Chereads / AOZORA / Chapter 5 - Hadirnya Pelatih Tim Voli Putra

Chapter 5 - Hadirnya Pelatih Tim Voli Putra

"Sudah lama tidak bertemu Masahiko?"

Pelatih tim voli putri berusaha untuk menyapa pria yang sedang duduk didepannya.

"Oh, pelatih."

Masahiko menyambutnya dengan dingin. Dia kemudian mengalihkan pandangannya dan melihat majalah dewasa.

"Walaupun sudah mengetahuinya, tetapi aku masih tidak bisa menerima kalau kamu sekarang menjadi seorang biksu."

"Apakah kedatangan pelatih hanya untuk menasehati ku. Sekarang aku sudah terbebas dari segala duniawi dan menyatu dengan alam."

Masahiko membuang majalahnya. Dia berdiri lalu bersikap seperti seorang biksu. Sikap itu yang membuat pelatih tim voli putri menjadi marah.

"Kamu ini memang tidak pernah berubah sama sekali. Padahal aku datang jauh kemari hanya untuk menemui murid kebanggaan ku. Jangankan memberi minuman. Bahkan menyapaku saja kamu sudah enggan."

Pelatih tim voli putri sedang mengutarakan isi hatinya kepada Masahiko. Mantan muridnya saat masih di SMA Howaitoiguru.

"Lagipula jarak antara sekolah Howaitoiguru tidaklah jauh."

Masahiko tidak mau kalah kepada pelatihnya. Perdebatan antara murid dan juga guru mulai memanas. Tetapi tidak lama pelatih tim voli putri menghela nafas. Sebagai orang dewasa dan usainya lebih tua tentu dia harus lebih mengalah. Apalagi dia datang kemari karena memiliki sebuah tujuan.

"Sebenarnya aku ingin meminta bantuan kepadamu, Masahiko."

"Tidak mau."

Dengan cepat Masahiko menolak.

"Aku belum mengatakan apapun."

Pelatih tim voli putra terlihat frustasi. Dia memiliki harapan mengenai masa depan tim voli putra di sekolah bimbingannya.

"Bukankah pelatih sudah mengirimkan pesan? Aku tidak punya pengalaman untuk menjadi pelatih. Jadi kemampuanku juga masih kurang. Karena itu aku tidak bisa membantu."

Masahiko memberitahu alasan kenapa dia menolak permintaan dari mantan pelatihnya.

"Potensi anak-anak sangat mengejutkan. Mereka tidak kalah hebat dengan anggota tim saat kamu menjadi kapten dulu. Kamu datanglah untuk membimbing mereka."

Pelatih tim voli putri berusaha untuk membujuk Masahiko. Tetapi mantan muridnya itu justru menghela nafas.

"Kamu ini keras kepala sekali, pak tua."

Masahiko mengatakan mantan pelatihnya sebagai pak tua.

"Benar. Karena ini satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk membujuk dirimu."

Mantan pelatihnya dulu tidak marah. Dia bahkan menunjukkan ekspresi wajah yang serius.

"Tidak peduli berapa kali pelatih meminta. Aku tidak akan mau menjadi pelatih. Lagipula manta murid anda sudah lama berhenti dari dunia olahraga voli. Aku juga tidak ada kualitas untuk jadi seorang pelatih. Bukankah lebih baik anda yang menjadi pelatih mereka?"

Masahiko masih bersikeras menolaknya.

"Dasar anak kurang ajar. Aku telah menjadi pelatih tim voli putri. Mana mungkin bisa menjadi pelatih tim voli putra?"

Pelatih tim voli putri memaki Masahiko yang telah berbicara dengan sesukanya.

"Jujur saja, aku sangat sedih setelah mendengar berita jika kamu yang tiba-tiba berhenti menjadi pemain voli profesional. Setelah itu aku memutuskan untuk mengundurkan diri menjadi pelatih. Tetapi setelah beberapa tahun kemudian timbul perasaan bersalah di hatiku. Lalu aku memutuskan untuk kembali. Sayang sekali saat aku masuk menjadi guru pengajar, tidak ada anggota di tim voli putra. Tidak lama setelah itu kepala sekolah memintaku untuk menjadi pelatih tim voli putri. Sebulan setelahnya ada murid baru kelas satu. Dia dengan penuh semangat mencari anggota tim voli. Hingga pada akhirnya dia berhasil mendapatkan anggota. Karena itu aku mohon Masahiko."

Sungguh membuat terkejut siapapun yang melihat. Seorang pelatih yang hebat mau membungkukkan badan dan memohon kepada mantan muridnya.

"Maaf aku menolak. Sebenarnya aku tahu kalau pelatih serius. Tetapi aku tidak ingin mengurusi anak-anak SMA yang merepotkan."

