Chereads / Hati Yang Melangit / Chapter 6 - Kandi 3

Chapter 6 - Kandi 3

"Mungkin kali berikutnya, kau harus membawa serta Ray dan Langit dalam tugasmu!" Karambi memberi usulan yang membuatku berpikir keras. Mungkinkah itu kulakukan? Apakah anak-anakku akan senang kubawa pergi melintasi waktu dan ruang, berpindah-pindah tempat, dan membuat mereka hidup di tempat-tempat baru yang berbeda dengan gunung yang membesarkan mereka? Tiba-tiba berada di satu tempat baru mungkin saja menjadi pengalaman seru bagi mereka. Sangat mungkin Ray dan Langit akan menyukainya. Namun, apakah mungkin aku bisa melayani orang istimewaku dan memprioritaskannya sebagaimana layaknya seorang damchi sejati, sambil melibatkan dua orang anak yang kubawa ke sana kemari? Tentu saja Karambi menyahut 'Kenapa tidak? Kau harus mencobanya!' karena memang belum pernah ada damchi yang melakukannya. Belum ada damchi sebodoh aku yang membiarkan hati dan cinta mengoyak tugas mulia ini.

"Karambi, bagaimana aku menegosiasikan kondisiku? Aku tidak ingin ada hukuman apa pun lagi menimpaku, yang membuatku meninggalkan Ray dan Langit. Bolehkah aku tidak menjadi damchi lagi?" Karambi menjawab tidak tahu. Ia juga tidak tahu apa yang akan terjadi padaku dengan semua pertanyaanku itu. Ia merasa sangat kasihan padaku. Ia sempat berpikir mungkin tidak akan terjadi apa-apa, dan aku akan mati tertimpa pesawat kecil di lereng gunung, seperti Lamaar, mati tak bersisa. Namun, bagaimana dengan Ray dan Langit? Apa yang akan terjadi pada mereka? Apakah Ray akan menggantikanku menjadi damchi? Atau Langit? Atau mereka berdua? Kalau itu yang terjadi berarti hukumanku memang tiada tara beratnya.

Tiba-tiba saja aku merasa tidak bahagia menjadi damchi meskipun aku juga tak kehilangan rasa bangga atasnya. Kami hidup seperti debu di angkasa. Tiba-tiba saja berada di sebuah lingkaran berisi makhluk-makhluk seperti kami yang siap melesat satu per satu ke atas bumi untuk menjadi kendaraan orang-orang istimewa yang mencintai dan peduli makhluk lain selain diri mereka sendiri; untuk kemudian mencurangi konsep waktu dan ruang mereka. Kami menuai getaran bahagia dan syukur mereka, sampai mereka mati, lalu kami mengabdi pada orang istimewa berikutnya. Begitu terus. Aku dan Karambi serta teman-teman kami tak punya ibu dan bapak, kami bahkan tidak tahu konsep ibu dan bapak itu apa. Dan inilah aku damchi 'aneh' yang menjadi ibu bagi dua orang anak manusia. Apa yang sudah kulakukan?

Sepanjang masa persiapan, aku mengenal apa yang namanya hukuman jika aku melanggar tugas dan aturan seorang damchi. Kami semua diingatkan untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan itu. Kami tidak boleh posesif dan mengontrol. Orang istimewa yang kami layani bisa melakukan apa pun yang mereka inginkan dan kami tidak boleh melarangnya atau tidak mematuhi keinginan mereka. Kami tidak boleh jatuh cinta pada orang yang kami layani. Tidak boleh. Itu kesalahan besar.

Konon, perasaan cinta itu akan membuat kami mengabaikan prioritas, dan menomorduakan orang istimewa kami. Dan aku sudah melakukan kesalah besar itu. Aku tidak punya kekuatan untuk menghindarinya sama sekali. Kami tidak pernah diajarkan bagaimana caranya menghentikan hati kami dari mencinta. Bagaimana menghentikan rasa bahagia atau berbunga-bunga ketika berada bersama orang istimewa. Bagaimana mematikan perasaan seperti itu? Seharusnya kami terlatih untuk melakukannya jika memang mencintai mereka adalah kesalahan besar bagi kami.

"Apakah yang bisa aku lakukan, Karambi? Tak mungkin aku membawa-bawa Ray dan Langit jika aku harus bertugas lagi. Mereka akan menderita dan aku tak akan mampu memprioritaskan mereka; aku pasti harus mendahulukan manusia istimewa, bukan?!" tak ada jawaban dari Karambi.

