Keluar dari kantor menuju ke sebuah cafe membuat Frans jauh lebih nyaman dibandingkan di kantor yang penuh akan kesesakkan.
"Nah, pikiran kacau seperti ini enaknya minum secangkir kehangatan."
Minuman yang telah tiba bersamaan dengan membuka sebuah pesan sebelumnya terabaikan.
Di dalam sebuah pesan yang terdapat akan nomer baru membuatnya berniat untuk bersikap tak acuh.
Ketidak pedulian yang membuatnya merasa nyaman malah justru berubah ketika tak sengaja mendapati nomer tersebut menghubungi dan malah terangkat.
"Halo, dengan siapa ya? Maaf salah sambung."
Dengan merasa kesal tentunya membuat Frans melakukan pemutusan telepon secara sepihak.
Tanpa henti perasaan itu telah menjadikan semakin membludak.
Panggilan demi panggilan yang terus saja menghubungi akhirnya telah dipilihkan untuk menjawab.
"Halo, ada apa sih? Anda itu juga siapa? Kita sama sekali tak saling kenal, hah? Jemput, emang anda siapa nyuruh saya seenaknya? Frans Wijaya tidak sudi dijadikan budak."
Kemarahan yang tak terhindarkan malah membuat Frans juga seketika mendapati pesan dari sang istri.
Istrinya memberikan kabar jika saudara perempuannya telah datang di kota dan meminta tolong kepada Frans untuk menjemput malah semakin membuat kekesalan.
"Sumpah ini istri enggak ada gunanya banget ya? Dikit-dikit minta tolong melulu sama aku, tapi ya sudahlah daripada aku bengong aku jemput sekalian saja aku taruh di kontrakan atau mana. Enggak sudi hidup sama gembel."
Menuju ke terminal untuk menjemput saudara sang istri pun menjadikan Frans ngedumel selama dalam perjalanan.
Hingga di terminal dia yang cukup begitu menunggu sangat lama malah kembali dihubungi nomer sebelumnya.
Tersulut api kemarahan sebelumnya malah membuat Frans seketika meluluh.
Saudara sang istri yang ternyata menghubunginya bersamaan dengan perempuan tepat di samping mobil pribadinya.
"Buse gile, ini anak lebih bening daripada kakaknya. Ya tahu gitu gue kagak marah-marah. Nyesel gue."
Menyesal akan apa yang dilakukan itu salah membuat Frans seketika membuka pintu dan memberikan sebuah andalan maut.
"Selamat pagi, saudara Hana ya? Maaf jika saya terbawa suasana di kiri-kanan dan tadi tidak bermaksud untuk marah."
"Pagi, pak. Iya saya Nia, saya minta maaf jika kedatangan saya telah mengganggu kesibukan bapak."
"Sudah ini sama sekali tidak merepotkan atau mengganggu, ngomong-ngomong panggil mas saja enggak papa."
Frans yang malah justru seketika berubah menjadi baik dengan saudara ipar.
Awal sempat berpikir bahwa saudara ipar akan dicarikan di kontrakkan atau pun lainnya, akan tetapi semua telah berubah drastis ketika mengetahui jika Nia jauh lebih bening.
"Oh iya kamu mau langsung istirahat atau mau beli apa gitu? Ya sekalian saja aku bayar."
"Tidak, tidak usah pak. Tidak usah, saya langsung ke rumah saja bantu teh Hana."
"Tuhkan panggil pak lagi, sudahlah panggil mas saja tidak apa."
"Iya, kang eh mas."
"Panggil kang itu kalau enggak ada Hana, panggil mas itu kalau ada Hana."
"Maksudnya?"
"Sudah enggak usah dipikir, sekarang kita mau langsung ke rumah ini?"
Nia mengangguk akan apa yang menjadikan pertanyaan itu.
Sedangkan Frans yang telah mengantar menuju ke rumah malah terus menerus memandangi saudara ipar.
Tiba di rumah yang ada Hana sudah di depan dan betapa begitu banyak drama malah seketika membuat Frans berbeda.
"Akhirnya kamu sampai juga Nia, teteh benar-benar khawatir sama kamu."
"Iya teh."
