Chereads / Matahari Untuk Aletta / Chapter 28 - Harapan

Chapter 28 - Harapan

***

"Aletta! Tidak sopan!" tegur Tante Farah yang menatapnya nyalang.

Sudut bibir Aletta berkedut. 'Siapa yang bicara pada siapa?' batinnya merasa marah. Dia menghela napas pelan ketika melihat tatapan Tante Dura yang memandangnya tak enak.

"Maaf, Tante. Ale mau ikut meramaikan acara ini," ujarnya menunjuk Joshua dan Mariana yang sedang bersiap-siap untuk melemparkan bunga.

Ke empatnya mengikuti arah jari Aletta dan raut wajah mereka kembali ke seperti semula, tak menghakimi Aletta lagi. Bahkan, Tante Mira dan Tante Farah tersenyum lebar karenanya.

"Iya juga. Biasanya yang seumuran kamu tertarik dengan hal-hal seperti itu, apalagi yang belum menikah," ujar Tante Uly menumpu wajahnya dengan tangan.

"Kalau begitu, cepat kamu ke sana!" ujar Tante Mira dengan semangat.

"Pastikan kamu yang mendapatkannya, Le. Katanya, ada hadiah yang menanti bagi mereka yang mendapatkannya," ujar Tante Farah tersenyum padanya.

"Semoga kamu cepat mendapatkan pasangan dan jangan pilih-pilih," ujar Tante Dura yang terdengar paling menjengkelkan bagi gadis muda itu.

Aletta hanya tersenyum tipis. "Kalau begitu, Ale permisi," ujarnya yang langsung berjalan cepat melarikan diri ke tengah aula.

'Akhirnya....' Aletta mengembuskan napas lega. Dia menoleh sejenak ke meja yang tadi menjadi meja interogasi baginya. 'Tante Dura sialan! Mulutnya itu benar-benar tidak ada filternya!' gerutu Aletta mengumpat berkali-kali.

Pluk

"Eh?" ujar Aletta ketika buket bunga menabrak pundaknya dan dengan tangan yang cekatan, dia langsung menahan bunga tersebut agar tidak jatuh ke lantai.

"Loh?" kagetnya saat menyadari buket bunga yang dilempar oleh pasangan pengantin tergenggam erat di tangannya. Dia mendongak dengan mata terbelalak.

"Ya, perempuan cantik yang memakai dress berwarna Lilac di sana! Ayo, maju ke atas panggung!" sahut MC dengan penuh semangat.

Serentak, pandangan orang-orang dan lampu sorot langsung mengarah padanya. Sorakan terdengar dari meja para tante yang baru saja bicara dengannya. Varrel dan Stefani terlihat terkejut ketika melihat putrinya lah yang mendapatkan buket bunga tersebut. Mereka jauh lebih terkejut lagi saat tahu Aletta ikut bergabung dalam meramaikan acara.

"Aku?" tanya Aletta sembari menunjuk dirinya.

"Ya, anda! Ayo ke sini!" ujar MC sambil tersenyum puas.

Aletta menunduk. Menatap sekali lagi pada buket bunga yang dipegangnya. 'Ah... padahal aku hanya ingin melarikan diri. Kenapa jadi begini?' batinnya.

"Maju, Le, maju!" seru Joshua tertawa riang dari atas panggung. Membuat Aletta menghela napas pasrah, kemudian berjalan melewati karpet merah dengan menebar senyuman cantik.

Beberapa tamu yang hadir di sana pun menanyakan, siapa gerangan gadis yang memiliki wajah dan senyum yang cantik itu?

Aletta mengangkat dress panjangnya saat hendak menaiki tangga untuk sampai ke panggung. Joshua berjalan ke arahnya, meninggalkan istrinya yang berada di tengah panggung, dan mengulurkan tangan padanya. Aletta terkekeh kecil, lalu menerima uluran tangan tersebut.

"Terima kasih."

"Hmm?" Joshua menatapnya aneh. "Tumben sekali kamu berterima kasih padaku," ujarnya tertawa masam. Dia membawa Aletta hingga ke tengah panggung.

"Kamu juga tumben sekali menolongku," balas Aletta yang kemudian berdiri di samping MC.

"Semua orang pasti bertanya-tanya, kan? Siapa sih gadis cantik yang mendapatkan buket bunga dari pasangan pengantin ini?" ujar MC saat hendak membuka wawancara singkat dengan Aletta. MC itu menoleh pada Aletta sembari tersenyum lebar. "Kalau boleh tahu, siapa nama Lady yang cantik ini?"

Aletta tersenyum, memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih. "Aletta Coline," jawabnya menggunakan mic yang disodorkan MC.

"Lady Aletta Coline, betul?" ujar MC mengoreksi pelafalan namanya. Dan Aletta mengangguk membenarkan.

"Kalau boleh tahu, anda siapanya pengantin?"

