Chereads / Levita in Lorin / Chapter 13 - GoldWings

Chapter 13 - GoldWings

Gerbang besar berhiaskan simbol sayap berwarna emas dengan huruf G dan W di tengahnya perlahan terbuka. Tampak sebuah bangunan sekolah berarsitektur seperti stadion yang di dindingnya terdapat tulisan bergaya grafiti: 

'Valorous'

'Altruistic'

'Aware'

'Self-reflective'

'Kind'

'Just'

'Adaptable'

'Loving'

'Fair'

Grafiti itu dibuat di sekeliling tembok sekolah dengan design yang membuat siapapun pembacanya merasa bersemangat.

Tiga orang siswi berjalan dari dalam sekolah menuju toko stationery yang berada di pertokoan sebelah. Seragam mereka yang berwarna keemasan seolah bersinar ketika bersentuhan dengan cahaya matahari pagi.

"BISA-BISANYA LO SANTAI SEKARANG. ANAK-ANAK ITU MAKIN BERANI CARI GARA-GARA. LO SEBAGAI GOLDWINGS STUDENT COUNCIL HARUSNYA AMBIL TINDAKAN!" Leiffy yang berambut kecoklatan dikuncir ekor kuda berkata penuh emosi. Guratan kemarahan terukir di wajah tegasnya.

"Selama mereka nggak nyakitin murid-murid GoldWings, segala tindakan, apapun, malah bakal bikin kita yang jadi salah." Brenda yang berambut hitam panjang terurai menjawab dengan nada datar.

"Iya. Gue setuju sama Brenda. Kita pantau dulu aja. Kalo mereka udah mulai ngincer siapapun dari GoldWings, kita bertindak." Olin yang berambut pirang sebahu menyetujui perkataan salah satu temannya.

"AH LO BERDUA SAMA AJA!" Ucap Leiffy. 

Merasa kesal dengan kedua temannya, ia berjalan mendahului mereka berdua.

"Le'iiip, Le'ip. Kalo udah nge-gas, ga inget rem." Brenda hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Leiffy.

"Hahaha, jangan sampai Leiffy denger lo panggil dia ''Le'ip``. Ngamuk dia nanti." Kata Olin.

"Biarin. Ngeselin kadang tuh anak. Eh, Olin, lo udah lihat mading belum? Ada kompetisi boxing nasional." Brenda berkata kepada Olin yang masih tertawa mendengar Brenda menyebut nama Leiffy dengan Le'ip.

"Seriuuuss? Kapan?" Mata gadis bernama Olin berbinar-binar mendengar kata 'Boxing'". 

"Lo baca aja di mading detailnya. Gue lupa, heheee." Brenda menjawab.

"Yaudah, gue ke mading dulu yaaaaa. Thank you, Brendaaa. Daaaaah." Olin berbalik dan berlari ke arah gedung sekolah.

"Yah! Olin! Yaaaah lo tinggalin gue berdua sama si Le'ip. Bising deh kuping gue." Brenda terpaku melihat Olin berlari meninggalkannya.

Olin melewati gerbang GoldWings, sekolah khusus wanita tempatnya menimba ilmu, lalu berlari ke arah mading.

"Kak Oliiin." Seorang siswi tiba-tiba memanggilnya ketika Olin tiba di depan mading.

"Aduuuh, Eirin! Jantungan gueeee. Kecilin dikit kek suara lo." Olin kaget.

"Hehehe, maaf yaaa, kak. Suraku udah default kayak gini." Gadis bernama Eirin berwajah polos itu menyipitkan matanya dan membuat ekspresi duck face.

"Mana sih pengumumannya? Oh, ini!" Olin menemukan pengumuman kompetisi boxing yang dikatakan Brenda.

"Kompetisi boxing ya, kak? Heheheee, tenaaang, aku udah daftariiiin." Eirin berkata dengan gayanya yang ceria.

"HAH!! KAPAN? Kok lo ga bilang-bilang gue?" Olin tak bisa menyembunyikan rasa terkejut ketika mengetahui temannya itu sudah mendaftarkan kompetisi boxing yang ingin diikutinya.

"Barusaaan. Kan paling lambat hari ini pendaftarannya. Kak Olin sibuk banget sih. Aku mau bilang tadi, tapi Kak Olin pergi sama kak Brenda and Kak Leiffy. Yaudah Aku daftarin ama." Eirin tersenyum lebar sampai kedua matanya menyipit.

"Eiriiiiin, kamu baik banget siiiih. Thank you soooo much. Ke kantin yuk. Gue traktir." Olin merangkul Eirin dan mengajaknya berjalan ke arah kantin.

"Olin, Eirin, mau kemana?" Seorang siswi berseragam silat menyapa dari depan sebuah ruangan yang bertuliskan "Padepokan Silat". 

"Hai, Nisa. Ke kantin yuk. Jajan." Olin mengajak gadis bernama Nisa untuk ikut bersamanya dan Eirin.

"Bentar lagi latihan mulai. Duluan deh. Ntar gue nyusul." Nisa berkata. 

"Okay, dear." Kata Olin seraya kembali berjalan menuju kantin bersama Eirin.

Untuk sampai di kantin, mereka melewati beberapa ruangan latihan martial art yang berbeda-beda. Ruangan-ruangan tersebut sebagian besar telah dipenuhi oleh para siswi yang sudah siap untuk latihan pagi.