"Sudah enggak usah banyak drama kecup sana kecup sini, sekarang kamu siapkan makanan dan biar aku bantu ke atas."
Mengambil sebuah hati seorang perempuan yang dianggapnya cukup mudah bagi Frans, ia yang menjinjing tas maupun juga memperlakukan khusus dirasa sudah cukup mengambil hati.
Di depan kamar baru yang sudah cukup bersih dan tinggal dipakai saja membuat Nia merasa nyaman, akan tetapi di samping itu Frans mencoba memperhalus keadaan.
"Nah ini kamar spesial buat kedatangan tamu yang spesial juga, kalau kamu butuh apa jangan segan bilang sama mas Frans. Oh iya boleh aku save nomernya? Ya misalkan aku butuh kamu atau sebaliknya jadi gampang."
"Boleh dong, kang. Terima kasih ya sudah membantu. Maaf merepotkan."
"Sudah, enggak ada yang merasa direpotkan. Sekarang kamu istirahat saja dulu, aku mau kembali ke kantor."
Hatinya cukup berseri, dilingkupi para perempuan cantik maupun juga bening semakin membuat pikirannya semakin meliar.
Pandangan pemikiran akan bisa meluluhkan saudara ipar tentu saja membuat Frans semakin menggila.
"Perempuan mana yang sulit aku rayu? Ha ha ha, aku cukup yakin jika dia bisa aku rayu dan tentunya bisa aku nikmati semua padanya."
Baru saja mengecap seketika sang istri telah keluar membuat Frans santai.
"Maksud mas Frans apa?"
"Apa sih kamu itu? Kenapa, kamu tidak rela aku mencari perempuan lain? Memang apa gunanya menikah dengan perempuan jika tidak memanfaatkan segala sesuatunya?"
"Mas, mas Frans tidak boleh begitu. Istri diidam-idamkan bukan hanya sekadar dijadikan pemuas, melainkan juga...."
"Ah sudah malah enggak jelas kamu, yang penting kapan kamu mau memberikan milikmu itu ke aku? Dari awal menikah sampai sekarang kamu sama sekali tidak bisa memberikan kepuasan untuk suami, jadi wajar saja aku mencari yang lain."
"Tapi mas?"
"Ah malas, sekarang aku mau kembali ke kantor. Satu lagi itu urus Nia, jangan sampai dia mati kelaparan gara-gara kamu."
Pergi meninggalkan rumah malah membuat Frans tidak menjadi tenang malah semakin menjadi-jadi.
Awalnya dia berpikir bahwa mengenai ini akan bisa terlepas dari Nia malah membuat berbeda.
Frans : Halo selamat pagi, Nia. Maaf kamu bisa keluar sebentar?
Nia : Ada apa ya, kang?
Frans : Keluar saja dulu
Nia : Baik, kang
Laki-laki itu pun menunggu beberapa waktu. Dan seketika perempuan telah keluar mengantarkan segala sesuatunya terjadi.
"Ada apa ya, kang?"
"Enggak sih bukan apa, tapi ini ada sedikit uang bisa kamu gunakan buat beli apa gitu selama di sini."
"Eh enggak usah kang, kan Nia sudah tinggal di sini dan ya semuanya sudah dicukupi sama teh Hana."
"Sudah enggak papa, ya kamu itu saudaraku dan aku juga pasti kamu anggap saudara."
"Ya sudah, Nia terima ya kang? Sebelumnya maaf merepotkan, terima kasih sudah mau terima Nia."
"Santai saja, kamu butuh apa bisa aku lakukan ya aku lakukan buat kamu. Sudah sana masuk dan jangan lupa istirahat."
Frans pun merasa semakin lebar kesempatan dia untuk mendekati satu perempuan yang bernama Nia.
Dia yang cukup begitu dibuatkan tertawa sama sekali tak peduli jika hasrat ingin memiliki perempuan itu harus segera didapatkan walau semua yang ada termasuk saudara perempuannya sendiri.
"Aku sama sekali enggak peduli jika perempuan itu mau bentuknya kayak apa harus bisa memuaskan hasratku. Ya terlebih lagi itu saudaraku sendiri tentunya."