"Wah hebat, ternyata bannya sudah tewas toh!" gumam Ryan memperjelas.
"Tau tuh si Alex, jahatnya kelewatan. Masa iya motor seberat ini di kasih ke gw, kan jadinya gw harus dorong dengan penuh tenaga. Pokoknya gw minta traktiran sampai puas gak ada penolakan!" jawab Thomas dengan serius dan tegas.
Alex terkekeh pelan, lalu ia mengangguk dan menyetujui permintaan temannya itu.
"Ya sudah iya, traktiran sampai puas kan? Ayo! Gw juga lapar nih," balas Alex setuju.
"Mantap dah!" jawab Ryan ikut senang.
Akhirnya ketiga pria itu pun masuk ke dalam mobil Thomas, sedangkan motor Alex di tinggal begitu saja karna nanti ada montir khusus yang akan mengambilnya.
"Kemana kita?" tanya Thomas pada Alex dan Ryan.
"Kemana Lex?" lanjut Ryan bertanya pada Alex.
"Makanan eropa?" usul Alex.
"Tancap gas!" jawab Ryan dan Thomas bersamaan.
Alex hanya tersenyum mendengar jawaban kedua temannya itu, lalu mereka semua melaju ke sebuah restoran eropa yang paling terkenal di kota. Sesampainya di sana, Thomas memarkirkan mobilnya dengan perlahan. Setelah mematikan mesin Alex, Ryan, dan Thomas keluar dari mobil lalu masuk ke dalam resto.
"Kalian pesan apa?" tanya Ryan pada Thomas dan Alex.
"Steak and lemon tea," nawab Alex langsung.
"Gw samain sama Alex aja deh!" lanjut Thomas.
Ryan mengangguk paham, lalu ia memanggil pelayan dan menyebutkan pesanan mereka. Setelah itu pelayan kembali ke dapur, sedangkan mereka bertiga menunggu sebentar hingga pesanan siap. Kesempatan itu Alex gunakan untuk menghubungi supir keluarga, lalu ia meminta supir itu untuk mengantar salah satu mobil ke resto. Agar nanti ia bisa menggunakannya, karna tidak mungkin Alex terus di antar oleh Thomas.
Tidak lama kemudian pesanan ketiga pria itu pun tiba, lalu mereka langsung menyantap steak itu dengan perlahan. Suasana hening menemani makan malam mereka, hingga akhirnya makanan di piring masing-masing habis barulah mereka mengobrol santai.
"Gila ya, gw pikir Alex akan kalah tadi?" ungkap Thomas membahas balapan sebelumnya.
"Iya, gw malah berpikir Alex akan jatuh dan celaka!" lanjut Ryan apa adanya.
"Kalian terlalu berlebihan! Selama gw menyadari keanehan yang terjadi itu masih aman," jawab Alex dengan santainya.
Ryan dan Thomas mengangguk paham, setelah melihat balapan tadi mereka jadi semakin tau jika Alex memang pria yang teliti dan tidak mudah di kalahkan.
"Oh iya Lex, gw rasa saingan terberat lo hanya gadis itu deh. Ya kan?" ungkap Thomas mengingatkan.
"Benar juga, gw sampai terkejut saat melihat Clara bisa menyaingi Alex mengerjakan soal. Padahal sebelumnya tidak ada yang secepat Alex dalam hal mengerjakan soal tapi gadis itu ternyata bisa!" Balas Ryan dengan wajah takjubnya.
Mendengar hal itu mood Alex mulai turun, tapi tidak sepenuhnya. Ia sendiri juga tidak menyangka jika gadis itu bisa menyainginya dalam hal kepintaran, ternyata Clara memang musuh yang paling berat untuk di kalahkan.
"Ya gw akui gadis itu memang pintar dan berbakat tapi bukan berarti gw akan kalah darinya," tekan Alex dengan serius.
"Terus lo mau apa Lex?" tanya Thomas memastikan.
"Untuk seorang gadis seperti dia, perasaan adalah yang paling utama. Karna itulah kalau ingin mengalahkan dia maka gw harus serang perasaannya," jawab Alex dengan seringai licik.
