Dering telepon di ruang kepala sekolah membuat Ibu Gladys cemas sampai beliau menggigit-gigit kuku dan mengerutkan kening. Beliau menunggu sampai beberapa deringan sebelum akhirnya menjawab panggilan dari seseorang yang sudah beliau duga.
"Sekolah khusus wanita GoldWings, selamat pagi." Terdengar suara beliau yang tetap berusaha tenang.
"Selamat…pagi, Ibu Gladyssss." Jawab seorang pria dari seberang sana. Suaranya sengaja dibuat mendesis ketika mengucapkan huruf "S" di akhir nama Ibu Gladys.
"Pagi." Ibu Gladys menjawab dengan nada waspada.
"Dari suara Ibu, sepertinya ada sesuatu yang sedang terjadi disana, ge he he…" Pria itu terkekeh.
"Langsung intinya saja, Pak Lukman." Tegas Ibu Gladys.
"RADEN MAS….Lukman, Ibu Kepala. Jangan lupa gelar saya. Intinya? Ge he he, as you wish. Anda ikuti cara saya, atau….jalur hukum?" Pria itu, Raden Mas Lukman, mulai mengatakan kalimat bernada penuh ancaman.
"Anda mengancam saya?" Terpancing emosi Ibu Gladys.
"Hey….empat siswi Anda datang ke Bara Salju dan membuat dua siswa kami hampir kehilangan nyawanya. Anda ingin lihat rekaman CCTV kami? Ge he he." Raden Mas Lukman terus saja memancing amarah.
"Dua siswa Bara Salju mengeroyok satu siswi kami sampai trauma. Saya bisa tuntut siswa Anda untuk hal ini!" Ibu Gladys balas mengancam.
"HA HA HA….Anda….punya bukti?" Kali ini Raden Mas Lukman membuat lawan bicaranya tak mampu berkata-kata.
"Eh….i…itu…" Ibu Gladys tercekat.
"HA…HA….HA…Hanya berdasarkan keterangan siswi Anda, rupanya. Bukti dan saksi?" Pertanyaan retorik dari Raden Mas Lukman.
Ibu Gladys terdiam.
"HA…HA….HA….Saya akan mengabari Anda lagi untuk membicarakan bagaimana cara menyelesaikan masalah ini dengan cara…damai. Sementara itu, jangan lupa untuk mengawasi siswi-siswi Anda. Kalau tidak, sayap mereka akan patah tanpa mereka sadar. HA…HA….HA…."
Raden Mas Lukman menutup telepon setelah dia memastikan kalimat ejekan kepada Ibu Gladys tersampaikan dengan baik. Mendengar itu, Ibu Gladys bergeming. Beliau tahu seberapa rumit berhadapan dengan orang yang paling dihindarinya di Lorin. Raden Mas Lukman tidak hanya akan menyulitkan dirinya, tapi juga seluruh GoldWings. Seberapa bahayanya Wakil Kepala Sekolah Bara Salju itu, hanya bisa diketahui setelah merasakan berurusan dengannya. Licik dan penuh tipu daya. Entah apa yang akan dilakukannya dengan GoldWings, tetapi pasti sesuatu yang akan merugikan sekolah.
Sebuah notifikasi email masuk membuyarkan lamunan beliau dan ketika melihat siapa pengirimnya, beliau sadar bahwa ada seseorang yang sangat terpercaya untuk bisa memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Tuhan selalu mendengar kesulitan hamba-hambaNya, demikian hati Ibu Gladys bersorak.
Kepala Sekolah SMU Aster Biru, Pak Wodin, seperti jawaban bagi sebagian besar masalah yang pernah dialami warga Lorin. Bagi warga Lorin, beliau bukan hanya seorang Kepala Sekolah SMU Aster Biru, tetapi juga pelindung dan penjaga Kota yang semakin berkembang ini. Betapa bijaknya beliau hingga mampu mencegah terjadinya pertikaian antara Lorin dan Muspal City, kota tetangga. Seluruh warga Lorin bahkan pernah mengajukan usul untuk mengangkat Pak Wodin sebagai Gubernur, namun beliau menolak dengan cara yang sangat elegan.
"Apalah arti menjadi sebuah Gubernur, jika saya tidak bisa menikmati waktu untuk melihat pemuda-pemuda Lorin bertumbuh dan menjadi besar." Alasan beliau.
