"Ira, bersiaplah! Kita akan pergi sekarang," perintah Dito pada istrinya.
"Ke mana, Mas?" Ira yang tengah sibuk dengan majalah, lantas saja meletakkan benda itu ke tempat semula.
"Kita akan pergi ke pesta pernikahan temanku,"
Dito berbicara sambil mengenakan kemeja putih serta tuxedo coklatnya. Ira pun tak ingin ketinggalan. Gegas ia menuju kamar untuk berganti pakaian. Setelah semuanya beres, Ira menemui Dito di beranda rumah.
Kepala Dito tersentak ke belakang. Ia memerhatikan Ira dari kaki hingga ujung rambut.
"Ira, kamu seperti ini aja?" tanya Dito keheranan,
"Yaudalah, Mas. Gak lama-lama juga, kan?" Ira memutar bola mata malas.
Wanita itu hadir di hadapan Dito dengan dress selutut dan kusut. Warna putihnya tak lagi cerah. Rambut Ira dicepol begitu saja. Ia juga tampil dengan polesan make up yang sangat sederhana. Membuat Dito geleng-geleng kepala. Ira tak ubahnya seseorang yang akan pergi ke pasar.
"Kita mau ke pesta, Ira. Berpakaianlah yang lebih anggun," protes Dito. Pasalnya antara dirinya dan Ira sangatlah berbeda dari segi penampilan.
"Mas tenang aja. Aku udah biasa pergi ke pesta dengan pakaian kayak gini. Lagian Mas kan tahu, kalau aku orangnya gak suka ribet," bantah Ira. Ia pun melenggang menuju mobil. Sedangkan Dito mau tak mau harus mengikutinya.
Ira merupakan perempuan desa yang dipinang oleh pengusaha kaya bernama Dito. Kala itu, Dito begitu tertarik dengan kepolosannya. Namun lambat laun, Ira berubah menjadi perempuan posesif dan cerewet setelah ia dibawa ke kota. Satu hal yang tak berubah dari Ira. Wanita itu kerap memakai pakaian seadanya jika berpergian. Meskipun di lemari banyak baju-baju bagus dan mahal, tapi Ira akan memilih pakaian yang menurutnya nyaman dipakai. Dito tak dapat mengubah pendirian Ira. Dalam hal penampilan, Ira memang tak bisa dibimbing.
Sesampainya di lokasi pesta, tangan Ira langsung digandeng oleh Dito. Mereka berjalan di hamparan karpet merah. Banyak tamu di sana, termasuk rekan-rekan bisnis Dito. Semuanya memerhatikan Dito dan Ira lekat-lekat.
"Dito, sini!" Seorang teman melambaikan tangan padanya.
Dito pun membawa istrinya untuk bergabung dengan mereka. Di sana, tak ada perempuan yang memakai pakaian lusuh seperti Ira. Membuat wajah Dito menjadi tebal.
"Ini istrimu?" tanya pria bernama Edo.
"Iya," lirih Dito. Ia minder dengan istri-istri temannya.
Edo dan rekan lainnya saling sikut menyikut di depan Dito. Tidak tahu apa yang dibicarakan, tapi Dito yakin bahwa mereka sedang membicarakan penampilan Ira.
"Ira, kau duduk saja dulu di sana. Nanti Mas menyusul." Karena malu, akhirnya Dito meminta agar istrinya enyah dari hadapan.
Ira yang tak paham akan kode Dito, langsung saja menuju kursi tamu. Namun sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk antri mengambil camilan serta minuman.
"Jangan menertawakan istriku," sindir Dito pada temannya.
Edo dan dua orang lainnya menyunggingkan senyum pepsodent. Mereka berempat merupakan teman bisnis yang sangat dekat. Jadi, tak ada rasa sungkan untuk bertindak. Termasuk menertawakan istri termannya sendiri.
"Pria kaya dan gagah kayak kamu, kenapa bisa menikah dengan perempuan seperti itu? Aduh, Dito-Dito. Seolah wanita di dunia ini hanya satu," pungkas Edo.
"Kalau aku jadi kamu sih, udah aku cerai istri begitu," timpal rekan mereka yang bernama Andi.
"Astaga! Lihat istri kamu, Dito." Tiba-tiba saja seorang pria bernama Udo melayangkan jari telunjuknya ke depan.
Dito spontan menoleh diikuti Edo dan juga Andi. Mereka semua dapat menyaksikan kalau Ira menginjak kulit pisang, kemudian terpeleset. Ira menubruk orang di depannya dan tumbang ke lantai. Kini, ramai pasang mata yang menyaksikan Ira terjungkal di bawah.
BUGH!!!
"Hahahahaha." Rekan-rekan Dito tertawa lepas. Pemandangan itu sangat lucu bagi mereka.
Sekujur tubuh Dito menegang. Mukanya persis seperti kepiting rebus. Ia tak menyangka jika Ira akan membuat ulah. Buru-buru Dito mendekati Ira dan menyeret tangan wanita tersebut.
