Semuanya berjalan lancar dan kini aku sangat mengantuk. Namun, malas tidur karena Mama sudah pulang.
Bisa diomeli habis-habisan aku jika Mama tau kalau semalam aku begadang. Jadi daripada tidur aku lebih memilih untuk segera mandi.
Applause for Gibran yang masih anteng duduk di sofa sambil memiringkan ponsel miliknya. Hm, dia masih setia main game padahal ini mungkin sudah hampir dua belas jam dia memainkan game online itu.
Mama yang biasanya dipatuhinya pun kini di abaikan, sedangkan Papa memilih untuk mengabaikan Gibran begitu tahu kalau sekarang hari libur. Alasan Papa mengabaikan Gibran tak lain karena dia sendirinya juga ingin main game nanti.
Mungkin sekarang Papa tengah membujuk Mama agar tak mengganggunya saat bermain game nanti.
Dan aku kini sedang, tring!
Ya benar aku sedang berkirim dengan Febi. Rupanya dia yang mengubungiku terlebih dahulu padahal aku sudah menyiapkan diri untuk mengirim pesan lebih dulu padanya.
From Febi:
[Um ngga gitu juga sih, intinya tuh disuruh buat perkenalan diri sendiri dulu gitu. Paham nggak?]
Aku cukup bingung tapi kemudian segera membalasnya.
To Febi:
[Kayaknya sih paham deh, intinya kalian diminta buat video dan harus diupload di akun Instagram masing-masing kan ya?]
From Febi:
[Nah iya, singkat ceritanya memang kayak gitu deh.]
Entah di detik ke berapa aku menghentikan obrolan dan membiarkannya mengirim banyak pesan. Tak seperti saat mengobrol biasa, berbincang dengannya lewat sosial media itu rasanya aneh dan dia sedikit membosankan.
"Suu!"
Teriakan Kak Regia tanpa perlu kuberikan jawaban ia langsung segera menarik tanganku menuju ke ruang tamu. Kini kami bertiga duduk berhadap-hadapan seperti semalam, samar-samar aku masih bisa mendengar Mama membela diri kalau nanti dia tak sengaja mengganggu maka jelas itu salahnya Papa.
Tentu saja sebagai anak yang berbakti aku setuju akan ucapan Mama itu.
"Eh kalian dengerin sini deh," cicit Kak Regia seakan-akan topik yang akan kami bahas ini tak boleh didengar oleh orang lain.
Uh padahal kan ya kalau saja tak boleh didengar orang lain seharusnya Kak Rania memilih posisi duduk yang agak jauh dari kamar Mama dan Papa.
"Kenapa lagi kali ini, Kak?" respon Gibran lantaran ia sudah merasa sangat bosan dengan drama yang kakaknya bawakan.
"Tau Bu Dian calon mertuanya Suu Suu nggak, Bran?" tanya Kak Regia pada Gibran seolah-olah aku tak kasat mata alias aku di abaikan.
Oke baiklah silahkan kalian bercerita dan ia akan mendengarkan. Toh kan memang itulah tujuan kak Regia mengajaknya kemari, tak lain karena dia diminta untuk mendengarkan orang-orang yang tengah menggosipkanku.
Bagus, setidaknya kan Kak Regia tidak berbicara di belakang dan ia lebih memilih untuk berbicara langsung di depan orangnya. Maklum Paman Dewa dulu juga ember bocor kata Papa ya maka beginilah keadaannya saat ini.
"Emang siapa anggota keluarga besar kita yang nggak kenal Bu Dian sih kak," jawab Gibran.
Menurut pendengaran ku yang masih normal dan masih baik-baik saja sepertinya dia sedang merasa kesal. Uh Bran, dia itu kakakmu.
Entah ratusan atau bahkan ribuan kali kau menolaknya namun faktanya dia tetap kakakmu juga. Ya walau sedikit menyedihkan namun tahan lah sebentar, dia sekarang ini sedang dalam mode serius.
Iya serius, seriusan deh dia si Kak Regia itu sekarang benar-benar sedang gibah orang.
"Bu Dian pindah kesini loh," ujar Kak Regia bersemangat membuatku terkejut.
Namun aku hanya boleh menyimak bukan merespon atau menyela ucapannya. Untung saja Gibran itu kawan yang cukup peka jadi dia mewakilinya yang tak paham apa-apa.
