Ibrahim tampak serius menatap beberapa foto yang tersebar di atas meja kerjanya. Mata cokelat berbingkai kacamata itu terlihat lelah. Beban pekerjaan serta rasa penasaran akan kasus pembunuhan yang tengah di selidiki oleh timnya saat ini, membuat lelaki dengan pangkat bintang tiga itu bekerja tanpa mengenal waktu.
"Mas, ini sudah jam satu lho. Istirahat dulu. Besok 'kan bisa dilanjut lagi. Dunia masih aman kok, biarpun Mas tinggal tidur seharian." Hero yang membuka pintu ruang kerja, merasa prihatin sekaligus cemas dengan kesehatan petinggi polisi itu.
Setiap ada kasus baru, Ibrahim bekerja seperti tak kenal lelah. Totalitasnya sebagai penegak hukum memang patut diacungi jempol, tidak heran di usianya yang masih 32 tahun, sudah menjabat sebagai kepala Bareskrim. Meskipun Ibrahim bodoh dalam hal mencari jodoh, dan membaca hatinya sendiri.
"Kasus yang kemarin?" tanya Hero penasaran. Matanya melihat sekilas beberapa foto yang berserakan di atas meja.
"Hm," gumam Ibrahim sambil mengutip sebuah foto, lalu di serahkan ke adiknya yang tengah menggenggam sekaleng soda. "Kamu tahu mereka 'kan?" lontar lelaki tampan itu sambil mengambil soda yang hendak diminum Hero.
"Mas! Minumanku itu," protes Hero kesal. Ibrahim tak menggubris dan langsung menenggaknya hingga habis.
"Jangan pelit. Mas kehausan," ucap Ibrahim santai.
"Apa kabar sama tiga cangkir kafein?" Mata Hero memandangi tiga cangkir kopi yang telah kosong di atas meja. "Bocor nih lambungnya," sindirnya kemudian.
"Hush. Ngomong sembarangan! Dilihat itu foto. Bener nggak itu mereka?"
Hero mengangguk. "Mereka si penculik itu!" ucapnya yakin. Ingatan topografis yang dimiliki lelaki jenius itu membuatnya dapat mengingat dengan cepat dan tepat meski hanya dalam sekali pandang.
"Yang bertato namanya Anton dan yang satu bernama Riko. Mereka DPO kasus human traffiking." Ibrahim dan tim yang dibentuknya, memang tengah menangani tentang sindikat perdagangan manusia berskala internasional.
"Apa kasusnya bakalan selesai dengan kematian mereka?" Hero berjalan kearah whiteboard yang ada di samping kursi Ibrahim. Matanya yang tajam memandangi berbagai foto dan coretan yang memenuhi seluruh bagian papan tulis tersebut.
"Mereka cuma kecoa-kecoa kecil, sedangkan Pausnya masih berupa bayangan. Tidak terdeteksi oleh kepolisian. Sindikat mereka skala internasional dan sangat terorganisir secara rapi. Kami memburu si Mr. X seperti memburu bayangan." Ibrahim berjalan mendekati Hero, jari tangannya menunjuk kata Mr. X yang tertulis di papan putih dihadapannya.
"Mr. X?" Hero menatap kakaknya dengan alis yang berkerut.
"Pucuk pimpinan tertinggi sindikat itu. Bos dari bosnya bos."
"Wah, tinggi banget dong. Boss of the Boss. Biasanya memang begitu sih, kalau di puncak tertinggi. Mereka cenderung menutup diri supaya aman dari serangan musuh. Semakin sedikit yang tahu keberadaannya maka semakin jauh dari kehancuran."
Ibrahim mendengkus. "Lagakmu sok tahu."
"Belajar dari pengalamanlah."
"Iya, yang punya jati diri ganda memang paling banyak pengalamannya."
"Nggak sebanyak pengalaman menangkap penjahat kepala Bareskrim sih," sahut Hero telak. Matanya melirik sengit Ibrahim.
Polisi ganteng itu terkekeh pelan, lalu wajahnya kembali datar disaat melihat coretan-coretannya di whiteboard.
"Apa kamu melihat sesuatu yang aneh dan mencurigakan dari mereka berdua?" Wajah Ibrahim berpaling, menatap lekat Hero yang berdiri di samping jendela, tidak jauh dari tempatnya berdiri dan sedang menatap keluar.
"Nggak ada. Aku hanya melihat sekilas ke arah mereka, sewaktu melintas disamping mobilnya," jawab Hero tanpa berpaling. Pandangan matanya lurus menatap tajam ke luar jendela. Suasana malam yang temaram oleh sorot lampu taman. "Apa menurut Mas, cewek itu mau diperdagangkan?" tanya Hero kemudian.
