Chereads / Matahari Untuk Aletta / Chapter 25 - Apartemen Baru

Chapter 25 - Apartemen Baru

***

Setelah survey yang dilakukan bersama Adnan selepas pulang kerja waktu itu dan Aletta merasa cocok dengan apartemen yang sesuai dengan budget-nya, dia pun segera memberitahukan keputusan tersebut kepada orang tuanya.

Alih-alih diizinkan untuk menyewa, Varrel malah menawarkan diri untuk membeli apartemen tersebut. Tentu saja Aletta berulang kali menolaknya karena dia ingin hidup mandiri tanpa bantuan berlebih dari orang tua. Namun, karena Varrel dan Aletta yang sama-sama keras kepala, juga Aletta yang merupakan anak tunggal yang sangat disayangi, membuat Stefani memberikan win win solution untuk keduanya.

Varrel tetap membeli apartemen tersebut dan Aletta menyerahkan uang tabungan yang ada di rekeningnya untuk membayar DP, sebelum nantinya Aletta akan membayar sisa kredit apartemen setiap bulan kepada Varrel. Dan jika kredit sudah lunas sesuai dengan harga pembelian, apartemen tersebut akan menjadi milik Aletta seutuhnya.

Win win solution yang dicetuskan oleh Stefani itu akhirnya disetujui oleh keduanya walaupun Stefani harus sedikit membujuk Varrel.

Pengurusan berkas pembelian apartemen itu hanya membutuhkan waktu selama tiga hari. Namun, karena Aletta yang masih bekerja di hari biasa, membuatnya harus mencicil barang-barang yang dipindahkan dan tak bisa langsung menempati apartemennya yang belum lengkap.

Dan di hari Sabtu pagi yang cerah ini, Aletta yang diantar oleh Varrel langsung pergi ke salah satu toko furniture dan rumah tangga yang terkenal, Cakrawijaya.

Mereka membeli lemari, sofa, beberapa peralatan makan, beberapa karpet bulu, mesin cuci, dan peralatan mandi, kemudian langsung mengirimkan barang-barang tersebut ke apartemen Aletta dengan menyewa pick up.

Dan di sinilah akhirnya Aletta, Varrel, Gea, dan Dylan berakhir bersandar satu sama lain karena kelelahan setelah membersihan apartemen serta memindahkan barang-barang yang telah sampai ke posisi yang seharusnya.

"Sudah jam makan siang, mau makan apa?" tanya Aletta dengan napas yang masih tersengal-sengal.

"Aku ingin minum es," kata Gea sembari mengipasi dirinya. Meskipun AC sudah dinyalakan, tetapi aktivitas berat yang mereka lakukan tadi membuat suhu tubuhnya naik yang membuat keringat terus bercucuran.

"Aku juga," ujar Dylan yang saling bersandar dengan Gea.

"Papa juga," tambah Varrel sembari mengusap dahinya.

"Padahal aku bertanya makan siang, loh." Aletta mengambil remote AC dan melihat suhu AC sudah 17°C. "Sudah paling dingin kok," sambungnya menunjukkan remote tersebut pada mereka yang langsung menghela napas panjang.

"Mau makan apa jadinya?" tanya Aletta lagi.

"Aku mau ayam KFC, tapi tidak mau makan nasi. Mau burger, tapi mau ayam juga," ujar Gea sembari memandangi plafon.

"Ya sudah, tinggal beli saja. Apa susahnya?" ujar Aletta sembari membuka aplikasi pemesan makanan. "Papa dan Dylan?" tanya Aletta menoleh pada keduanya.

"Apa saja, Le. Yang penting makan," ujar Dylan memejamkan mata, berusaha untuk menyejukkan tubuhnya.

"Beli ayam KFC satu basket saja. Minta ekstra nasi, Le. Papa lapar sekali," ujar Varrel sembari memegang perut yang sudah berbunyi sejak tadi. Wajar saja. Biasanya Varrel akan makan siang jam 11 dan sekarang sudah hampir jam 1 siang.

"Dylan mau cheese burger?" tanya Aletta lagi.

"Tidak, ayam saja. Om Varrel beli banyak," ujar Dylan tetap memejamkan mata.

"Oke." Aletta pun memesan satu basket ayam, dua cheese burger, tiga nasi tambahan, dan enam coca cola yang dibayarnya menggunakan e-money. "Tiga puluh menit lagi sampai," ujar Aletta meletakkan ponselnya di atas karpet bulu.

"Wah, lama sekali...! Harusnya pesan dari tadi. Jadi, saat selesai beres-beres sudah sampai makanannya," ujar Gea yang langsung pindah posisi ke atas sofa dan meninggalkan Dylan yang hampir terjatuh karena sandaran yang hilang.

