Chereads / AOZORA / Chapter 11 - Rival

Chapter 11 - Rival

Di cafe yang di janjikan guru Akashi melihat pelatih Masahiko yang sedang duduk dan sudah datang lebih awal. Guru Akashi lalu menundukkan kepala. Pelatih Masahiko tersenyum lebar.

"Terimakasih karena sudah mau meluangkan waktu untuk menemuiku."

"Tidak apa-apa. Kamu tidak perlu khawatir."

Guru Akashi melambaikan tangannya sebagai isyarat kalau dia baik-baik saja dan tidak merasa terganggu dengan permintaan dari pelatih Masahiko.

"Maaf, kalau boleh tahu ada apa ya kamu mencariku?"

Seketika pelatih Masahiko terdiam. Suasana berubah menjadi hening. Guru Akashi beranggapan kalau telah terjadi sesuatu yang dialami oleh pelatih Masahiko.

"Sebenarnya aku ingin meminta bantuan. Apakah guru Akashi mau menjadi pelatih dari tim voli putra sekolah Howaitoiguru?"

"Hah!?"

Guru Akashi sangat terkejut mendengarnya.

"Bukankah anda yang menjadi pelatih mereka?"

"Itu karena untuk menjadi pelatih tim voli putra juga harus seorang pengajar di sekolah. Aku tidak memiliki kemampuan untuk menjadi pengajar. Kalau guru Akashi pasti bisa. Tenang aja aku juga akan menjadi pelatih tidak resmi mereka dan menemani guru Akashi."

"Jadi begitu."

"Bagaimana pak? Apakah anda bersedia?"

Pelatih Masahiko bertanya. Guru Akashi kemudian terdiam sejenak. Dia sedang mempertimbangkan dengan baik mengenai permintaan dari pelatih Masahiko.

"Baiklah. Aku bersedia menjadi pelatih resmi tim voli kalian."

"Iya. Dengan ini aku masih bisa melatih mereka. Terimakasih guru Akashi."

Pelatih Masahiko kemudian meninggalkan cafe. Dengan mengelola sepeda dia pergi menuju ke rumah pelatih Yuichi. Tidak lama kemudian pelatih Masahiko tiba. Dia lalu memarkirkan sepedanya di depan.

"Oh, tidak aku sangka kamu datang mencariku."

Pelatih Yuichi menyapa pelatih Masahiko setelah melihat kedatangan mantan muridnya itu.

"Berisik. Aku datang kemari hanya untuk ingin menyampaikan sesuatu kepadamu, pak tua."

Pelatih Masahiko memasukkan jari kelingking kanannya ke telinga.

"Jadi, apakah kamu sudah menemukan jawabannya?"

Tanpa membuang waktu yang lama kemudian pelatih Yuichi bertanya kepada pelatih Masahiko.

"Tentu saja. Aku tidak akan menjadi seorang pengajar."

Dengan penuh semangat pelatih Masahiko mengatakannya.

"Seharusnya kamu tahu kalau tidak menjadi pengajar di sekolah Howaitoiguru itu berarti kamu tidak bisa melatih mereka."

"Siapa bilang aku tidak bisa menjadi pelatih? Aku memang bukan pelatih resmi mereka. Tetapi tidak ada larangan di permainan voli jika ada yang menjadi pelatih ke dua."

"Kalau benar begitu. Siapa yang akan menjadi pelatih resmi mereka?"

"Dia juga pengajar di sekolah anda. Orang itu adalah guru Akashi."

"Mana mungkin. Apa yang kamu maksud guru Akashi adalah pria pemalu dan tidak banyak bicara itu?"

"Iya benar."

Pelatih Yuichi menghela nafas mendengar jawaban dari mantan muridnya.

"Terserah kamu saja."

"Berhasil."

Pelatih Masahiko bersorak senang karena keinginannya terlaksana.

Di belakang rumah ada Takao yang sedang bermain bola voli sendirian.

"Permainan tidak akan menyenangkan tanpa ada lawan."

Secara tiba-tiba terdengar suara seseorang yang berbicara. Takao kemudian menengok ke belakang.

"Kapten."

"Panggil saja dengan namaku. Lagipula sekarang kita bukan satu tim."

"Maaf karena kebiasaan."

Tanpa Takao sadari dia memanggil Fujiwara sebagai kapten. Sebuah bola terbang menuju Takao. Mereka berdua lalu saling melakukan pass.

"Lebih baik kamu pindah sekolah. Jangan sampai bakat mu itu terkubur."

Takao menangkap bolanya. Dia terdiam sejenak dan tidak melakukan pass.

"Tenang aja. Tim voli putra sekolah Howaitoiguru pasti akan mengikuti pertandingan musim semi."

"Jangan bercanda!"