"Mungkin saja. Karena mereka pernah tersandung kasus pemasok wanita-wanita penghibur bagi para pejabat dan ekspatriat."
"Tapi kenapa mereka ditembak? Oleh siapa?" Hero mengalihkan pandangannya kearah Ibrahim yang masih berdiri di depan whiteboard.
"Disamping jadi incaran polisi, kelompok mereka juga saling bermusuhan dengan kelompok yang lain. Berdasarkan informasi dari mata-mata kepolisian, Anton dan Riko merupakan salah satu pion di sindikat itu, artinya posisi mereka termasuk penting. Sindikat mereka adalah yang paling berkuasa saat ini, sehingga kemungkinan besar sang pelaku bukanlah dari kelompok lain."
"Itu artinya, yang membunuh adalah orang dalam?"
"Anton ditembak dari arah belakang, pada sisi kepala sebelah kiri. Riko dari arah depan juga pada sisi yang sama. Senjata yang digunakan kaliber 0,38 tipe S&W dengan diameter peluru 9mm. Jenis senjata dan peluru yang sama seperti yang ditemukan didalam tubuh salah satu mata-mata polisi, yang ditembak mati oleh sindikat Black Orchid."
"Penyamarannya terbongkar?"
"Semua mata-mata polisi yang disusupkan di jaringan mereka, satu persatu terbongkar dan semuanya terbunuh hanya dengan satu kali tembakan di kepala." Ingatan kepala Bareskrim itu mengurai satu demi satu penyebab kematian anak buahnya yang menyamar, masuk menjadi anggota sindikat mafia terbesar di Indonesia yang sedang ditanganinya.
"Dan semuanya ditembak dengan kaliber 0,38 tipe S&W," tebak Hero tepat dan dijawab anggukan oleh Ibrahim.
"Berarti dua penculik itu dihabisi oleh kelompoknya sendiri? Atas dasar apa? Pengkhianatan?"
"Terlalu dini untuk mengambil kesimpulan. Termasuk hubungannya dengan gadis yang kamu tolong itu. Kamu tahu siapa dia?"
Hero menggeleng. "Nggak sempet kenalan, Mas. Sibuk kejar-kejaran," kekeh Hero yang disambut jitakan di kepalanya. "ouch! Sakit tau."
"Dia adalah putri dari Kapolri saat ini." Ibrahim memberikan bocoran informasi yang sukses membuat mata adiknya melotot karena terkejut.
"Watdefak! Kok bisa kebetulan begitu? Cewek itu anak Jendral? Kok bisa? Apa mereka sebenarnya ingin menyandera itu cewek buat di tukar sama sesuatu?" cecar Hero dengan satu kali napas.
"Sesuatu yang seperti apa menurutmu?" Ibrahim bertanya karena ingin tahu kemampuan analisis adik sepupunya yang sangat jenius itu.
"Yah ... penghapusan nama mereka dari DPO, misalnya."
"Atau bisa juga si penculik tidak tahu, siapa sebenarnya gadis itu," tukas Ibrahim.
"Apapun motif mereka, yang penting, itu cewek selamat dan si penculik tewas. The end story. Dan mas ... harus keluar dari sini terus masuk kamar, cuci kaki lalu bobo'," putus Hero sambil mendorong tubuh kakak sepupunya yang masih saja tidak mau beranjak.
"Sebentar ... sebentar!" Ibrahim mencekal tangan Hero yang terus saja mendorongnya. " Kenapa waktu itu, kamu kebut-kebutan buat selametin anak gadis kapolri?"
"Serius nih, nanya kayak gitu?" Ibrahim membalas dengan tatapan sinis. "Ck, Kalau aku nggak ngebut, ya bakal ketangkep lah, Mas."
"Kan bisa kamu pindahin itu gadis ke mana gitu. Atau langsung kamu bawa ke kantor polisi, kantornya mas."
"Dan besoknya akan ada berita heboh di sosial media dengan judul 'seorang pengendara motor beserta seorang gadis cantik tiba-tiba menghilang disaat sedang ngebut di jalanan. Apakah ini ulah Alien?'"
"Bagus' kan jadi viral. Kamu mendadak jadi terkenal. Fotomu bakal ada di portal gosip dengan tajuk 'Hero si Hero'"
"Menjijikkan!"
"Menjijikkan mana dengan kamu yang tiba-tiba masuk ke dalam toilet cewek, gara-gara dicium teman sekelasmu waktu SMA? Kok bisa sih? Kamu pasti langsung mikir jorok ya waktu di cipok itu cewek.