Ia pasti sama kebingungannya dengan aku yang tiba-tiba saja terlintas keinginan untuk mengakhiri hidupku sebagai damchi dan menjadi manusia Ibu seutuhnya untuk Ray dan Langit. Tapi bagaimana caranya membunuh ke-damchi-anku tetapi tetap hidup untuk Ray dan Langit?

"Kau tak bisa mengubah dirimu tiba-tiba menjadi manusia biasa, Kandi! Tidak bisa seperti itu. Aku tak tahu, mungkin karena apa yang kau lakukan bersama Lamaar, maka kau kini tak bisa berumur sepanjang kami. Tapi bukankah itu yang kau inginkan? Berumur pendek dan mati. Tapi sebelum mati, kau akan selalu menghadapi dilema itu? Kau seorang damchi… kau akan tiba-tiba harus pergi lagi meninggalkan anak-anakmu itu. Takdirmu itu seperti penyakit bawaan manusia; yang kau tak bersalah atas keberadaannya, tetapi kau tak bisa juga meminta keadilan untuk meniadakannya. Kau mengerti?" Tiba-tiba saja Karambi merasa harus menjelaskan.

Sebagai damchi aku tidak bisa merencanakan bunuh diri atau setengah bunuh diri—melakukan sesuatu yang memperbesar kemungkinanku mati, atau apa pun itu. Aku harus menjalani semuanya; ya tugasku, begitu pun nasib dan "hukumanku".

Namun, apa yang dikatakan Karambi memberiku ide. Kalau aku tidak bisa menghindari tugasku, maka aku harus mempersiapkan kematianku. Kematianku akan berarti kehidupan yang berbeda untuk dua anakku. Kalau tak ada hukuman yang kukira ada itu, berarti aku akan hidup lebih lama dari dua anakku. Tentu saja kalau kedua anak itu tidak akan berakhir sebagai damchi seperti ibunya. Namun, kalau ada hukuman atasku yang membuatku sepanjang umur manusia saja, maka aku sangat mungkin untuk mati sebelum Ray dan Langit. Jika itu yang terjadi, bagaimana aku bisa mati dengan tenang, menyadari bahwa bahkan tanpa aku, kedua buah hatiku itu akan tetap aman dan bahagia. Aku harus mempersiapkan manusia lain yang bisa menggantikan aku mengurusi Ray dan Langit saat hidupku terhenti.

Aku lalu menemukan Dayu di antara perempuan-perempuan yang rela melakukan apa pun untuk keluar dari pernikahan penuh derita. Di desa manusia ini perempuan yang sudah menikah seakan terbagi dua; mereka yang merelakan tubuhnya dianiaya dan batinnya disiksa asalkan ia dan keluarganya tetap mendapatkan sandang pangan dan papan, dan mereka yang akan rela melakukan apa pun untuk keluar dari situasi seperti yang dialami jenis pertama itu. Dayu adalah jenis yang kedua. Tubuhnya kurus kering dihantam perbudakan berkedok pernikahan. Ia melarikan diri dari keluarga seorang pengusaha susu sapi di bawah sana. Agar tak ada orang yang mengenalinya lagi, ia menggunduli kepalanya sendiri dan menggoreskan pisau silet cukur ke sisi kiri wajahnya, meninggalkan bekas sayatan panjang dari ujung hidung ke dagunya. Warga menemukan perempuan gundul dengan wajah tertutup darah di musala kecil di samping jajaran toilet untuk para calon pendaki. Ketika warga ribut memanggil polisi, Dayu berlari masuk hutan lindung ini sekuat tenaganya, dan setelah berjam-jam melarikan diri, ia menemukan rumah kami.

Ray dan Langit menyukai keberadaan Dayu yang periang. Ray bahkan memberikan selendang kesayangannya untuk digunakan Dayu menutup kepala gundulnya pada beberapa jam pertama perjumpaan kami. Menurutku Ray memiliki firasat yang baik tentang perempuan ini, dan seperti ayahnya, Ray juga senang mengikuti kata hatinya. Dayu sangat rajin dan pandai memasak makanan yang lezat—semua yang sangat disukai Ray dan Langit, hingga tak lama untuknya mencuri perhatian dan kasih sayang mereka berdua. Diam-diam aku melatihnya untuk mengurusi Ray dan Langit. Tanpa ia sadari, Dayu menyerap semua hal yang kulatihkan dan kuberitahukan padanya. Termasuk di mana kami menyimpan uang dan benda-benda berharga jika sewaktu-waktu kami terpaksa harus menjualnya. Namun, Dayu tidak terlihat bergairah dengan semua yang ia ketahui itu. Ia bahkan pernah menunjukkan wajah muram ketika kuberitahukan kepadanya di mana aku menyimpan batu-batu berwarna kuning mengilat yang diburu banyak manusia.

