Chereads / Bawalah Aku / Chapter 8 - Kecewa

Chapter 8 - Kecewa

"Aku kesepian di rumah, Vin. Brother Justin kembali ke asrama. Papa tidak pernah pulang satu mingguan ini. Aku di rumah hanya dengan pembantu. Jadi, aku malas pulang ke rumah, Vin." Gil mengungkapkan curahan hatinya.

"Sebenarnya, aku juga ingin menemanimu sih, