Chereads / Levita in Lorin / Chapter 10 - The Veneers

Chapter 10 - The Veneers

Ruang guru semegah gedung pertunjukan teater ini terasa sunyi karena kelas sudah dimulai. 

"Halo, Miss Levita. Bagaimana jalan-jalan siang anda hari ini?" Suara seorang wanita mengejutkanku.

"Oh, Miss Gyna? Eh, Saya pikir semua guru sudah masuk kelas." Jawabku refleks karena rasa terkejut mendengar Ms. Gyna yang tiba-tiba berada di belakangku.

"Maafkan saya karena mengejutkan Anda. Saya ingin mengambil buku yang tertinggal." Beliau tersenyum  sambil berjalan ke arah mejanya, lalu mengambil sebuah buku. 

"Hmmm, sepertinya hari ini cukup jalan-jalannya. Saya lelah sekali." Aku berkata sambil menghempaskan diri ke kursi. 

Beberapa kejadian yang kualami sejak tadi pagi cukup menguras tenaga dan pikiranku, membuatku ingin mengistirahatkan pikiranku sejenak.

"Mau coba ikut masuk ke kelas saya? Khawatir bosan kalau sendiri di sini. Miss Levita bisa duduk di kursi paling belakang nanti, sambil mengamati para murid. Nantinya toh Miss Levita akan mengajar mereka juga? Anggap saja ini observasi. Bagaimana?" Ms. Gyna memberikan ide yang menarik.

Aku berpikir sejenak dan memutuskan untuk menerima usul Ms. Gyna daripada aku termenung sendiri di sini.

"Sounds great. Boleh saya ikut?" Jawabku.

"Sure. Mari." Kami berjalan beriringan menuju Laboratorium Biologi.

Sebuah kelas dengan plang bertuliskan Ace Class adalah ruang kelas pertama yang kami lewati. Kelas Viktor, Silvy dan para atlet kebanggaan Aster Biru lainnya tampak dari luar sama seperti ruang kelas pada umumnya. Rasanya tak sabar menunggu hari pertamaku mengajar, karena rasa penasaranku yang ingin mengetahui apakah para siswa yang atletis juga pandai dalam hal akademis.

Saat kami tiba di Laboratorium Biologi, seluruh siswa serentak memberi salam. Ms. Gyna memperkenalkanku kepada seluruh siswa, lalu kami saling memberi salam a la Aster Biru. 

Saat aku berjalan menuju kursi paling belakang, kuperhatikan ternyata salah satu siswa yang hadir di Lab ini adalah Verya. Kehadirannya di Lab ini membuatku menyimpulkan bahwa ini adalah kelas Veneer.

Ms. Gyna memulai pelajaran dengan menayangkan sebuah klip singkat tentang gunung bersalju. Gunung Argoterim namanya. Baru kudengar nama gunung itu. Apakah itu salah satu gunung yang ada di negeri ajaib ini? Adakah salju di negeri ini? Seandainya benar ada, aku pasti akan kesana suatu saat nanti. Mengingat keunikan kota Lorin, mana tahu ternyata Argoterim lebih bagus daripada gunung bersalju yang ada di Eropa.

"Nah, setelah menonton klip yang baru saja diputar, bagaimana pendapat kalian tentang gunung Argoterim dan segala spesies yang ada di sana?" Ms. Gyna mulai bertanya setelah pemutaran klip selesai.

Seorang siswi mengangkat tangannya.

"Ya, Siska." 

"Argoterim...indah...dingin...rusa…." Siswa bernama Siska itu langsung mencuri perhatianku. Sepatah demi sepatah kata yang terlontar dari gadis itu saat dia berbicara membuatku berpikir apakah dia mengalami kesulitan merangkai kata?

"Nice. Ada lagi yang ingin menambahkan?" Ms. Gyna kembali bertanya kepada seluruh siswa.

Seorang siswa mengangkat tangannya.

"Silakan, Nyiur." Nama unik yang mengingatkanku akan lagu Nyiur Melambai.

"Sungai yang sangat dingin. Tidak bisa untuk berenang seperti di lautan." Nyiur menjawab dengan singkat.

"Cobalah...alam...baru…" Siska tiba-tiba berkata.

"Kenapa harus?" Nyiur membalas.

"Laut...gunung...alam….kita sama." Siska menjawab, lalu mereka berdua berpandangan.

Mendengar mereka berdua berbicara, aku merasakan seolah-olah atmosfer kelas terasa seimbang dengan aura dinginnya Siska dan hangatnya Nyiur. 