"Pulang sekarang!" tukas Dito.
"Aduh, pelan-pelan, Mas." Dengan susah Ira memaksakan kakinya untuk berjalan.
Keduanya disaksikan oleh orang ramai. Belum lagi teman-teman Dito yang tiada hentinya menertawakan. Dito sungguh malu. Sekelas pemilik café besar seperti dia dilecehkan di pesta pernikahan rekannya sendiri. Semua ini gara-gara tingkah konyol Ira. Dito kehilangan martabatnya sebagai seorang pria gagah nan kaya.
"Buat malu saja!" cercah Dito setelah keduanya berada di mobil.
"Aku gak tahu siapa yang membuang kulit pisang di sana, Mas," bela Ira tak ingin disalahkan.
"Bukan cuma itu, Ira. Semua teman-teman Mas pada ngetawain penampilan kamu. Lihat istri-istri mereka. Mana ada yang lusuh kayak kamu gini,"
Perkataan Dito sukses menggores hati Ira.
"Kamu kok tega banget sih, Mas?"
"Tega gimana? Kamu yang seharusnya ngerti posisi. Mas ini pengusaha terpandang. Masak punya istri kampungan kayak kamu,"
Krak!
Ini merupakan kali pertama Dito berucap demikian.
Pertengkaran memang tak pernah bisa dihindari dalam berumah tangga. Begitupun dengan Dito dan Ira. Tak jarang mereka terlibat perdebatan. Namun sepanjang perjalanan, Dito belum pernah menghina Ira. Betapa sakit hatinya ketika mendengar ucapan pria itu kali ini. Dito mengungkit jati diri Ira sebagai gadis desa.
Di sela perdebatan mereka, tiba-tiba saja Dito melihat seorang wanita sedang nangkring di warung kaki lima. Kepala Dito berputar ke belakang bersamaan dengan mobilnya yang kian melesat.
Ciiit…
"Turun!" ujar Dito setelah ia menghentikan mobil secara mendadak.
"Mas usir aku?" Ira kaget bukan main.
"Turun, Ira. Mas harus menyelesaikan hal penting. Kamu pulang naik angkutan aja,"
Bukannya meminta maaf, Dito malah menciptakan lubang baru di hati istrinya sendiri. Saking kesalnya, Ira sampai benar-benar turun dari sana. Ia enggan menoleh mobil Dito. Ira mengendarai taxi yang berseliweran di jalan.
Setelah memastikan bahwa istrinya sudah enyah, barulah Dito bereaksi. Ia menghampiri gadis yang terparkir di warung es cendol tersebut.
"Indy. Ngapain di sini?" tanya Dito bingung.
Ya, dia adalah Indy. Remaja yang kemarin hadir di mimpi Dito dan membuatnya mengigau. Indy merupakan karyawannya sendiri. Keduanya telah menjalin hubungan khusus selama dua bulan. Dito tertarik dengan kemolekan wajah serta bentuk tubuh Indy. Hingga ia tak dapat menahan hasrat untuk tidak memacari perempuan tersebut.
Sementara itu, Indy juga tahu bahwa Dito sudah mempunyai soerang istri. Namun, dia tak peduli. Indy bahagia karena bisa mendapat jatah bulanan dari Dito. Meskipun ia harus merelakan tubuhnya untuk dijamah laki-laki itu.
"Kenapa gak ke café?" tanya Dito setelah tidak mendapat respon.
"Mas, aku boleh libur sehari, ya. Lagi males banget kerja," ujar Indy.
Dito tersenyum, kemudian membayar pesanan Indy. Setelahnya, ia mengajak perempuan itu masuk ke mobil.
"Kita cerita di mobil aja. Takut ketahuan orang kalau di luar. Oh ya, Mas udah izinin kamu gak masuk kerja kok, tapi Mas antar kamu pulang besok pagi aja, ya," tukas Dito tersenyum nakal.
Indy paham dengan kode ini. Pasti Dito akan membawanya ke hotel untuk memadu kasih.
"Gak masalah asal Mas gak lupa sama uang bulanan," balas Indy menggoda.
"Pasti,"
Dito pun langsung tancap gas ke bibir kota. Sengaja ia mengambil jarak jauh agar tidak diketahui oleh orang lain. Siapa yang tidak mengenal Dito si pengusaha kaya? Bisa-bisa citranya rusak, karena ketahuan berselingkuh.
***
Keesokan harinya, Dito dan Indy memutuskan untuk ke café terlebih dahulu. Ada sesuatu yang tak sengaja Dito tinggalkan di sana. Ketika mobil baru saja menginjak halaman café, Dito dan Indy dikagetkan oleh kemunculan seorang wanita bertubuh kurus. Tak lain dan tak bukan dia adalah Ira. Sosok itu duduk di kursi café sambil melipat kedua tangan.
"I- Ira?" Dito gugup bukan main.
***
Bersambung