Fujiwara membentak Takao. Seketika juga Takao terkejut mendengarnya. Dia lalu melihat ke arah depan. Ekspresi wajah Fujiwara sungguh terlihat menakutkan.

"Aku tidak berbohong. Walaupun sekolah Howaitoiguru bukanlah sekolah favorit dalam olahraga voli. Tetapi sekarang berbeda. Kami memiliki pelatih hebat. Middle blocker pandai. Spiker yang kuat. Bahkan kapten tim kami juga memiliki sikap tenang seperti kamu, Fujiwara."

"Baiklah jika itu sudah menjadi keputusan mu Takao. Jangan menyesal."

Fujiwara kemudian melangkahkan kakinya pergi. Takao membungkukkan badan. Dia sangat menghormati kapten tim Teiko itu. Setelah sosok Fujiwara menghilang barulah Takao menghela nafasnya.

"Kamu sedang apa Takao?"

Seorang gadis berambut pendek bertanya kepada Takao.

"Kakak. Tidak apa-apa."

"Kalau begitu cepat masuk. Ayah sedang menunggumu."

"Baik."

Segera Takao menemui ayahnya. Di ujung rumah terdapat sebuah ruangan. Takao kemudian berdiri.

"Duduklah!"

Ayahnya mengatakan kepada Takao untuk duduk. Yuki, kakaknya menganggukkan kepala. Memberikan isyarat untuk melaksanakan perintah dari ayahnya. Takao duduk menyilang.

"Aku mendengar dari ibumu katanya kamu melanjutkan sekolah di sekolah Howaitoiguru. Apakah itu benar?"

Bagaikan seperti tersangka yang sedang di interogasi kini dialami oleh Takao.

"Benar ayah."

"Aku dengar tim voli sekolah itu telah mengalami penurunan."

"Memang sekolah Howaitoiguru mengalami penurunan. Tetapi itu dulu. Sekarang tim voli kami telah berubah."

"Apakah kamu kira hanya datangnya satu pemain hebat bisa membuat tim menjadi kuat. Hah!"

"Tetapi Takao hanya ingin berada di sekolah itu."

"Dasar anak kurang ajar!"

Sebuah vas bunga terbang ke udara. Tuan Bryant sangat marah hingga melemparkan vas ke arah Takao. Seketika vas bunga terbentur dinding. Pecahan dari vas itu mengenai kening Takao hingga berdarah.

"Ayah sudahlah jangan marah lagi. Takao, kening mu terluka. Ayo kita keluar mengobati lukamu itu."

Yuki mengajak adiknya pergi. Dia juga memberikan sapu tangan kepada adiknya. Takao menerima sapu tangan itu kemudian meletakkannya di kening. Ke esokkan harinya dan setelah jam pulang sekolah.

"Atsushi, kamu terlalu cepat melompat."

Pelatih Masahiko menasehati Atsushi.

"Baik."

Bola di pukul keras oleh Kenta. Atsushi melompat tinggi. Dia berusaha menahan bola tetapi sayang sekali bola masih bisa lepas kemudian jatuh ke bawah.

"Berhasil."

"Nice Kill."

Kenta merasa senang karena berhasil mencetak angka. Cleon memuji Kenta.

"Cuih!"

Berbeda dengan Kenta. Sedangkan Atsushi kesal karena gagal mengadang bola itu.

"Bagus Atsushi. Teruslah merasa bersaing dan tidak mau kalah. Dengan begitu kamu akan berkembang."

Pelatih Masahiko mengatakannya. Karena suara itu pelan sehingga tidak terdengar para pemain. Kirio melakukan servis. Kali ini dia melakukannya dengan pelan. Bola jatuh tepat di depan jaring. Segera Aron menerima bola itu. Badannya kemudian terjatuh ke lantai kayu.

"Bola peluang."

Bola terbang menuju ke tempat lawan.

"Tidak akan aku biarkan menjadi peluang kalian."

Kirio menyambut bola itu dan memberikan kepada setter mereka. Cleon segera mengumpankan bola itu kepada Kenta yang sudah yang sudah bersiap. Saat Kenta memukul bola secara tiba-tiba Atsushi melompat dan menghadangnya. Bola kemudian jatuh ke bawah melewati Kenta.

"Keren. Mereka berdua memang rival."

Takao memuji Kenta dan Atsushi.

"Orang yang tidak mau kalah memang menakutkan."

"Oh, Aron yang bahkan jarang berbicara bisa mengatakan seperti itu."

Cleon kemudian mengatakannya.

"Tidak perlu tegang. Sekarang kita akan membalasnya."

"Iya."

"Itulah kehebatan dari sang kapten. Hanya dengan beberapa kalimat saja bisa membuat semangat semua anggota tim."

Seketika ekspresi wajah Revian menunjukkan kebahagiaan.