"Baik. Bagaimana kalau kita coba hiking ke Argoterim di liburan semester ini? Untuk melihat seperti apa gunung itu. Kita bisa belajar tanaman dan hewan apa yang ada di sana. Bisa juga kita birdwatching, atau coba berenang di sungai yang dingin, seperti apa kata Nyiur tadi. Kita tidak akan tahu kalau belum merasakan, bukan?" Ms. Gyna ternyata suka memberikan ide yang solutif. Sungguh seorang guru yang pastinya akan menjadi panutanku kedepannya.

Seorang siswi mengangkat tangannya, seperti ingin bertanya.

"Ya, Fiona?" Ms. Gyna mempersilahkan siswa bernama Fiona.

Fiona yang berambut coklat panjang bergelombang dan berkulit sawo matang terlihat sangat manis. Sorot matanya yang penuh rasa ingin tahu mengingatkanku akan tipe siswa cerdas yang pernah kutemui.

"Miss Gyna, di Argoterim adakah penduduk? Sawah? Ladang? Peternakan? Atau kolam ikan?" Fiona bertanya sambil mencondongkan tubuhnya ke depan.

Benar dugaanku. Fiona mengajukan pertanyaan dengan menggebu seperti sangat tertarik dengan topik kali ini. Ms. Gyna tersenyum lalu menjawab pertanyaan Fiona.

"Pertanyaan bagus, Fiona. Ya, Argoterim memang menarik. Sawah, ladang, peternakan atau kolam ikan memang tidak ada di sana, karena cuacanya yang sangat dingin, jadi tidak memungkinkan semua itu ada. Tapi, sekitar 7 km dari sana, ada sebuah pedesaan yang sangat subur. Desa itu menyuplai 70% kebutuhan pangan kita di sini. "Ms. Gyna menjelaskan dengan semangat juga seperti Fiona. 

"Mereka memiliki area sawah, ladang dan perkebunan terluas dibanding desa sekitar. Kolam ikan? Bukan main. Mereka membuat konsep mina padi. Sawah sekaligus kolam ikan atau combined farming, yang memanfaatkan genangan air sawah yang tengah ditanami padi sebagai kolam untuk budidaya ikan. Minapadi diterapkan untuk meningkatkan efisiensi lahan karena satu lahan menjadi sarana untuk budidaya dua komoditas pertanian sekaligus." Ms. Gyna melanjutkan.

Menarik. Konsep lahan pertanian dengan kolam ikan yang cukup populer di duniaku akhir-akhir ini ternyata populer juga di kota Lorin. 

"Waaah, terimakasih untuk penjelasannya, Miss Gyna. Jadi, kapan kita ke sana?" Mata Fiona berbinar, tak sabar ingin ke desa yang dijelaskan Ms. Gyna.

"Sekarang. Ayok cuci muka dulu, cepetan." Seorang siswa nyeletuk.

Seisi kelas tertawa.

"Lo sih nge-gas banget." Siswa itu melanjutkan.

Fiona hanya melirik sebal ke arah siswa itu.

Senangnya di kelas Ms. Gyna dimana interaksi beliau dengan para siswa yang santai membuat semua siswa merasa nyaman untuk bertanya dan mengemukakan pendapat.

Bel tanda pelajaran usai berbunyi dan Ms. Gyna menyudahi kelas beliau. Para siswa berhamburan keluar Lab Biologi untuk kembali ke kelas mereka, sementara Ms. Gyna dan aku akan kembali ke ruang guru.

Saat kami berjalan menyusuri lorong, kurasakan udara sore yang ringan dan menenangkan. Aku menghirup dalam nafas dan memandang langit menikmati momen ini.

"Miss Gyna, langit sore ini cantik sekali. Boleh saya ke taman bunga sebelum pulang?" Tiba-tiba muncul ideku untuk menikmati sore di Aster Biru sebelum pulang.

"Tentu. Mau saya temani? Kelas saya sudah selesai hari ini." Ms. Gyna menawarkan diri untuk menemaniku.

"Dengan senang hati." Aku menjawab.

Senyum kami merekah menatap langit cerah dengan Matahari yang semakin condong ke arah Barat.

Tentu akan menyenangkan berbincang lebih jauh dengan salah satu guru yang membuatku merasa nyaman. Bersyukur rasanya bisa langsung menemukan rekan kerja seperti Ms. Gyna yang bisa menjadi teman menghabiskan sore yang indah ini. Selain itu, kurasa aku bisa bertanya lebih jauh tentang Aster Biru dan Lorin yang bisa menghapus keraguan dalam diriku dan semakin yakin untuk menjadi bagian dari sekolah dan kota yang ajaib ini.