***
Lobby Hotel XX, 05.35 WITA.
"Kamu benar-benar pulang sekarang?" tanya seseorang dari belakang ketika Aletta tengah duduk di kursi tunggu yang ada di sana. Gadis itu menoleh dan mendapatkan Joshua dengan wajah khas bangun tidur dan hanya memakai kemeja yang dikancing asal.
Aletta mengangguk. "Kenapa kamu di sini? Kamu meninggalkan istrimu? Bagaimana kalau dia bangun dan tidak menemukanmu di sisinya?"
Joshua berdecak kecil. Dia duduk di samping Aletta sembari mengusap wajahnya.
"Ana sudah bangun. Aku ke sini karena mendapat kabar dari papa kalau kamu pergi sekarang. Kenapa buru-buru begitu? Ini masih hari libur, Le."
"Aku ada reuni SMA."
"Hm?" Joshua menatapnya aneh. "Hanya karena itu?"
"Ini pertama kalinya aku akan bertemu dengan mereka setelah sekian lama."
"Aku juga."
Aletta menoleh dan mengangkat sebelah alisnya. "Apa?"
Joshua mengalihkan tatapan, kemudian menelan saliva. "Ini juga pertama kalinya kita bertemu setelah delapan tahun," ujarnya dengan suara yang hampir seperti bisik-bisik, tetapi Aletta masih bisa mendengarnya.
Gadis itu menarik leher Joshua sambil tersenyum lebar, kemudian mengacak-acak rambutnya.
"Lepas, Ale, lepas!" seru Joshua pada Aletta yang mengunci lehernya.
"Jadi, kamu merindukanku, hmm?" tanya Aletta dengan suara meledek.
"Lepas!"
"Jawab pertanyaanku, Jeje...."
"Lele!" seru Joshua yang membuat Aletta tertawa terbahak-bahak, kemudian melepas kuncian di leher Joshua. Pria itu mengatur lagi rambutnya setelah diacak-acak oleh Aletta.
"Siapa juga yang merindukanmu?" ucap Joshua yang setelahnya komat-kamit tidak jelas, seperti merutuki sepupu yang paling dekat dengannya itu. "Omong-omong, kenapa semalam kamu tidak datang?"
"Aku sedang me time," jawab Aletta. "Lagipula menyusahkan juga kalau aku datang. Setelah kamu menikah, memangnya siapa lagi yang akan jadi target berikutnya?" tanya Aletta dengan nada sinis, membuat Joshua terkekeh geli.
"Ternyata kamu benar-benar single," ujar Joshua memegangi perutnya yang terasa geli.
Aletta menatapnya tajam. "Kamu pikir saat mengatakan itu, aku bercanda? Aku serius, bodoh!" Dia melihat mobil yang menjemputnya telah datang. "Hei, aku harus pergi," ujar Aletta yang langsung berdiri dan memegangi tas ransel untuk digendongnya.
Joshua langsung berhenti tertawa. Dia menatap Aletta dengan tak rela.
"Apa?" Aletta terkekeh. "Jangan menatapku seperti itu. Kita kan bisa bertemu lagi saat di Jakarta. Nanti ku kirimkan lokasi apartemenku. Bawalah Mariana juga bersamamu."
"Biar aku saja yang bawa, Le." Joshua menahan tangan Aletta yang hendak menggendong tas ransel. Aletta tersenyum tipis. Dia menyerahkannya pada Joshua. Bukan hanya dirinya saja yang berubah, Joshua pun juga. Mereka bukan anak kecil yang dahulu saling menjatuhkan.
Mereka pun berjalan ke luar dari lobby hotel.
"Om Varrel dan tante Stefani tidak mengantarmu?" tanya Joshua yang menoleh ke belakang dan tidak mendapati satupun orang yang dikenalnya di sana.
"Mereka hang over setelah party semalam," balas Aletta. Pintu mobil dibukakan oleh Joshua yang langsung meletakkan tas ransel di sana.
"Hati-hati," ujarnya singkat.
"Tunggu sebentar. Ada yang mau kuberikan padamu," ujar Aletta sembari membuka tas ransel yang di bagian paling atas ada sekotak hadiah yang telah dibungkus rapi. "Ini."
"Untukku?" tanya Joshua saat menerima kotak yang berukuran sedang itu.
Aletta mengangguk. "Buka saat aku sudah pergi, ya."
"Kamu memberikan apa, sih?" Joshua menggoyangkan kotak tersebut dan terdengar bunyi kotak lagi di dalamnya. "Kamu mengisi kotak di dalam kotak, ya?"
"Buka saja nanti." Aletta naik ke kursi yang ada di tengah. Dia menutup pintu, kemudian menurunkan kaca jendela. "Aku pergi, Joshua!"
"Hati-hati! Safe flight, Ale!" ujarnya sembari melambaikan tangan. Mobil yang mengantar Aletta ke Bandara Ngurah Rai itupun mulai berjalan meninggalkan hotel dan Joshua yang terlihat sedikit murung.
