Chereads / AOZORA / Chapter 19 - Kunci Kemenangan Di Permainan

Chapter 19 - Kunci Kemenangan Di Permainan

Takao masuk ke dalam kamar mandi. Bak mandi yang besar. Dilihat semuanya membuat Takao kini tahu kalau rumah Kirio berhaya Eropa. Sungguh berbeda sekali dengan rumahnya yang memiliki khas Jepang. Takao meminta sebuah plaster kepada pelayan. Tidak lama kemudian pelayan itu memberikan plaster kepadanya.

Takao berdiri di depan kaca besar. Ukurannya setinggi manusia. Dia lalu melepaskan plaster dan membuangnya ke tempat sampah. Terlihat jelas buka luka di wajah Takao akibat setelah perkelahian dengan ayahnya. Mulai hari ini dia tidak akan pulang ke rumah. Menjalani hidup sesuai dengan keinginnanya.

"Aku akan membuktikan kepada ayah kalau keputusan ku itu tidak salah. Bisa bermain voli di sekolah ini dan dikelilingi oleh wanita cantik."

Takao kemudian tertawa. Hanya membayangkan saja sudah membuat dirinya senang. Ekspresi wajahnya berubah menjadi mesum. Memang sejak awal dia sekolah disini tidak lain hanya ingin bersama dengan para siswa wanita yang cantik. Setelah selesai mandi dia segera keluar. Di depan pintu ada Kirio yang sedang menunggunya.

"Apa kamu sudah selesai mandinya?"

Kirio bertanya kepada Takao.

"Iya."

Takao kemudian menjawabnya dan menganggukkan kepala.

"Ada yang ingin aku bahas denganmu."

Kirio menunjukkan jalan kepada Takao. Mereka lalu tiba di kamar. Kirio mendorong pintu dan mengajak Takao untuk masuk ke dalam ruangan itu.

"Ini adalah kamarku. Oh ya, pelayan ku sekarang sedang mempersiapkan sebuah kamar untukmu. Sebentar lagi pasti sudah selesai."

Kirio berkata kepada Takao.

"Apa yang ingin kamu bahas kapten?"

Takao lalu bertanya dan memanggil Kirio dengan panggilan kapten.

"Sudahlah. Kamu tidak perlu memanggilku kapten saat ada di rumah. Sebenarnya aku ingin membahas kepadamu mengenai pertandingan barusan."

Kirio lalu menasehati Takao agar tidak memanggilnya dengan nama kapten ketika ada di rumah. Selain itu, Kirio juga bertanya mengenai pertandingan barusan. Takao terdiam sebentar. Dia mulai mengingat kembali pertandingan sekolahnya dengan Tim Nasional Junior.

"Mereka pemain yang hebat. Ini pertama kali aku merasakan jantungku berdebar karena tegang."

"Tidak disangka aku mendengar ucapan itu dari pemain hebat sepertimu."

Kirio menggoda teman tim nya itu.

"Aku juga sama seperti yang lain. Kalian bisa menjadi pemain hebat jika rajin berlatih."

Takao berusaha untuk membuat Kirio percaya kepadanya.

"Kamu selalu berfikir positif Takao. Sebenarnya aku tidak penuh percaya diri sepertimu. Eh Takao, Kamu tidak ingin jadi Wing Speaker. Padahal dengan kemampuan kamu saat servis sangat hebat."

"Bisa melakukan servis itu belum tentu harus menjadi Wing Speaker. Selain itu, posisi Libero sangat keren. Walaupun dilarang memainkan posisi front row atau front court tetapi, pemain Libero memiliki tugas untuk mengendalikan pertahanan dalam permainan bola voli. Termasuk juga tugas mengejar bola pertama yang mengarah ke area bermain. Mengatur dan mengontrol seluruh lini pertahanan."

Takao mengatakannya dengan ekspresi wajah yang bersemangat. Kirio kini menjadi termotivasi dengan Takao bahkan juga kagum.

"Kamu benar."

"Setelah pertandingan kemarin membuat aku tahu satu hal. Kita masih harus banyak berlatih. Jika ini pertandingan yang sesungguhnya maka kita akan kalah. Jika kalah berarti tidak akan bisa lagi bermain ke pertandingan selanjutnya."

"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan, Takao?"

"Berlatih mengumpan, servis, dan melakukan spike. Pelatih Masahiko yang baik untuk menjadi guru kita."

"Aku tahu dia pelatih kita. Namun, kalau menjadi guru. Sikapnya dan perilakunya aja mesum."