"Papa mau mandi saja deh. Masih lama juga sampainya," ujar Varrel mengambil tasnya, kemudian mengeluarkan pakaian ganti dan handuk yang dibawanya, lalu pergi ke kamar mandi yang berdekatan dengan dapur.

Sementara Gea yang ada di atas sofa dan Dylan yang rebahan di karpet bulu langsung memejamkan mata untuk beristirahat sejenak.

Aletta mengembuskan napas perlahan. Hanya dia satu-satunya yang tersisa. Dia juga yang nantinya akan mengambil pesanan makanan yang ditinggalkan di lobby, karena kurir barang atau pengantar makanan tidak boleh mengantar makanan sampai ke pintu-pintu apartemen. Itulah peraturannya.

***

"Apa ini?" tanya Auguste yang sedikit mendongak saat map berwarna cokelat diletakkan di meja oleh sang sekretaris yang juga merangkap sebagai kekasih simpanannya.

"Lihat saja," ujar Danira yang memeluk pria yang telah memiliki istri dan anak itu dari belakang. Dirabanya dada Auguste dengan nakal yang membuat pria itu menatapnya dengan memburu.

"Kenapa?" tanya Danira dengan suara menggoda. Bibir bawahnya digigit kecil dan dijilat, seolah ingin menggoda Auguste.

Auguste memegang dagunya. "Kamu menyuruhku melihat map cokelat itu atau memakanmu?" tanyanya sembari melirik map yang terabaikan di meja.

Danira terkekeh kecil. "Lihat mapnya terlebih dahulu."

"Baiklah," ujar Auguste yang kemudian mengambil map tersebut, lalu dibukanya dengan cepat. "Aku jadi penasaran. Apa yang kamu bawa?" ujar Auguste saat tangannya yang masuk ke dalam map meraba beberapa lembar kertas.

"Lihat saja, Auguste," kata Danira dengan tenang diiringi dengan senyum menyeringai.

Pria yang tengah duduk di sofa empuk yang mahal itu menarik isi map dan menemukan beberapa foto cetak yang memperlihatkan putrinya yang sedang bermesraan. Bahkan ada beberapa foto yang memperlihatkan putrinya sedang bercumbu mesra dengan laki-laki yang tak dikenalnya.

"Gea," ujarnya spontan. "Kamu..." Auguste menoleh pada Danira. "Kamu mendapatkan foto-foto ini darimana?"

"Kamu lupa? Kamu yang memintaku untuk mengawasi putrimu. Ada beberapa orang yang ku suruh untuk mengawasi putrimu." Danira mengerucutkan bibir. "Oh! Apa kamu kenal dengan gadis yang bernama Aletta?"

Auguste mengalihkan tatapan dan meletakkan jari telunjuknya di pelipis.

"Aku tidak yakin, tapi aku seperti pernah mendengar namanya." Dia kembali menatap Danira. "Daripada itu, siapa nama laki-laki ini?"

"Dylan Megantara."

"Apa pekerjaan orang tuanya?"

"Orang tua?" Danira terkekeh masam. "Orang tuanya bahkan sudah meninggal sejak dia masih kelas dua SMA. Kecelakaan lalu lintas, kasihan sekali."

"Jadi, dia tidak punya apapun?"

"Hanya seorang pebisnis kecil yang punya sebuah mobil murahan dan apartemen kecil yang biasa mereka kunjungi." Danira menumpu wajahnya di bahu Auguste. "Anak gadismu telah berubah menjadi gadis nakal, Auguste. Dia bahkan berani membawa kekasihnya ke dalam rumahmu."

Auguste mendesah kasar. "Berani-beraninya anak miskin seperti dia mendekati putriku! Anak itu juga...! mentang-mentang aku sedikit membebaskannya, dia pikir dia bisa lari dari tanggung jawab sebagai putri konglomerat?"

"Mau ku carikan calon untuk anak gadismu? Aku bisa mencarikan calon-calon terbaik untuknya," ujar Danira sembari mengecup leher Auguste berkali-kali.

Auguste menghela napas pelan. Dia mengecup singkat bibir Danira. "Tolong carikan yang terbaik dari yang terbaik dan berikan daftarnya padaku. Dan... aku harus mencari cara lagi agar Gea putus dengan anak miskin satu itu! Bukankah dia yang terburuk dari mantan-mantannya, Danira?"

"Kamu benar. Dia yang terburuk." Danira tersenyum simpul. Dia menatap Auguste dengan penuh hasrat. Sesekali dia melirik bibir Auguste yang tebal dan seksi.

Auguste menyeringai tipis. "Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Ke mari," ujarnya sembari menepuk paha. Membuat Danira berjalan memutar sofa dan duduk di paha Auguste, kemudian mereka mulai bercumbu dan melakukan hubungan intim untuk ke sekian kalinya di sebuah penthouse yang dibeli Auguste untuk Danira.

———