"Ayo Aron lakukan servis terbaikmu?"
Secara tiba-tiba pelatih Masahiko berteriak dan memberi semangat. Aron yang mendengarnya kemudian tersenyum samar. Selama pertandingan pelatih Masahiko hanya mengatakan instruksi. Aron sangat senang karena ini yang pertama pelatih memberikan semangat dan itu adalah untuk dirinya. Tatapan mata Aron seketika berubah menjadi tajam. Kapten tim lawan seketika merasakan ketakutan dan firasat yang buruk. Dia lalu memberikan perintah kepada anggota timnya.
"Kalian semua dengarkan. Jangan sampai sedikitpun ada yang lengah!"
"Baik."
Anggota tim lainnya berteriak secara bersamaan. Bukan kapten mereka takut melainkan dia tahu kalau akan terjadi hal yang merepotkan. Aron melakukan jump float servis. Pada pertandingan pertama Aron hanya melakukan servis biasa. Tapi kali ini dia benar-benar akan melakukan kelebihannya. Lompat yang sungguh tinggi. Semua anggota tim lawan yang berada di lapangan seketika melangkahkan kakinya mundur ke belakang. Bola menuju ke arah libero lawan. Saat akan di terima dengan pass bawah lalu secara tiba-tiba bola berbelok arah. Bola tidak berhasil di tangkap dan masuk ke area lawan. Satu poin untuk tim Howaitoiguru.
"Nice Service."
Takao mengatakannya dengan seakan tidak percaya.
"Berhasil. Nice service."
Pelatih Masahiko telihat senang. Akhirnya Aron bisa melakukan jump float servis dengan baik. Sekarang kini tim lawan pasti merasa bingung. Dia lalu melihat waktu babak ke dua yang tersisa. Kini hanya tersisa lima belas menit. Walaupun tim kita tidak menang tetapi setidaknya mereka tidak akan membiarkan tim lawan memenangkan pertandingan dengan mudah.
"Kamu hebat Aron."
Atsushi memuji Aron.
"Baik."
"Sial! Itu pasti hanya kebetulan. Jangan besar kepala dulu!"
Kenta kemudian mengatakannya. Dia merasa iri dan kesal karena Aron bisa melakukan servis dengan baik. Dia tidak ingin kalah dari siapapun.
"Sudahlah. Kita kembali ke pertandingan."
Kirio menepuk dua tangannya dan mencoba untuk mendinginkan suasana. Jika terus dibiarkan mereka berdua akan berkelahi. Pertandingan terpaksa diberhentikan dan pelatih pasti marah. Sungguh tidak mudah menjadi seorang kapten. Menjadi pemimpin geng berbeda dengan posisi kapten tim. Terdapat beberapa aturan dalam pertandingan.
"Siap."
Semua anggota tim menjawab bersamaan. Meskipun Kirio masih belum memahami pertandingan voli namun dia tahu dasarnya. Saat sekolah dasar dia pernah bermain voli walaupun hanya sebagai anggota tim di pertandingan antar kelas. Kirio melihat ke arah Takao. Di pertandingan resmi anggota dan Libero akan bertukar tempat. Menjadi Libero memiliki hak untuk masuk dan keluar lapangan. Tim Howaitoiguru tidak bisa hanya mengandalkan Takao. Ini adalah kesempatan yang bagus.
"Tidak. Pelatih sedang menguji kemampuan kita."
Kirio berkata dengan nada suara yang pelan. Dia menarik nafas panjang dan mengeluarkannya. Tidak lama peluit berbunyi. Pertandingan kembali dimulai. Lima belas menit kemudian. Tim Howaitoiguru duduk dengan sedih. Kirio melihat ke atap langit. Skor 0-2. Tim lawan terlihat senang. Mereka berhasil memenangkan dua set pertandingan.
"Kalian telah bermain baik. Jangan sedih karena lawan kita adalah pemain junior tim nasional Jepang. Jadi, wajar saja kalian kalah."
Takao memberikan hiburan dan semangat kepada anggota tim nya.
"Itu benar. Langkah kalian masih jauh di depan. Karena itu kalian hanya perlu berlatih dengan rajin."
Pelatih Masahiko membenarkan perkataan dari Takao. Tidak lupa juga untuk memberikan sebuah nasihat. Para pemain dengan langkah kaki yang lesu menghampiri pelatih Hyuga. Pria yang mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pelatih Tim Nasional Jepang. Termasuk juga Shuichi Takao. Libero tim Howaitoiguru.
"Semuanya berbaris."
Kirio memberi perintah kepada anggota tim nya.
"Terima kasih atas kerjasamanya."
Semua anggota tim Howaitoiguru mengucapkan dan membungkukkan tubuhnya secara bersamaan. Begitu pula dengan tim lawan. Saat anggota tim Howaitoiguru melangkahkan kakinya pergi kemudian datang pelatih Masahiko.
"Siapa nama anak yang menjadi Libero itu?"
Dia bertanya kepada pelatih Masahiko.
"Oh, dia adalah Shuichi Takao. Kalau tidak salah dulu pernah mendapatkan penghargaan sebagai Libero terbaik di Jepang."
"Jadi begitu. Kamu memang beruntung memiliki pemain yang hebat sepertinya. Bisa mendukung anggota tim nya dari belakang. Sungguh Libero yang sejati."
"Benar. Ternyata kita juga bisa sependapat. Takao juga yang merekrut anggota."
"Dia yang merekrut anggota tim?"