"Aku akan kembali lagi di lain hari, Masahiko."

Pelatih tim voli putra kemudian berjalan pergi.

"Sudah aku bilang tidak mau."

Masahiko mengatakan penolakan tegas.

"Mungkin aku begitu mengganggu. Tetapi asalkan kamu bersedia menjadi pelatih dan aku akan melakukan apapun itu."

"Hei, dasar pria tua. Sial!"

Masahiko marah lalu memukul majalahnya ke tanah. Tanpa terasa waktu berlalu dengan sangat cepat. Sekarang jam sudah menunjukkan angka tujuh malam. Pelatih tim voli putri kembali ke sekolah. Dia lalu mendengar suara bola voli.

"Takao masih berlatih voli?"

Melihat Takao yang berlatih seketika membuatnya mengenang masa lalu. Masahiko saat masih SMA juga giat dalam berlatih hingga sering dimarahi oleh pelatih dan memintanya untuk pulang. Selama tiga puluh menit pelatih berdiri di depan pintu dengan melipatkan dua tangan. Saat Takao menengok ke belakang dan barulah dia menyadari seseorang berdiri di belakangnya.

"Selamat malam pelatih."

Takao segera membungkukkan badan dan memberikan salam kepada pelatih.

"Tidak baik kalau berlatih terlalu keras. Kamu juga harus menjaga kesehatan dengan baik."

Pelatih tim voli putri memberikan saran kepada Takao dengan wajah datarnya. Banyak yang mengetahui kalau pelatih tim voli putri adalah orang yang tidak memiliki ekspresi. Walaupun marah tetap juga mengatakannya dengan datar.

"Iya pak."

Takao berdiri tegak dan menjawabnya dengan cukup lantang. Dia lalu mengumpulkan bola yang berada di lantai. Memasukkannya ke dalam keranjang. Setelah selesai Takao pulang ke rumah. Pelatih tim voli putri yang menutup ruang olahraga. Takao pulang dengan berjalan kaki. Beruntung sekali jarak rumah dan sekolah tidak begitu jauh. Saat dalam perjalanan dia bertemu dengan dua orang.

"Hei, hei, hei. Ternyata kamu Takao."

Salah satu orang yang memakai jaket berwarna hitam menyapanya.

"Kalian ada di sini."

Takao kemudian menjawabnya. Mereka berdua adalah rekan setimnya saat masih berada di SMP Teiko.

"Lama tidak bertemu Takao."

"Iya. Bagaimana dengan kalian? Aku sangat terkejut bisa bertemu kembali dengan kalian."

"Daisuke menghubungiku. Katanya dia mau mengajak nonton pertandingan voli tim nasional Jepang dengan Italia. Karena itu aku menemuinya sepulang sekolah."

Salah satu mantan tim menunjuk temannya.

"Apa-apaan kamu, Andre."

Seketika wajah Daisuke memerah karena malu.

"Tim nasional Jepang ya?"

Takao mengulangi kalimat yang tadi di ucapkan oleh Andre.

"Iya. Impian kita untuk menjadi anggota tim nasional Jepang. Walaupun sekarang kita bertiga telah berpisah, tetapi suatu saat nanti kita akan bertemu di tim nasional Jepang."

Daisuke berjanji kepada Takao dan Andre.

"Sebelum itu aku harus menjadi Wing Speaker terbaik."

Andre bersemangat saat menyebutkan salah satu impiannya.

"Aku juga tidak mau kalah darimu, Andre. Walaupun Libero tidak terlihat keren. Asalkan bola tidak jatuh ke tanah maka timku bisa menang."

Takao ikut bersemangat seperti Andre.

"Oh, ya Takao. Aku dengar kamu masuk ke tim voli putra sekolah Howaitoiguru. Apakah itu benar?"

Secara tiba-tiba Daisuke bertanya kepada Takao.

"Ternyata kamu sudah mendengarnya."

Temannya sangat terkejut mendengar perkataan dari Takao. Orang yang menjadi Libero terbaik di Jepang ini masuk ke sekolah yang tidak terkenal itu.

"Memang benar tim sekolah Howaitoiguru dulunya melahirkan pemain voli yang hebat. Tetapi sekarang hanya sebuah nama. Bahkan aku mendengar sekarang sekolah itu tidak memiliki anggota tim Voli."

"Siapa yang bilang sekolah Howaitoiguru tidak memiliki anggota? Aku adalah salah satu anggota tim mereka yang menempati posisi Libero di sana. Kami juga memiliki anggota."

Seketika wajah Takao menjadi serius saat mendengar tim voli sekolahnya tidak memiliki anggota.