Di gedung olahraga voli putra setelah jam pulang sekolah. Takao sedang membuka pintu.
"Hei, lihatlah! Pria itu datang lagi."
"Benar. Padahal seharusnya dia tahu kalau tim voli putra tidak memiliki anggota."
Dua gadis yang juga merupakan anggota tim voli putri membicarakan Takao yang masih tetap datang ke ruangan voli. Setelah Takao masuk lalu terdengar suara bola. Sepertinya Takao sedang berlatih sendirian. Pemandangan yang menyedihkan membuat simpati para pemain tim voli putri. Tetapi tidak lama kemudian datanglah sekelompok orang yang menyeramkan. Mereka berjalan menuju gedung olahraga voli.
"Ihh, menyeramkan."
"Siapa mereka? Wajahnya seram sekali."
"Bukankah dia murid kelas satu yang terkenal nakal?"
"Kenapa dia masuk ke ruangan voli. Jangan bilang mereka ingin melukai Takao."
"Ayo kita laporkan kepada pelatih."
Seluruh anggota tim voli putri berlari untuk menemui pelatih mereka. Karena hanya pria dewasa yang bisa menghadang sekelompok anak nakal itu. Beruntung sekali pelatih mereka ada di ruangan guru.
"Pelatih."
Segera para anggota tim voli putri menghampiri pelatih mereka.
"Ada apa dengan kalian?"
Pelatih terkejut melihat anggota timnya yang berlari mendekatinya. Setelah tiba, mereka saling menatap satu sama lain.
"Pelatih. Ada sekelompok anak nakal dari kelas satu yang masuk ke dalam gedung olahraga voli. Sepertinya mereka ingin memukul Takao."
"Mereka ingin buat keributan? Kalau begitu kita harus segera kesana."
Pak pelatih segera bangkit dari tempat duduknya. Dia lalu berlari menuju ke gedung olahraga voli. Tetapi setiba di sana terjadi hal yang tidak terduga. Sekelompok anak nakal tadi rupanya sedang bermain voli. Takao yang menjadi pengajar mereka.
"Tidak mungkin. Mereka berteman baik."
Semua aggota tim voli putri pun terkejut melihat sekelompok anak nakal dan Takao berada di dalam ruangan yang sama.
"Ha...ha...ha!"
Pelatih tertawa lepas hingga terdengar oleh Takao dan sekelompok anak nakal.
"Ternyata kalian memang orang yang menarik."
"Pelatih."
Takao terkejut melihat pelatih bersama dengan anggota tim voli putri berdiri di depan pintu. Pelatih kemudian berjalan masuk ke dalam.
"Sepertinya sekarang anggota tim voli putra telah lengkap."
"Iya."
Melihat sikap kekonyolan Takao membuat sekelompok anak nakal berusaha untuk menahan tawa. Takao tidak menyadari akan sikapnya. Dia hanya tahu kalau dengan keberadaannya sebagai Libero dan enam anggota yang sekarang. Mereka sudah dapat mengikuti pertandingan voli. Jumlah mereka telah lengkap.
"Begini. Apakah pelatih mau menjadi pelatih kami?"
Sungguh tidak terduga dengan permintaan dari Takao kepada pelatih.
"Maaf. Aku tidak bisa menjadi pelatih kalian. Bukannya aku menolak. Sekarang aku telah menjadi pelatih tim voli putri. Kalian tidak perlu khawatir. Aku akan membawakan pelatih untuk kalian."
Pelatih kemudian menolaknya. Tetapi dia juga berjanji kepada Takao untuk mencarikan pelatih.
"Baik pak."
Takao tidak marah dengan penolakan itu. Dia justru mempercayai janji dari pelatih tim voli putri itu.
"Teman-teman. Bagaimana kalau kita berlatih servis? Aku yang akan menerimanya."
Takao menunjukkan diri dengan ibu jarinya dan mengajak sekelompok anak nakal itu.
"Tetapi sebelumnya aku belum mengenal nama kalian."
Siswa yang bertubuh besar itu mendekat lalu mengusap rambut Takao.
"Dasar. Bukankah kita ini satu kelas?"
Takao kemudian menepis tangan siswa bertubuh besar itu dan memasang wajah kesal. Dia beranggapan kalau bukan anak kecil lagi.
"Jangan usap kepalaku."
Takao melarang siswa itu mengusap kepalanya.
"Oh, ternyata kamu bisa marah juga. Maaf."