"Maksud lo? Lo mau menghancurkan perasaan Clara gitu?" tanya Ryan menduga.
"Tidak separah itu kok Ryan, gw hanya ingin mempermainkan perasaannya agar dia takluk dan tidak lagi memberontak!" jawab Alex memperjelas.
"Lo yakin rencana itu akan berhasil?" tukas Thomas ragu.
"Kalau belum di coba mana tau kan?" balas Alex dengan santainya.
"Ok, gw paham maksud lo. Lalu bagaimana jika keadaannya terbalik?" tuntut Ryan mengingatkan.
"Maksudnya?" tanya Alex tidak paham.
"Ya lo kan ingin mempermainkan perasaan Clara, itu berarti lo harus mendekati dia kan? Lalu, bagaimana jika akhirnya lo yang jatuh cinta pada Clara? Apa lo sudah memikirkan tentang kemungkinan itu?" jelas Ryan dengan suara tajamnya.
Alex terdiam, apa yang Ryan katakan ada benarnya juga. Rencana itu bisa saja menjadi bumerang yang akan menyerang Alex nantinya, lalu apa yang harus Alex pilih?
"Ryan ada benarnya juga Lex, lo yakin mau pilih rencana ini? Kalau lo yang jatuh cinta, apa harga diri lo masih berarti?" tukas Thomas mempertegas situasi.
"Ya memang tidak semulus harapan, tapi setidaknya rencana ini yang bisa di andalkan untuk saat ini. Kalaupun jika nanti situasinya terbalik tidak mungkin Clara tidak merasakan hal yang sama," jawab Alex tidak mau mundur dari rencananya itu.
"Terserah lo aja deh Lex, gw sebagai teman hanya mengingatkan dan mendukung!" jawab Ryan seadanya.
"Gw juga, sebagai teman tentu gw akan selalu mendukung keputusan lo!" lanjut Thomas dengan serius.
"Thanks guys kalian memang yang paling mengerti tentang gw," ucap Alex dengan senyum tipisnya.
Ryan dan Thomas mengangguk santai, memang itulah gunanya pertemanan kan? Saling mendukung dan mengingatkan, karna seburuk apapun pribadi orang itu pasti tetap ada sisi baiknya.
"Ada yang mau nambah?" tanya Alex memastikan pada Thomas dan Ryan.
Seketika kedua pria itu langsung tersenyum senang, tanpa menunggu lagi mereka kembali memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan penutup. Hingga akhirnya makanan-makanan itu tiba dan mereka langsung menyantapnya, Alex hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua temannya itu.
Puas dengan makan malam, kini saatnya Alex, Ryan, dan Thomas berpisah. Mereka harus kembali ke rumah masing-masing, beruntung mobil yang Alex minta sebelumnya sudah tiba. Lalu supir itu memberikan kuncinya pada Alex dan kembali pulang, sedangkan Alex masih ingin pergi ke tempat lain.
"Ok guys, gw duluan!" pamit Alex pada Ryan dan Thomas.
"Siap Lex, hati-hati!" jawab Ryan mengingatkan.
"Jangan lupa besok libur Lex, tidur yang puas ya?" lanjut Thomas dengan kekehannya.
"Jelas tidak akan lupa kalau soal itu, kalian juga hati-hati. Jangan sampai masuk rumah sakit, bye!" jawab Alex dengan seringainya.
"Iyalah kalau itu jelas kami tau kok," jawab Ryan dengan wajah malasnya.
Mobil Alex perlahan bergerak keluar dari parkiran, lalu ia melaju melewati jalan raya yang cukup ramai. Setelah itu Thomas dan Ryan masuk ke dalam mobil Thomas, lalu mereka ikut bergabung dengan antrian kendaraan yang melintas di jalan raya itu.
Waktu menunjukkan pukul 8 malam, masih sore untuk Alex yang terbiasa terpejam saat tengah malam. Akhirnya ia memutuskan untuk mampir ke pemakaman umum kota, sudah lama juga Alex tidak mengunjungi makam ibunya. Biasanya setiap bulan Alex selalu datang ke sana, walau hanya sekedar menyapa atau membersihkan makam sang ibu yang di penuhi dedaunan kering.