Sebuah teriakan 'HIYAAAAAAAK' terdengar saat Olin dan Eirin melewati ruang latihan wrestling, diikuti bunyi berdebum yang cukup keras yang membuat mereka refleks menoleh ke arah sumber suara. Mereka berdua mendapati seorang siswi yang baru saja membanting K.O lawannya ke matras. 

"Kak Ingrid KEREEEEN." Eirin berteriak sambil bertepuk tangan melihat Ingrid yang sedang berlatih Judo. 

"Aiiiih, nyaring bangeeeeet suara luuuu." Tak tahan Olin mendengar nyaringnya suara Eirin.

Siswi bernama Ingrid yang baru saja mengalahkan lawannya menoleh, lalu tersenyum ke arah mereka.

Olin memberi kode tangan kepada Ingrid untuk ke kantin dan Ingrid mengacungkan ibu jarinya tanda setuju sambil berkata,"Nanti gue nyusul."

Olin mengangguk lalu kembali berjalan bersama Eirin.

Sesaat kemudian mereka berdua tiba di kantin yang belum terlalu ramai. Siomay dan es teh manis adalah menu yang mereka pesan sebelum akhirnya duduk di sudut kantin yang sepi. 

Beberapa orang siswi mendekati mereka saat sedang menunggu pesanan.

"Lin, Brenda mana?" Tanya Silma sambil merapikan seragam Wushu nya.

"Beli marker di toko sebelah." Jawab Olin.

"Halooo, kak Silmaaaa. Siomay, mau?" Eirin menyapa Silma.

"Thanks, Eirin. Gue udah sarapan. Lin, Brenda pergi Sama Leiffy?" Tanya Silma lagi.

"Iya. By the way, bentar lagi bel ya? Kok kalian udah pada pake baju latihan?" Tanya Olin kepada keempat siswi lainnya.

"Iya 10 menit lagi. Lo masih asik aja makan. Cepetan ganti baju latihan buat kompetisi." Ujar Silma.

"Ooooiyaaaa, kalian udah pada tau ya kompetisi kickboxing? Hehehe kok gue doang yang telat sih." Olin terkekeh.

"Makan mulu sih lu, jadi ingetnya kantiiin terus. Ga inget yang lain." Sahut Henny yang baru datang dan langsung bergabung bersama mereka.

"Rossa juga ada kompetisi bulan depan tuh. Hadiahnya asik lhoooo. Jalan-jalan ke negara sebelah." berkata.

"Heheheee, lumayaaan. Siapa tau bisa jalan-jalan gratis, ya kan? Henny katanya mau ikut gue nih. Mau coba ngebanting lawan dari negara lain katanya, hahaha." Rossa sang atlet Jiu Jitsu membalas.

Kantin berubah menjadi semarak karena kehadiran para siswi unggulan GoldWings itu, namun gelak tawa mereka berubah menjadi kepanikan ketika terdengar suara sirine dari sekolah mereka.

"Sirine tanda bahaya!" Silma sontak berdiri.

Tanpa aba-aba, mereka berenam segera berlari menuju bagian depan sekolah. Di lapangan sekolah, seorang siswi GoldWings berlari sambil memegangi lengan kanannya yang mengucurkan cairan merah seperti…darah. 

Wajah pucatnya penuh luka memar sementara lengan bajunya sobek dan tampak segaris luka terbuka. Ternyata dari luka itulah sumber darah yang mengucur deras.  

Kepanikan melanda seluruh mata yang menyaksikannya. Segera beberapa guru berlari untuk menolong siswi yang hampir ambruk di tengah lapangan itu. 

"Perbuatan siapa ini?" Entah bagaimana tiba-tiba Brenda dan Leiffy sudah berada di dekat siswi yang sedang dalam keadaan shock itu.

"Bara….Sal…" Siswi malang itu pingsan sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya. Beruntung seorang guru dengan sigap menangkap tubuh lunglainya sebelum jatuh ke tanah.

Mendengar apa yang dikatakan siswi itu, Brenda ttersentak dan berlari menuju gerbang sekolah, diikuti oleh Leiffy.

"GUE BILANG JUGA APA! KITA HARUS BERTINDAK! LO KELAMAAN MIKIR!" Leiffy berkata sengit.

"Bukan saatnya marah-marah." Brenda mempercepat larinya, tak menghiraukan ucapan Leiffy.

Di belakang mereka berdua, Olin dan Eirin ikut mengejar. Mereka tidak peduli bel tanda pelajaran dimulai sudah berbunyi.

Berlari mereka menuju sumber petaka ini, SMU Bara Salju. 

Tiba di depan gerbang SMU Bara Salju, Brenda yang disusul oleh Leiffy menatap tajam seolah sedang memikirkan langkah apa yang harus mereka ambil selanjutnya.

"Brenda, kau mau apa?" Olin tiba beberapa saat kemudian bersama Eirin.

"Gue harus tahu, siapa yang berani main-main sama temen sekolah kita." Brenda menatap gerbang yang tertutup rapat.

Belum sempat mereka bergerak, terdengar suara langkah kaki dari arah belakang. Keempat siswi GoldWings dengan berbagai emosi yang bergejolak dalam diri mereka, serempak berbalik badan dan mendapati tiga remaja berseragam Bara Salju berjalan tepat ke arah mereka. Salah satu dari mereka menyeringai, menampakkan dua gigi taring atasnya sambil menatap tajam. Dia, siswa yang tanpa sengaja pernah bertemu Ms. Levita di Hutan Hujan, Farrel Primodihardjo.