"Ma?" panggilku lirih.
Usai makan malam tadi Mama tak menampakkan diri katanya ada drama Korea baru dan dia ketinggalan. Mau tak mau kalau aku ingin bertanya banyak hal ya aku yang harus mencari Mama ke segala sudut rumah.
Huft, beginilah Mamaku itu. Dia pasti mencari segala tempat yang bisa membuatnya nyaman untuk menonton drama Korea.
Kalau tak ada di kamarnya maka Mama sedang di gazebo dengan membawa bantal juga selimut, paling banter nanti malam Mama akan tidur disana tak peduli hujan badai ataupun yang lainnya. Ya untuk apa mempedulikan hujan, toh kan itu gazebo sudah di desain sedemikian rupa oleh Papa.
Sudah ada pintu juga penghangat ruangan, ah Papa benar-benar manusia paling bucin di seluruh jagat raya sih. Namun aku jutsru tersenyum tipis mengingat sikap Papa pada Mama selama ini, benar-benar tipe laki-laki begitu memuja juga menghargai wanitanya.
"Melihat papa bucin akut aku ragu kalau di masa depan akan bertindak biasa-biasa saja. Sepertinya akan lebih parah," gumamku.
Dalam hati aku hanya bisa berharap semoga kelak aku juga begitu dengan wanitaku. Akan lebih baik jika aku bersikap sedikit lebih kalem, karena kan kata Mama dulu suaminya yang tak lain adalah Papa kandungku itu tipe orang yang bar-bar tingkat akut.
Menurut Paman Dewa dulu Papa juga yang paling bandel, nah untuk satu ini aku tak percaya sama sekali. Dilihat dari hadirnya Kak Regia bukankah sudah jelas kalau yang paling bandel itu Paman Dewa sendiri?
Ah bukan maksudku menjelek-jelekkan Paman, tapi kan aku hanya mengatakan realitanya saja. Aku menghembuskan nafas kesal saat mendengar benda-benda yang berjatuhan dari arah dapur.
Kalau saja telingaku tak salah dengar, atau masih normal maka tadi aku sempat mendengar bahwa Kak Regia ingin makan roti bakar. Dasar mereka itu, padahal Mama sengaja masak banyak agar anak-anaknya tak kelaparan lagi tapi endingnya pun juga tetap kayak gini.
"Ma? Mama di sini?"
Dan seperti tadi, kali ini pun juga tak ada jawaban dari sudut manapun. Lantaran gazebo dengan dapur itu bersebalahan aku bisa mendengar dengan jelas percekcokan adik kakak itu.
"Mbul?"
Panggilan singkat itu membuatku yang tadi berjalan santai kini sudah sedikit ku percepat. Aku membuka pintu gazebo dan menemukan Mama yang menikmati segelas susu hangat juga beberapa camilan ringan.
Tanpa meminta izin aku langsung menenggak sisa susu yang ada, "kenapa aku nggak dibuatin susu sekalian sih Ma?" tanyaku sambil melepaskan sepatu dan ikut masuk ke dalam gazebo.
Pandanganku kini tertuju pada layar ponsel milik Mama yang menampilkan drama Korea itu. Tuh kan aku benar, pasti Mama ada disini dan menonton drakor dengan membawa bantal juga selimut.
Bedanya adalah disini tak ada Papa, paling kalau Papa sekarang ada di kamar atau di ruang kerja. Memang semenjak aku beranjak dewasa kami jarang berkumpul bersama-sama seperti dulu saat aku masih kecil.
"Mama tadi males banget Mbul, toh kan itu udah kamu minum juga susunya."
Mendapat balasan demikian membuatku terkekeh canggung, iya juga sih ya. Lha wong segelas susu hangat ini sudah kuhabiskan lantas kenapa aku sekarang heboh karena tadi tak dibuatin sekalian?
Ah dasar aku ini memang kadang suka kurang fokus, habisnya mau ketemu Mama aja susahnya minta ampun. Mana harus melewati dua sejoli yang punya temperamen buruk itu lagi, hadeh capek deh.
"Kamu ngapain di sini, Mbul?" tanya Mama padaku.
Aku tersenyum lantas menggelengkan kepala, "nggak jadi ah, Ma. Nggak penting-penting banget kok hehe."