Setelah mobil Aletta tak terlihat lagi, Joshua pun membuka kotak yang diberikan Aletta.
"What the...?!" Joshua menatap ke arah mobil yang mengantar Aletta pergi tadi. Dia menggeleng melihat hadiah yang diberikan Aletta. Pria itu melihat ada sepucuk surat di sana, kemudian membacanya.
[Hai, selamat atas pernikahanmu. Ini hadiah spesial dariku. Aku langsung membelinya sendiri ke toko, bukan beli di online. Aku tidak tahu rencana kalian setelah menikah ingin langsung punya anak atau tidak. Jadi, untuk jaga-jaga, kuberikan saja pengaman dan obat mujarab. Oh iya, obat mujarab itu bisa membuat keefektifan hubungan kalian agar semakin dekat, rapat, dan intim.
Semangat olahraganya!
-Aletta Coline]
Blush...!
Wajah Joshua langsung memerah seperti kepiting rebus. "Kenapa kamu tidak memberikannya dari semalam, Ale...?!!"
***
Bandara Soekarno Hatta, 08.17 WIB.
Aletta bergegas ke luar dari bandara tersebut dan langsung menaiki salah satu Taxi tanpa basa-basi.
"Apartemen A, Pak. Dekat Monas," ujar Aletta saat memasuki Taxi dan langsung disanggupi oleh sang supir.
"Jet lag, Mbak?" tanya supir Taxi saat dia memegangi dahi.
"Iya, Pak. Kena turbulensi tadi," jawab Aletta dengan lemah.
"Waduh, memangnya cuaca hari ini tidak bagus?"
"Saat di atas tadi memang agak mendung, sih, Pak."
"Ya sudah. Mbaknya istirahat saja. Tangerang ke Jakarta kan lumayan lama," ujar sang supir yang membuat Aletta memejamkan mata sembari memijat dahi, serta memegangi perutnya yang terasa agak mual.
***
Mungkin karena sudah tidur di perjalanan, Aletta tak lagi bisa tidur saat sampai ke apartemen. Padahal, cuaca di luar sangatlah mendukung untuk pergi tidur.
Sudah berjam-jam dia hanya berguling ke sana ke mari di ranjangnya. Aletta melihat jam dinding yang terpajang tepat di depan sana.
16.16 WIB.
Dan dia belum menyiapkan pakaian untuk pergi ke acara reuni.
"Uh, sebenarnya aku niat ikut reuni atau tidak, sih?" tanya Aletta pada dirinya sendiri sembari menutupi wajah dengan selimut.
Petir dan guntur mulai bersahutan di langit. Dan tak lama kemudian, hujan turun dengan deras. Aletta menyibakkan selimut, melihat ke arah balkon kecil yang ada di kamarnya.
"Hujan," gumamnya. Perhatiannya teralihkan pada ponsel yang berdering.
"Kenapa?" tanya Aletta begitu mengangkat telepon dari Gea.
"Sudah rapi?"
"Hujan, Ge. Memangnya jadi?"
"Heh! Siap-siap saja dahulu! Siapa tahu hujannya berhenti? Lagipula masih ada setengah jam lebih. Datang agak telat juga tidak apa-apa."
Aletta menoleh lagi ke balkon. "Deras sekali hujannya."
"Ya, makanya... siap-siap saja. Nanti kalau sudah reda, aku dan Dylan langsung menjemput kamu."
"Hmm." Aletta turun dari ranjang. Dia berjalan ke arah lemari dan mencari pakaian yang akan digunakannya untuk reuni nanti. "Kamu dan Dylan pergi saja. Tidak usah menjemputku. Kita berangkat terpisah saja. Aku akan sangat telat."
"Heh? Mana bisa begitu...! Kita sudah janjian sejak kemarin malam! Yang lebih ku khawatirkan, kamu malah tidak akan datang nanti!" seru Gea yang membuat telinga Aletta berdenging.
"Aku datang, tapi telat. Sungguh." Aletta mengambil beberapa pakaian yang menarik perhatiannya. "Aku belum melakukan apapun. Menyiapkan pakaian saja belum. Aku janji, Gea, aku akan datang."
"Kalau begitu, jam berapa kamu akan datang?"
"Jam tujuh malam?"
"Terlalu lama! Kamu gila, ya?!"
"Yah, pokoknya... aku akan datang nanti. Jangan khawatir. Ku tutup."
Dan seperti biasa, tanpa menunggu jawaban Gea, Aletta langsung mematikan teleponnya, lalu menyalakan mode pesawat. Dia membawa beberapa pakaian dan dijajarkan di ranjang.
Memilih dan memilah. Sebelum akhirnya menemukan satu pakaian yang tepat untuknya. Dia pun mengambil handuk yang tergantung di balik pintu kamar, kemudian berjalan menuju kamar mandi yang ada di luar kamarnya.
———