Aletta menoleh pada Joshua. "Aku sepupunya, tapi kalau boleh jujur, dia musuh bebuyutan ku sejak kecil."

Tawa meledak di penjuru aula. Joshua dan Mariana pun juga tertawa dibuatnya.

"Sungguh? Tapi, pengantin pria membantu anda untuk naik ke atas panggung tadi."

"Itu... hanya pencitraan," jawab Aletta melirik Joshua sembari menyeringai tipis. Membuat pria itu memelototinya tak terima.

"Baiklah, baiklah. Sebagai orang yang mendapatkan buket bunga, apa harapan anda untuk pasangan pengantin yang sedang berbahagia hari ini?"

"Harapan, ya?" Aletta menoleh dan menatap Joshua serta Mariana yang terlihat mempesona di hari bahagia mereka. Dia tersenyum simpul.

"Ini mungkin terdengar klise karena kalian telah mendengarnya berulang kali. Tapi, aku sangat berharap kalian selalu bersama di saat suka dan duka. Bukan hanya saat bahagia saja, dan bukan hanya saat sedih atau terpuruk saja. Aku berharap kalian bisa melewatinya bersama-sama dengan saling menggenggam dan menguatkan."

Aletta membungkam mulutnya sejenak. Dia hampir menangis saat melihat Joshua dan Mariana yang semakin mengeratkan genggaman tangan.

"Dan satu hal lagi, yang sangat-sangat penting. Tolong jaga komunikasi. Karena semua masalah berawal dari kurangnya komunikasi." Joshua dan Mariana mengangguk-angguk. Aletta tersenyum simpul, kemudian menoleh pada MC. "Kurasa sudah cukup. Itu saja," ujarnya berusaha untuk menahan air mata agar tidak jatuh.

"Harapan yang sangat simpel, ya, tapi sangat mendalam. Saya hampir menangis mendengarnya," ujar MC yang jadi lebih sering mengedipkan mata. "Baik, sekarang pertanyaan yang selanjutnya. Hmm, ini pasti pertanyaan yang sangat ditunggu-tunggu. Apa Lady masih single atau sudah taken?"

Aletta terkekeh mendengarnya. Dia menoleh pada para tamu yang memandang ke arah panggung.

"Ada yang bisa menebaknya?" tanya Aletta sembari mengacungkan tangan.

"Single!"

"Sudah taken, lah. Cantik begitu."

"Pasti sudah taken. Aku yakin!"

Seketika para tamu, khususnya bujangan-bujangan teman Joshua menjadi sangat ramai untuk menyahutinya.

"Jadi, Lady... apa anda sudah punya pasangan?" tanya MC lagi. Aletta menatapnya dengan ekspresi meledek. "Oh ayolah... jangan membuat kami penasaran seperti itu."

"Aku masih single," jawab Aletta yang membuat para bujangan bersorak kegirangan.

"Wah, wah, wah! Yang di sana sangat senang, ya?" tanya MC yang langsung dijawab dengan mengacungkan ibu jari tinggi-tinggi.

"Lady, sepertinya anda akan mendapatkan pasangan setelah ini. Melihat betapa antusiasnya para bujangan yang ada di sana," ujar sang MC sembari tersenyum geli. "Kalau tadi saya sudah menanyakan harapan anda untuk pengantin, sekarang apa harapan anda untuk diri anda sendiri?"

"Aku?" Aletta berpikir sejenak. "Em... aku berharap agar bisa terus hidup bahagia, itu saja," jawabnya yang diiringi tawa kecil.

MC itu tersenyum tulus menatap Aletta. Dia merangkulnya sejenak, memberikan kekuatan. "Semoga anda selalu bahagia. Harapan anda sangat sederhana, tetapi punya makna yang mendalam, seperti Lady Aletta."

"Terima kasih."

"Baiklah. Karena Lady telah mendapatkan buket bunga serta memberikan harapan untuk pasangan pengantin dan diri anda sendiri, anda mendapatkan tiket gratis liburan ke Bali untuk dua orang selama tiga hari dan... tiket ini tidak ditentukan tanggalnya. Anda bisa pergi ketika anda merasa ingin pergi!"

"Oh, sungguh?" ujar Aletta terkejut saat menerima tiket tersebut.

"Ya! Tapi, anda hanya bisa menggunakannya satu kali."

"Baiklah, terima kasih. Ini sangat berguna untukku," ujar Aletta yang kemudian menoleh pada pasangan pengantin. "Hei, terima kasih tiketnya, Jeje." Nama panggilan Joshua yang diberikan Aletta saat masih kecil dahulu, membuat pria itu memerah malu. Aletta tertawa melihatnya. "Dan kamu juga, Mariana. Terima kasih," ucapnya sembari tersenyum.