Siswa itu kemudian meminta maaf kepada Takao. Tetapi tidak ada jawaban. Temannya menilai Takao di balik sikap ramah kalau dia sebenarnya merupakan orang yang menakutkan. Takao kemudian mengambil bola voli di keranjang. Dia lalu mengajak temannya.
"Ayo kita berlatih servis?"
Sekelompok anak nakal hanya berdiri diam. Takao mengedipkan mata sebanyak dua kali. Sikap mereka terlihat sedang ketakutan.
"Kenapa kalian diam saja?"
"Baik."
Segera sekelompok anak itu menjawabnya. Takao melemparkan bola ke atas. Dia lalu melompat tinggi kemudian memukul bola itu sangat keras. Dengan cepat bola melewati net dan turun ke bawah.
"Duak."
Terdengar bunyi bola yang terpantul ke lantai.
"Hih?"
Seluruh anggota tim voli putri ketakutan melihat servis hebat dari Takao.
"Hei, apakah benar posisimu di lapangan sebagai Libero?"
Takao membalikkan badannya dan menatap ke arah suara yang bertanya kepadanya.
"Benar. Posisiku dulu adalah seorang Libero."
"Kalau benar kenapa kamu bisa melakukan servis yang begitu keras? Bukankah tugas Libero hanya menerima bola."
"Kamu bicara apa Kenta? Tidak ada hubungannya antara posisi Libero dengan kemampuan dalam melakukan servis."
Siswa yang bertubuh besar itu bernama Kenta. Dia juga merupakan salah satu dari kelompok anak nakal paling di takuti.
"Dasar pria yang aneh."
"Sudahlah. Tahan amarahmu."
Secara tiba-tiba siswa yang bertubuh pendek dan bersikap tenang itu berusaha menenangkan hati Kenta.
"Itu bukan urusanmu Atsushi."
Kenta kemudian memegang kerah Atsushi. Dia merasa kesal dan beranggapan kalau temannya itu terlalu sok menjadi seorang pahlawan. Atsushi adalah anggota dari tim mereka yang paling tertua. Walaupun selisih mereka semua hanya beberapa bulan saja. Selain itu Atsushi orangnya juga paling tidak suka dengan pertengkaran.
"Maaf. Apakah kita bisa meneruskan latihannya?"
Takao mencoba untuk menenangkan perselisihan antara Kenta dan Atsushi. Sedangkan ketua mereka hanya menghela nafas. Padahal tadi Kenta sedang berselisih dengan Takao dan sekarang Atsushi. Memang diantara anggota mereka hanya Kenta yang susah di atur. Selain itu juga sikapnya kasar dan mudah marah. Kenta melepaskan kerah baju milik Atsushi kemudian mendorongnya hingga terjatuh.
"Kamu tidak apa-apa?"
Takao segera menghampiri Atsushi. Dia lalu membantu Atsushi untuk bangun. Kenta mencoba untuk melakukan servis. Dia melompat dan memukul bola. Tetapi bola itu kemudian mengenai jaring net voli. Kejadian itu membuat teman-temannya tertawa. Kenta membalikkan badan dan menatap tajam kepada temannya itu. Seketika temannya menghentikan tawa. Mereka lalu mengalihkan pandangannya ke arah yang berbeda untuk menghindari tatapan Kenta.
"Sudah-sudah. Ini baru permulaan kok."
Takao menepuk telapak tangannya dan berusaha mencarikan suasana.
"Maaf. Aku telah gagal melakukan servis. Ini salahku."
Semua orang yang berada di lapangan terkejut mendengar Kenta yang mau meminta maaf. Dia telah mengakui kesalahannya. Takao kemudian tersenyum lebar. Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Bahkan untuk pemain yang hebat sekalipun. Seseorang mengambil bola voli di keranjang. Dia lalu melemparkan bola sangat tinggi. Terdengar jelas langkah kakinya saat berlari.
"Doam."
Tidak hanya itu saja. Bahkan pria itu melompat juga menimbulkan suara. Dia lalu memukul bola dengan keras. Bola itu terbang ke udara dan jatuh tepat di ujung belakang lapangan.
"Hebat. Bagaimana dia bisa melakukannya?"
Salah satu anggota tim voli putri terpanah melihat pria itu.
"Nice Servis Kirio."
Takao memuji kehebatan servis teman timnya.
"Iya."
Dengan singkat Kirio menjawab pujian itu. Kirio yang merupakan pemimpin dari anggota mereka. Setelah melakukan servis, Kirio lalu berjalan kembali menuju ke tempat awal.