambah Arkhano yang membuatku mengerutkan alis, tak terima. Itu membuatku sedikit kesal! Sudah kukatakan kalau nama itu hanya untuk orang-orang dekat yang sudah kukenal saja! Bukan untuk orang yang baru mengenalku!

"Czecheska Hamarthya. Panggil Cika saja, Ale."

Ugh, dia juga... kenapa langsung menuruti saja ucapan Arkhano?

Suasana hatiku buruk. Lebih buruk daripada saat pertama kali berkenalan dengan Arkhano. Aku menarik kembali sudut-sudut bibirku, lalu ku lepas jabatan tangan itu meskipun Cika masih menjabatnya dengan erat. Tak ku sebut pula nama dia setelah berkenalan.

"Dia dari Jerman, Le." Arkhano terdengar seperti menekankan kata-kata Jerman padaku. Aku hanya mengangguk kecil sembari mengaduk-aduk bento yang tadi hendak ku gadang-gadang sebagai makan siang terenak.

"Dia blasteran Jerman, Indonesia, dan Jepang," ujar Arkhano lagi. Padahal, laki-laki itu tengah mengunyah makanan. Aku mendongak sejenak, memerhatikan keduanya. "Darah Jerman berasal dari ayahnya, Indonesia dan Jepang dari ibunya."

Aku jadi bingung. Yang anak baru itu Arkhano atau Cika? Kenapa jadi Arkhano yang memperkenalkannya?

"Oh iya, Cik, Ale ini bisa bahasa Jepang, loh."

Tawa Cika yang halus terdengar. Dia memukul pelan pundak Arkhano yang membuat laki-laki itu terkekeh kecil. Aku bahkan sempat kaget dengan apa yang ku lihat itu.

"Aku hanya keturunan Jepang saja, tapi tidak bisa bahasa Jepang," jawabnya dengan pelafalan yang kaku. "Tapi, kamu hebat, Ale. Kamu bisa bahasa Jepang walaupun bukan Japanese people."

Bibirku berkedut ketika mendengarnya. Aku menunduk sejenak, mengaduk-aduk bento dengan tatapan tak nafsu.

"Czecheska itu... artinya Ceko, kan?" tanyaku mendongak untuk memastikan, menatap Cika yang langsung memelototi ku dan dalam beberapa detik, dia langsung menunduk dalam. Membuatku terheran-heran.

Kenapa pula kakak kelasku yang satu ini?

"Cik," panggil Arkhano memegang pundaknya.

Aku merasa semakin aneh dan juga bingung. Kenapa? Ada apa? Aku juga menoleh pada Gea yang langsung mengedikkan bahu padaku sambil minum Ocha.

Tiba-tiba Arkhano melayangkan tatapan sengit padaku. "Ale, aku tahu kamu tidak suka kalau bertemu dengan orang baru."

Benar, lalu?

"Tapi, kamu tidak boleh bertindak tidak sopan seperti itu!" ujar Arkhano yang membuat hatiku langsung berdenyut ngilu. Aku menggeleng, tak mengerti dengan ucapannya yang terlalu memihak.

Salahku di mana?

"What? Wait. Di mana salahku, Arkhano? Coba katakan!" ujarku yang marah padanya. Kenapa juga dia marah padaku? Aku melirik Cika yang masih menunduk. Dan kenapa juga kamu menyembunyikan wajahmu seperti itu? Seolah-olah aku yang paling salah di sini.

"Kamu mencemooh namanya. Masa kamu tidak sadar? Cepat minta maaf!"

"Hah?" Aku terperangah, kemudian langsung menyadari pertanyaan ku sebelum Cika memelototi ku dan menunduk dalam seperti itu.

Damn! Aku benar-benar bertanya. Tidak ada niat sedikitpun untuk mencemoohnya.

"Astaga, aku hanya bertanya untuk memastikan. Artinya seperti itu, kan?" Aku menatap Cika yang masih diam. "Ya, kan? Kakak sedang malu atau apa, sih?" tanyaku gusar dengan tingkahnya yang hanya diam.

"Cepat minta maaf, Ale!" Dia memelototi ku, tangan kirinya memegang pundak Cika, seolah sudah sangat akrab.

"Tidak mau. Aku tidak salah," tegasku menatapnya berani.

"Aletta!" seru Arkhano yang berbarengan dengan Gea yang menggebrak meja.

"F*ck! How dare you?!"

Sudah terkejut karena Arkhano yang berseru padaku sekaligus Gea yang menggebrak meja. Aku tambah terkejut lagi ketika melihat Gea melayangkan tatapan marah pada Arkhano seraya menunjuk-nunjuk wajah itu.

"Kamu tidak berhak untuk marah pada Ale! Aku yang sejak tadi ada di sini saja tidak menemukan letak kesalahan Ale! Dia hanya bertanya! Bukan mencemooh, bedakan itu! Dasar banci!" seru Gea yang kulihat langsung menendang tulang kering Arkhano dari balik meja sampai membuat laki-laki itu meringis kesakitan.

Dia langsung menarik tanganku untuk pergi dari sana. Dia juga yang di sepanjang perjalanan kembali ke kelas, mewanti-wanti padaku untuk tidak menghubungi Arkhano lagi.

Dan sejak saat itu, kira-kira hampir dua minggu kalau aku tidak salah ingat, Arkhano tidak pernah datang menghampiriku. Baik itu di rumah maupun di sekolah.

———