Setelahnya, Aletta, Joshua, Mariana, dan MC mengambil potret bersama-sama untuk kenangan di album pernikahan sang pengantin baru.

***

Kamar 104, Hotel XX, 19.37 WITA.

Aletta meletakkan ponsel di atas laci setelah mengirim sebuah postingan di Instagram yang memberitahukannya sedang berada di Bali sembari meminum segelas wine di atas ranjang. Dia menyesap wine yang dipesannya tadi sebelum jam makan malam.

Omong-omong soal makan malam, Aletta memilih untuk tidak ikut karena gadis itu malas bertemu dengan para tante dan mungkin beberapa pria yang akan mengincarnya setelah mengetahui statusnya yang masih lajang. Dia bahkan melewatkan makan malam dan hanya minum wine dengan perut yang kosong.

Aletta menoleh saat mendengar ponselnya yang berdering. Nama Gea terpampang di layar yang membuat Aletta segera mengangkatnya.

"Kamu di mana?"

"Bali."

"Kamu serius? Tidak bohong?"

"Serius. Kamu ingat Joshua? Sepupuku."

"Jeje? Ingat. Kenapa?"

"Dia menikah hari ini."

"Loh! Tolong titipkan ucapan selamat padanya! Ya Tuhan... anak itu? Menikah? Aku jadi tertawa saat mengingat kenangan waktu itu," ujar Gea yang tertawa setelah mendengarnya.

"Ya, kan?" Aletta memutar-mutar gelas wine. "Sulit untuk dipercaya, tapi itulah kenyataannya. "Kamu kenapa meneleponku?"

"Oh! Aku hampir lupa! Kamu kembali ke Jakarta kapan?"

"Besok. Memangnya kenapa?"

"Huh... syukurlah. Jangan lupa!"

"Apa?" tanya Aletta yang kemudian kembali menyesap wine. Dia mendesah gembira.

"Reuni! Reuni, Aletta Coline! Kamu harus datang! Harus, harus, dan harus!"

"Astaga, Gea Agustin... kamu sangat gigih. Sejak aku memberikan harapan saat itu, kamu selalu mengirim pesan atau meneleponku setiap ada waktu. Akhir-akhir ini jadi lebih parah tahu!" Terdengar tawa lepas milik Gea dari ujung sana. "Hei, Gea Agustin! Aku sedang melayangkan protes padamu! Jangan tertawa!"

"Maaf, maaf. Dan mana bisa aku tidak tertawa? Bagaimana rasanya diteror olehku, Ale?"

"Membuatku frustrasi," ujarnya meletakkan gelas wine di atas laci. Dia beranjak dari kasur, lalu membuka pintu balkon, dan melihat pemandangan dari atas sana.

"Kenapa jadi banyak suara angin?" tanya Gea.

"Aku pergi ke balkon. Ini sangat indah. Mau ku kirimkan fotonya?"

"Kirimkan saja. Aku ingin melihat keindahan menurut matamu itu."

"Hmm, jadi kamu meragukanku. Baiklah, lihat saja nanti!"

"Tunggu, tunggu, Ale! Kamu kembali besok, tapi besoknya itu kapan? Jam berapa?"

Aletta berdecak kecil. "Besok pagi. Penerbangan pertama, jam tujuh pagi. Puas?"

"Sangat! Omong-omong, besok aku pergi bersama Dylan."

"Hah? Lalu, aku?" tanya Aletta yang langsung menutup mulutnya. "Eh, untuk apa juga aku protes? Aku kan tidak--"

"Siapa yang bilang kehadiranmu tidak diharapkan?! Kamu tidak tahu ponselku selalu bergetar setiap menit, setiap jam, setiap hari?! Hanya karena semua orang menanyakan kedatanganmu padaku! Kamu pikir kamu saja yang terganggu? Aku juga!" Gea berteriak di ujung sana, membuat Aletta menjauhkan ponsel dari telinga.

"Sungguh?" tanya Aletta setengah penasaran.

"Aku sangat serius! Percayalah padaku!"

"Lalu, kamu jawab apa?" tanya Aletta merapatkan pakaiannya karena angin yang cukup kencang dan terasa dingin.

"Aku bilang kalau kamu akan datang! Makanya, kamu harus datang! Kalau tidak, aku yang akan diserang! Kamu sayang padaku, kan? Kita sahabat sejak kecil, kan? Kamu yang bilang sendiri kalau kamu menganggapku seperti saudara. Ya, kan? Ya, kan?"

"Ya. Ingatkan aku besok. Ku tutup," ujar Aletta yang langsung mematikan telepon tanpa mendengar balasan dari Gea.

Dia juga langsung mengirimkan foto yang diambilnya tadi pada Gea, kemudian menyalakan mode pesawat. Gadis itu kembali masuk ke kamar dan merebahkan diri di atas ranjang sembari meminum wine.

Malam ini, Aletta Coline tidak ingin diganggu.

———