Ibu Gladys segera membuka email.
"Selamat Pagi Ibu Kepala Sekolah GoldWings,
Semoga seluruh keluarga besar GoldWings dalam keadaan sehat. Dengan ini kami mengirimkan undangan kepada seluruh siswi GoldWings untuk mengikuti 'Annual Martial Arts Championship for Women". Untuk lebih detailnya, silakan klik attachment di bawah ini.
Sekian pemberitahuan dari kami.
Atas nama SMU Aster Biru,
William Oktavian Dinarya
Kepala Sekolah Aster Biru."
Ibu Gladys segera mengetik balasan untuk email Pak Wodin.
"Selamat Pagi Pak Wodin,
Terimakasih atas undangan Anda. Kami merasa sangat terhormat. Namun ada hal mendesak yang saat ini sedang kami hadapi. Saya sendiri harus memikirkan bagaimana cara menyelesaikannya. Saya khawatir hal ini akan membuat kami absen dari kompetisi yang sangat bergengsi ini.
Mohon maaf sebelumnya apabila keluar dari topik pembicaraan, namun saya atas nama SMU GoldWings bermaksud untuk meminta pendapat Bapak Wodin yang bijak untuk masalah yang sedang kami hadapi. Jika Bapak Wodin berkenan, Saya akan melakukan kunjungan ke SMU Aster Biru hari ini. Sudilah kiranya Bapak Wodin untuk menerima kehadiran Saya, karena ini menyangkut keselamatan dan nama baik GoldWings.
Dengan segala hormat,
Gladys Karmila Bachtiar
Kepala Sekolah GoldWings."
Selang satu menit email terkirim, telepon di meja Ibu Gladys kembali berdering.
"Selamat Pagi, Ibu Gladys. Saya Wodin."
"PAK WODIN! SELAMAT…pagi." Emosi Ibu Gladys tak terbendung lagi.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" Bapak Wodin langsung bertanya.
"Raden Mas Lukman mengancam akan melaporkan siswi kami yang memukuli dua orang siswa Bara Salju tadi pagi. Tapi sebenarnya itu semua terjadi karena siswa mereka yang menyerang siswi kami dulu." Jika Ibu Gladys berbicara dalam satu tarikan nafas cepat-cepat, itu pertanda beliau sedang diserang rasa panik.
"Bagaimana menurut pendapat Pak Wodin? Kami tidak punya bukti bahwa siswa Bara Salju memukuli siswi kami tapi mereka punya bukti CCTV yang merekam kejadian ketika siswi kami memukuli siswa mereka." Ibu Gladys melanjutkan.
"Ibu Gladys, mohon tenang. Semua akan baik-baik saja." Suara Pak Wodin sungguh menenangkan namun tetap berwibawa.
"Lukman akan segera menghubungi saya untuk menyelesaikan masalah ini." Ibu Gladys sudah lebih tenang.
"Siswi anda yang terluka, bagaimana keadaannya?" Tanya Pak Wodin.
"Masih di ruang perawatan sekolah kami. Shock dan butuh didampingi terus sampai saat ini. Semua lukanya sudah dirawat tenaga kesehatan kami." Terang Ibu Gladys.
"Hmmm, dengan keadaannya yang sekarang, sepertinya siswi Anda belum bisa ditanya kronologis kejadiannya. Anda harus cari cara lain." Pak Wodin mulai memikirkan solusi untuk masalah ini.
"Bagaimana, Pak Wodin? Anda tahu Lukman sangat licik. Dia bisa memanfaatkan kejadian ini untuk membahayakan GoldWings." Ibu Gladys kembali terserang rasa panik.
"Coba anda cek tempat kejadian. Siapa tahu ada saksi, atau bukti sekecil apapun." Saran Pak Wodin.
"Saksi? Bukti?" Ibu Gladys mulai berpikir.
"Ya. Anda harus teliti. Apapun bisa anda gunakan untuk membela diri." Pak Wodin menjelaskan maksud beliau.
"Baik, Bapak Wodin. Saya akan ke tempat kejadian bersama Ibu Pembina GoldWings." Akhirnya Ibu Gladys mengambil keputusan.
"Saya juga akan kesana. Mohon Anda beri tahu lokasinya." Pak Wodin berkata.
"Di jalan setapak dekat Hutan Hujan. Tepatnya di persimpangan antara jalan ke Bara Salju dan GoldWings." Jawab Ibu Gladys cepat-cepat.