Mata Mama tampak menatapku dengan pandangan menyelidik namun aku tak peduli ya Ma. Sesuai dengan apa yang ku katakan barusan, ini tak begitu penting jadi bisa di abaikan kok.
Dan juga, ini hanya masalah tentang anaknya Bu Dian yang aku bahkan tak tau rupanya semacam apa dan bagaimana. Daripada menanyakan hal yang tidak perlu alangkah lebih baik jika aku ikut Mama mengabiskan waktu menonton drama Korea ini bukan?
Lagian baru juga jam sembilan, kalau nanti hendak tidur ya aku tinggal balik ke kamar lah. Ah dan juga besok itu sekolah kan ya, huft malas rasanya sekolah setelah mengabiskan waktu seharian rebahan.
Dan, apa kabarnya gadis di sampingku itu?
Maksudku gadis duduk sebangku denganku, dilihat dari raut wajahnya dia tampak seperti anak yang terlantar. Namun aku tidak bisa semudah itu menyimpulkan, bisa gawat kalau sampai orang tuanya tau.
Namanya siapa ya kemarin?
Aku bahkan juga meminta nomor ponselnya namun aku memintanya menggunakan ponsel Gibran jadi aku lupa namanya siapa. Kalau dipikir-pikir ulang sih tak seharusnya aku menjauh darinya dengan alasan Gibran tertarik padanya.
Biar bagaimanapun setauku sistem pembagian kelas tak akan berubah hingga akhir sekolah. Kemungkinannya aku dipaksa oleh keadaan untuk akrab dengannya, ya sudahlah besok aku akan mulai mencobanya lagi dari awal.
Tiba-tiba aku ingin tertawa kencang, ya kan sekarang juga masih awal-awal sekolah lantas apa tadi ku katakan itu sih?
Duh aki bersikap seolah-olah aku pernah membuat kesalahan dan akan mencoba untuk memperbaikinya saja. And the realita bukan begitu keadaannya ya kawan-kawanku tercinta, aku tak berbuat salah tapi aku hanya ingin berteman saja.
Sepertinya dia juga tak tertarik padaku, dengan alasan ini aku yakin kalau suatu saat dia tak akan merepotkanku dengan tiba-tiba mengungkapkan perasaannya.
"Mbul!"
Panggilan yang lebih mirip teriakan itu membuatku tersentak kaget. Ah Mama tuh ya suka banget bikin anaknya jantungan.
"Dipanggil-panggil dari tadi diem aja kamu tuh. Awas ya nanti kalau kamu kesambet mama nggak tanggung jawab," ucap Mama yang kini menatapku sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Apa sih Ma? Ancamannya kenapa ngeri kayak gitu sih hiks.
Tapi kenapa Mama yang biasanya kalau nonton drama Korea ini tak bisa disentuh kini malah memanggil-manggil namaku?
"Ada apa emangnya, Ma? Tumben banget Mama real ninggalin drakor cuma buat manggil namaku," ujarku sambil terkekeh geli.
Ya kan memang begitu lah faktanya, selagi ada waktu menggoda Mama maka akan ku lakukan sebelum Papa mengambil alih alias memonopoli Mama.
"Itu tadi Papa kamu telpon kamu nggak angkat," ujar Mama tanpa menatapku.
"Hah? Papa telepon? Ngapain sih Papa pakai telepon segala kan kalau butuh apa-apa biasanya juga teriak-teriak kayak Tarzan."
Tepat setelah aku selesai mengucapkan kalimat itu pandangan Mama sepenuhnya tertuju ke arahku. Tatapan dingin, tajam dan menusuk itu sontak membuat ku menggaruk pelipis yang sama sekali tak gatal.
"Iya Ma iya, nanti aku minta maaf sama Papa jadi jangan kayak gitu juga ngeliatinnya."
"Ya udah sana pergi," usir Mama.
"Loh Ma kan aku udah minta maaf kenapa malah diusir sih?" tanyaku tak terima.
Plak!
Satu tabokan pelan mendarat di keningku, "Papa kamu telpon artinya dia lagi nyari kamu. Udah sana pergi."
Owalah gitu toh, kan kirain tadi Mama mengusirku ehehe.
-BERSAMBUNG-