"Kampret! Bahasamu Mas, cipok. Mikir Jorok gimana, yang ada malahan jijik lah, waktu tahu-tahu di sosor sama adek kelas sinting! Mana jelek, urakan!"
"Tapi enak kan ciuman?" ledek Ibrahim yang paling senang lihat adik kesayangannya itu kesal.
"dicium mas, bukan ciuman!"
DI WAKTU YANG SAMA, DI TEMPAT YANG BERBEDA.
Sebuah ruangan berukuran luas, terdapat sebuah meja berbentuk persegi panjang dengan beberapa kursi pada masing-masing sisinya.
Dua buah Kursi pada masing-masing sisi kanan dan kiri, yang tiga diantaranya telah di duduki oleh orang-orang, yang berpakaian hitam. Sementara satu kursi berukuran lebih besar, yang ada di ujung meja dan seorang laki-laki bertopeng titanium, tengah duduk dengan tegap dan tenang di atasnya.
Meskipun seluruh wajahnya tertutup topeng, tetapi aura dingin serta misterius menguar kuat keseluruh ruangan. Aura seorang pemimpin yang disegani sekaligus di takuti oleh semua anak buahnya juga bikin gemetar musuh-musuhnya.
"Aku dengar dua anakmu mengacau?" lelaki bertopeng itu bersuara sambil menatap lurus ke depan. Suaranya terdengar sengau, seperti bukan suara aslinya.
"Maaf, Bos. Tapi mereka sudah saya bereskan," jawab lelaki yang duduk tepat di samping kanan lelaki bertopeng dengan nada sedikit takut.
"Good. Memang begitu seharusnya! Aku tidak akan pernah menolerir semua hal yang berpotensi sebagai pengkhianat."
"Dari yang aku dengar. Mobil itu hancur bagian kap depan dan juga bagasi. Hebat sekali! Seorang pengendara motor mampu menghancurkan tanpa senjata. Kamu sudah pegang identitasnya?" tanya lelaki bertopeng kemudian. Matanya menatap tajam lawan bicaranya.
"Tidak ada jejak, Bos!"
"Bodoh! Apa kamu tidak bisa meretas CCTV jalan raya?" lelaki itu menggebrak meja menggunakan kepalan tangannya.
"Maaf. Negatip, Bos. Tidak ada satu gambar pun yang terekam oleh CCTV. Seseorang telah menghapusnya."
Lelaki bertopeng itu terdiam beberapa saat sambil mengatur kembali napasnya yang sempat terengah karena emosi.
"Well, tampaknya aku bermain-main dengan lawan yang tidak biasa. Menarik, sangat menarik." lelaki itu tersenyum lebar dari balik topeng titaniumnya.
"Serigala." Lelaki itu mengalihkan pandangannya, menatap tajam seseorang berpenampilan perlente yang duduk di sebelah kanan meja.
"Bagaimana dengan barangnya? Aku ingin malam ini semuanya sudah 100% siap dan jangan lupa pastikan semuanya ada dalam pengawasanmu! Bersihkan semua kotoran yang menghalangi, aku tidak mau ada kesalahan sedikit saja!
"Semua ready, Bos. Saya yang akan turun tangan sendiri karena 'pasien' ini sangat spesial. Mereka berani membayar mahal demi kemurnian barang kita."
"Aku akan mengawasimu!"
"Siap, Bos." Lelaki yang di panggil serigala itu, mengangguk cepat.
"Kasih aku berita bagus, Elang." Pandangan lelaki itu beralih ke arah seseorang yang duduk di sebelah Serigala.
"Barang akan merapat dini hari nanti, Bos. Semua anak buah saya akan menyebar untuk membersihkan jalan serta beberapa sniper akan mengawal hingga barang sampai ditangan kita dengan aman." Elang memberi penjelasan dengan percaya diri.
"Bagus. Jangan lengah sedikit pun. Tutup lubang sekecil apapun, aku tidak suka kejutan Elang! Pastikan hanya berita kesuksesan yang akan aku dengar, mengerti!"
"Siap, Bos. Saya akan memastikannya."
"Dan mengenai pengendara itu, aku yang akan mengurusnya. Sudah lama aku tidak bersenang-senang. Menemukannya akan membuatku sedikit bahagia. Aku akan lihat sejauh mana kepintarannya dalam bersembunyi." Lelaki bertopeng itu tersenyum sinis. Kedua matanya menyipit seperti seekor pemburu yang tidak sabar ingin mengejar mangsanya.