"Kenapa kau memperlihatkan tempat penyimpanan emasmu padaku? Kau ingin aku mencurinya dan pergi dari sini? Aku tak akan melakukannya." Aku merengkuh tubuhnya ke pelukanku, aku tak mengira ia akan berpikir seperti itu. Sepertinya ia merasa diuji, padahal aku tak suka melakukan hal seperti itu. Kukatakan padanya bahwa aku memercayainya, itu sebabnya aku memberi tahu padanya semua itu. Ia lalu menangis semakin kencang dalam pelukanku.

"Kau seperti akan pergi… jangan…" isaknya. Aku tak tahu harus menjawab apa. Aku juga belum ingin berwasiat atau mengucapkan selamat perpisahan. Meskipun aku sadar betul, jika aku tak menggunakan kesempatan yang ada, bisa saja aku tak akan pernah punya kesempatan melakukannya. Aku hanya memeluknya semakin erat, dalam hati aku bersyukur ia datang ke rumah kami sebagai jawaban doaku. Aku kini siap jika tiba-tiba harus pergi lagi menjalankan tugas utamaku sebagai seorang damchi; melayani manusia istimewa; tanpa harus merasa khawatir membunuhnya lewat ketidakmampuanku untuk menentukan prioritas.

"Kau tidak akan pergi, kan, Kandi?" Dayu memiliki indra ke-6 yang kuat. Ia tahu bahwa aku tidak mungkin melakukan semua yang kulakukan padanya kalau bukan karena aku membutuhkannya untuk menggantikanku melakukan semua tugas-tugas itu suatu saat nanti. Namun, tidak pernah kukatakan padanya kalau aku tahu apa yang berkecamuk di benaknya. Menurutku, ia akan sedikit ketakutan kalau mengetahui kemampuanku membaca pikirannya. Aku hanya senang melihat bagaimana Ray semakin dekat dengan Dayu, dan Langit akan berlari mencarinya setiap membutuhkan sesuatu, khususnya kalau ia merasa lapar. Menurutku aku sudah melakukan persiapan yang benar untuk anak-anakku. Melihat Ray dan Langit menyukai suasana gunung dan desa dan semua kesibukan di kebun bersama Dayu, aku juga jadi yakin kalau kedua anak itu tidak akan menjadi damchi. Madea pernah bercerita padaku bahwa seorang damchi bisa terlihat ciri-cirinya sejak kecil. Ia akan lebih senang tidur atau memandangi langit berlama-lama. Dua hal yang tidak pernah kulihat pada Langit ataupun Ray. Entah mengapa itu melegakanku.

"Aku senang kau menemukan jawaban atas permasalahanmu, Kandi… masalah berikutnya adalah jangan ragu-ragu ketika kau harus meninggalkan Ray dan Langit sekarang. Sudah ada Dayu, bukan?!" Karambi mungkin mengira aku bisa saja menggagalkan lagi segalanya. Melakukan berbagai kesalahan yang tidak perlu hanya karena perasaan. Aku terlalu lemah dalam beberapa hal. Itu yang dipikirkan teman-temanku sesama damchi. Mereka tidak habis pikir bagaimana aku bisa mencintai dan bercinta dengan manusia yang seharusnya menjadi tempatku mengabdikan diri. Hatiku yang lemah ini adalah misteri besar bagi mereka. Sesungguhnya misteri besar bagiku juga. Menyadari "kecacatan"-ku membuat aku sedikit tidak menyukai kehidupanku, tetapi aku akan membuktikan bahwa aku bisa menjalankan tugas-tugasku; dan bahwa aku tidak akan selalu membuat kesalahan seperti sebelum-sebelumnya. Tak pernah terucap janjiku itu, tapi aku tahu Karambi, Madea, Vong, dan yang lainnya sudah mendengar dan mengetahuinya. "Kalau orang terpilihmu yang berikutnya adalah seorang perempuan, mungkin kau tidak akan melakukan kesalahan yang sama, Kandi." Seolah kau bisa memilih kepada siapa kau akan ditugaskan, Karambi.