"Baik. Kita bertemu di sana." Demikian Pak Wodin mengakhiri pembicaraan.
Setelah pembicaraan selesai, Ibu Gladys segera menemui Guru Pembina GoldWings, Ibu Vidhi Olla Neliawati. Ibu Vidhi adalah seseorang yang memiliki kebiasaan berkeliling sekolah dan sekitarnya pasti bisa dengan jeli menemukan apapun yang bisa mereka gunakan untuk membela diri sekaligus membuktikan perbuatan siswa Bara Salju. Ibu Vidhi juga terkenal dengan kemampuan analisisnya yang tajam, dan sebagai mantan atlet Silat nasional, Ibu Vidhi bisa menjamin keselamatan mereka berdua nantinya.
"Lho, Ibu Vidhi, mau kemana? Baru saja saya ingin minta bantuan Ibu Vidhi." Ibu Gladys melihat Ibu Vidhi bersiap berangkat membawa backpack merahnya.
"Ibu Gladys, boleh saya izin ke tempat kejadian di mana siswi kita dirundung sisa Bara Salju? Saya akan menyelidikinya." Tanya Ibu Vidhi.
"Ternyata kita memiliki tujuan yang sama. Mari kita berangkat bersama." Ibu Gladys berkata.
Kedua wanita tangguh pemimpin dan penjaga GoldWings itu siap beraksi.
Sementara itu di SMU Aster Biru, Pak Wodin bergegas menuju garasi khusus untuk guru. Garasi yang jarang beliau masuki itu terbuka dengan sebuah kode rahasia. Pintu terkuak, lalu terlihatlah sebuah mobil sport berwarna hitam mengkilat yang tampak kuat dan bercahaya tertimpa matahari yang mulai naik segalah. Di ujung kap depan mobil, terdapat sebuah simbol kecil. Patung kuda berkaki delapan dimana keempat kaki depannya sedang terangkat.
Pak Wodin siap memacu mobil sport yang hanya beliau gunakan pada saat mendesak, seperti saat ini.
Sebelum ini, tepatnya pagi tadi, Pak Wodin sebenarnya sudah mengetahui kejadian yang menimpa SMU GoldWings dan tahu bahwa mereka butuh bantuan, namun beliau menyamarkan rasa ingin membantunya dengan mengirimkan email undangan kejuaraan kepada Ibu Gladys dan berharap beliau menceritakan hal yang terjadi dengan sekolahnya. Pak Wodin tahu bahwa Raden Mas Lukman akan segera melakukan tipu muslihatnya.
Bagaimana Pak Wodin tahu kejadian itu, tak lepas dari campur tangan dua orang pria misterius yang selalu mondar mandir di seputar kota Lorin dan sekitarnya. Kedua pria itu biasa mengenakan setelan jas hitam dan berkacamata hitam. Mereka biasa datang ke SMU Aster Biru hanya untuk menemui beliau dan tidak ada yang mengenal siapa mereka berdua kecuali Pak Wodin sendiri.
Mobil sport bersimbol kuda hitam berkaki delapan melesat cepat ke tempat yang telah disepakati dengan Ibu Gladys, menuju perbatasan Hutan Hujan dan persimpangan jalan antara Bara Salju dan GoldWings.
Di tempat tujuan, sudah menanti Ibu Gladys dan Ibu Vidhi. Mereka bertiga saling mengucap salam.
"Saya akan mulai menelusuri sisi kanan hutan sampai ke persimpangan." Ibu Vidhi berkata sambil memasang sarung tangan karet, lalu beliau memberikan masing-masing sepasang kepada Ibu Gladys dan Pak Wodin.
Kacamata minus beliau terpasang dengan sempurna. Kacamata yang hanya beliau gunakan ketika sedang meneliti sesuatu.
"Kalau begitu saya akan meneliti sisi kiri hutan." Ibu Gladys berkata.
"Baiklah, saya akan mencari di kedua persimpangan." Pak Wodin juga mulai bergerak.
Penyelidikan dimulai. Mereka harus berpacu dengan waktu untuk menemukan petunjuk sekecil apapun yang dapat menyelamatkan GoldWings dari rencana busuk Raden Mas Lukman yang pastinya sudah dipersiapkan dengan matang. Mereka bertiga adalah penentu nasib GoldWings yang kini berada di tepi jurang.