"Apa kamu lupa kalau dia adalah mantan pemain Tim Nasional Jepang. Kemampuannya sangat hebat."

"Oh, ya. Kalau tidak salah Cleon meminta Setter Tim Nasional Junior untuk melatihnya."

"Benar, aku juga merasa iri kepadanya."

Baik Takao maupun Kirio berbincang mengenai pertandingan tadi tengah malam. Takao tidur di kamar Kirio. Saat tertidur Takao mendengkur. Tubuh Kirio terjatuh dari tempat tidur saat Takao tidak sengaja menendangnya. Dia mengambil bantal nya dan berbaring di lantai. Keesokan harinya.

"Maafkan aku."

Takao membungkukkan badanya dan meminta maaf kepada teman yang tidur satu kamar dengannya.

"Sudahlah tidak apa-apa. Kebetulan aku ingin tidur d bawah."

Kirio mengatakan kalau semua ini bukan kesalahan Takao. Berbeda dengan Takao yang sudah tahu kalau Kirio berbohong kepadanya.

"Semua salahku. Bagiamana cara aku menebus kesalahan ku?"

"Baik jika kamu memaksa. Sebagai gantinya aku memilki sebuah pertanyaan untukmu. Tentunya kamu harus menjawabnya."

"Aku pasti akan menjawabnya."

Takao berkata dengan menganggukkan kepala. Kirio meraih kursi belajarnya dan memberikan kepada Takao yang masih berdiri. Tidak lama Takao duduk di kursi itu. Mereka berdua kemudian duduk saling berhadapan.

"Kenapa kamu ingin bersekolah di Howaitoiguru? Bukankah seharusnya kamu lebih baik sekolah di Teiko atau Teitan?"

Kirio bertanya kepada Takao. Dia ingin melihat ekspresi wajah Takao yang akan ditunjukkan. Mungkin ini terlalu memaksa, tetapi Kirio telah tidak bisa lagi menyembunyikan rasa penasarannya. Takao menenggelamkan wajahnya dengan dalam. Dia diam sesaat. Suasana menjadi hening.

"Itu karena aku menyukai murid wanita yang bersekolah disini. Mereka nemakai rok pendek. Selain itu, murid wanitanya juga cantik dan ramah."

"Hah!"

Kirio terkejut mendengarnya. Sebuah jawaban yang sungguh tidak terduga. Ternyata karena alasan murid wanita di sekolahnya. Kini sepertinya Kirio harus berterima kasih kepada para gadis cantik di sekolahnya itu karena telah mempertemukan dirinya dengan seoarng pemain jenius voli.

Awan terlihat cerah di pagi hari. Cleon berdiri di lapangan voli tidak jauh dari sekolahnya. Dia sedang memegang bola. Seseorang yang berdiri di sampingnya tidak lain adalah setter Tim Nasional Junior Jepang. Suasana hatinya sungguh senang karena bisa berlatih dengan setter profesional.

"Hei, Cleon. Apakah kamu tahu jati diri seorang setter?"

Akihiro Fukatsu bertanya kepada Cleon.

"Setter adalah pengumpan."

Cleon kemudian menjawabnya.

"Memang benar setter adalah pengumpan. Namun, jati diri seorang setter adalah pangeran di lapangan voli. Dia yang mengontrol semua permainan. Tim tidak akan menang jika tidak memiliki setter yang hebat dan Libero yang kuat. Mereka berdua itu kunci kemenangan. Aku lihat kalian telah memiliki Libero yang kuat. Sekarang tinggal bagaimana kamu bisa menjadi setter yang hebat."

"Jadi begitu. Kekalahan kemarin karena ulahku."

Cleon berkata dengan kepala yang tertunduk. Dia terlihat sedih setelah mendengar kebenaran itu.

"Walaupun tidak sepenuhnya, tetapi salah satu penyebab kekelahan karenamu. Maaf, aku telah mengatakan yang sebenarnya."

"Tidak apa-apa. Ini lebih baik daripada tidak mengetahui kebenarannya. Selain itu, aku bukanlah pemain voli profesional."

"Kemampuan masih bisa diasah dengan berlatih. Tidak peduli dengan kemampuan. Aku dulu juga seperti kamu. Saat masuk sekolah menengah pertama, aku baru bermain voli. Saat itu aku menganggumi seseorang. Dia sangat hebat dalam bermain. Sejak saat itu, aku telah bertekad untuk berlatih dengan giat agar suatu saat bisa berhadapan dengannya dalam pertandingan resmi."