Dan ia juga tak mengerti mengapa semua berita penting harus Kak Regia dulu yang mendengarnya bukan malah dirinya.
"Dari mana dapet informasi kayak gitu, Kak?" Gibran agaknya ikut penasaran.
"Mommy."
Itu artinya Kak Regia mendengar informasi ini langsung dari Mamaku, lah pantas saja aku tak diberi tau. Pasti Mama melakukan ini semua tak lain agar membuatnya tetap merasa penasaran akan sosok yang kerap kali ia sebut dengan anaknya Bu Dian itu.
"Mommy bilang gimana emangnya?" tanya Gibran seakan-akan bocah sialan itu benar-benar tau isi otaknya saat ini.
Dan mulai lah kak Regia bercerita, "jadi tadi waktu mommy pulang aku disuruh makan sarapan yang mommy beli, aduh itu kan pasti nggak sarapan lagi namanya orang mommy ngasihnya jam sebelas."
Nah beginilah yang namanya Kak Regia, kalau dia sudah mulai bercerita pasti akan dia jelaskan secara rinci begini. Jangan pernah menyela ucapannya karena nanti dia pasti akan batal bercerita, satu-satunya jalan terbaik itu tetap diam daripada tak mendapatkan informasi sama sekali oke?
"Nah abis itu kan aku sama mommy ada Daddy juga kita ngobrol-ngobrol tuh di gazebo belakang. Haduh mommy tuh emang gitu ya, kita bahas banyak hal banyakkkk banget deh pokoknya."
"Terus Daddy terang-terangan bilang kemarin mereka pergi karena si gembul pengen adek katanya. Wahahaha ngakak banget deh dengernya."
By the way itu Kak Regia jelas ketawa sendiri karena aku dan Gibran sama-sama sedang menantikan konflik utama dalam cerita ini yang belum diketahui di menit-menit ke berapa akan di munculkan.
"Lanjut, kakak kan terus tanya tuh gimana kalau seandainya Suu Suu udah punya pacar. Nah Daddy bilang kalau percuma toh juga jodohnya Suu Suu itu anaknya Bu Dian."
Oke baiklah, sejak awal aku sudah menduganya kalau pasti Kak Regia yang memulai semuanya lebih dulu. Dan dia sangat percaya bahwa Mamanya yang pelupa itu tak mungkin langsung menceritakan jika sebelumnya dia tidak diingatkan.
"Dan setelah itu mommy mulai cerita kalau sejujurnya anaknya Bu Dian itu udah ada di sini tapi karena suatu alasan mommy nggak bisa kasih tau alasannya. Katanya dia juga sekolah di sekolah kita, maksud kakak anaknya Bu Dian itu ya. Dan terakhir Daddy bilang kalau sementara waktu anaknya Bu Dian akan disembunyikan sampai nanti saat dia dan Suu Suu ini mau tunangan."
Dear kak Regia terimakasih atas penjelasan. Dan untuk pertunangan konyol itu sudah sedari dulu juga dia menduganya.
Mamanya itu terobsesi dengan dunia novel jadi apa-apa selalu dikait-kaitkan begitu. Aku menghela napas berat, ah terkadang sikap Mama sedikit menyebalkan.
Meski aku selalu ingin menjadi anak kebanggaan Mama tapi ada kalanya juga aku tak suka dengan aturan-aturan yang Mama tetapkan. Merasa terkekang pun tak hanya satu atau dua kali kurasakan.
Sekali lagi Mamaku itu memutuskan apa-apa sesuka hatinya saja. Meskipun ini keputusan yang dibuat sejak bayi namun seharusnya di masa pertumbuhan ku ini Mama belum memberitahukannya.
Lantas ini apa? Apa ini definisi pengganti dari kata pelajar itu mempelajari materi yang di artikan bukan malah pacaran.
Sepertinya yang ada dalam benak Mamanya kali ini adalah, "ah gapapa sih toh cuma tunangan biasa pasti nggak akan ada masalah apa-apa."
Um begitu lah pokoknya, intinya adalah meski tak mau ia tetap harus mematuhinya. Karena kalau capek mempelajari tentang materi yang di ajarkan maka mencoba memiliki hubungan sepertinya bukan pilihan yang salah.
Tapi, Mamanya kali ini memberikan lampu hijau atau tengah mengetesnya dan berujung di uang jajan yang perlahan berkurang? Haha kalau begitu aku tak akan banyak menentangnya kok, Ma.
-BERSAMBUNG-