"Takao selalu mengatakan kecintaannya dengan Voli. Hal itu juga yang membuat pak tua itu memintaku untuk menjadi pelatihnya."
"Benarkah itu? Sepertinya sungguh anak yang menarik."
Pelatih Hyuga tertawa lepas. Ekspresi wajah yang kesal diperlihatkan oleh pelatih Masahiko setelah mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu. Saat itu pelatih Masahiko ada di kuil.
"Sudah lama tidak bertemu Masahiko?"
Pelatih tim voli putri berusaha untuk menyapa pria yang sedang duduk didepannya.
"Oh, pelatih."
Masahiko menyambutnya dengan dingin. Dia kemudian mengalihkan pandangannya dan melihat majalah dewasa.
"Walaupun sudah mengetahuinya, tetapi aku masih tidak bisa menerima kalau kamu sekarang menjadi seorang biksu."
"Apakah kedatangan pelatih hanya untuk menasehati ku. Sekarang aku sudah terbebas dari segala duniawi dan menyatu dengan alam."
Masahiko membuang majalahnya. Dia berdiri lalu bersikap seperti seorang biksu. Sikap itu yang membuat pelatih tim voli putri menjadi marah.
"Kamu ini memang tidak pernah berubah sama sekali. Padahal aku datang jauh kemari hanya untuk menemui murid kebanggaan ku. Jangankan memberi minuman. Bahkan menyapaku saja kamu sudah enggan."
Pelatih tim voli putri sedang mengutarakan isi hatinya kepada Masahiko. Mantan muridnya saat masih di SMA Howaitoiguru.
"Lagipula jarak antara sekolah Howaitoiguru tidaklah jauh."
Masahiko tidak mau kalah kepada pelatihnya. Perdebatan antara murid dan juga guru mulai memanas. Tetapi tidak lama pelatih tim voli putri menghela nafas. Sebagai orang dewasa dan usainya lebih tua tentu dia harus lebih mengalah. Apalagi dia datang kemari karena memiliki sebuah tujuan.
"Sebenarnya aku ingin meminta bantuan kepadamu, Masahiko."
"Tidak mau."
Dengan cepat Masahiko menolak.
"Aku belum mengatakan apapun."
Pelatih tim voli putra terlihat frustasi. Dia memiliki harapan mengenai masa depan tim voli putra di sekolah bimbingannya.
"Bukankah pelatih sudah mengirimkan pesan? Aku tidak punya pengalaman untuk menjadi pelatih. Jadi kemampuanku juga masih kurang. Karena itu aku tidak bisa membantu."
Masahiko memberitahu alasan kenapa dia menolak permintaan dari mantan pelatihnya.
"Potensi anak-anak sangat mengejutkan. Mereka tidak kalah hebat dengan anggota tim saat kamu menjadi kapten dulu. Kamu datanglah untuk membimbing mereka."
Pelatih tim voli putri berusaha untuk membujuk Masahiko. Tetapi mantan muridnya itu justru menghela nafas.
"Kamu ini keras kepala sekali, pak tua."
Masahiko mengatakan mantan pelatihnya sebagai pak tua.
"Benar. Karena ini satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk membujuk dirimu."
Mantan pelatihnya dulu tidak marah. Dia bahkan menunjukkan ekspresi wajah yang serius.
"Tidak peduli berapa kali pelatih meminta. Aku tidak akan mau menjadi pelatih. Lagipula manta murid anda sudah lama berhenti dari dunia olahraga voli. Aku juga tidak ada kualitas untuk jadi seorang pelatih. Bukankah lebih baik anda yang menjadi pelatih mereka?"
Masahiko masih bersikeras menolaknya.
"Dasar anak kurang ajar. Aku telah menjadi pelatih tim voli putri. Mana mungkin bisa menjadi pelatih tim voli putra?"
Pelatih tim voli putri memaki Masahiko yang telah berbicara dengan sesukanya.
"Jujur saja, aku sangat sedih setelah mendengar berita jika kamu yang tiba-tiba berhenti menjadi pemain voli profesional. Setelah itu aku memutuskan untuk mengundurkan diri menjadi pelatih. Tetapi setelah beberapa tahun kemudian timbul perasaan bersalah di hatiku. Lalu aku memutuskan untuk kembali. Sayang sekali saat aku masuk menjadi guru pengajar, tidak ada anggota di tim voli putra. Tidak lama setelah itu kepala sekolah memintaku untuk menjadi pelatih tim voli putri. Sebulan setelahnya ada murid baru kelas satu. Dia dengan penuh semangat mencari anggota tim voli. Hingga pada akhirnya dia berhasil mendapatkan anggota. Karena itu aku mohon Masahiko."
Sungguh membuat terkejut siapapun yang melihat. Seorang pelatih yang hebat mau membungkukkan badan dan memohon kepada mantan muridnya.
"Maaf aku menolak. Sebenarnya aku tahu kalau pelatih serius. Tetapi aku tidak ingin mengurusi anak-anak SMA yang merepotkan."
"Aku akan kembali lagi di lain hari, Masahiko."
Pelatih tim voli putra kemudian berjalan pergi.
"Sudah aku bilang tidak mau."
Masahiko mengatakan penolakan tegas.
"Mungkin aku begitu mengganggu. Tetapi asalkan kamu bersedia menjadi pelatih dan aku akan melakukan apapun itu."
"Hei, dasar pria tua. Sial!"
Masahiko marah lalu memukul majalahnya ke tanah.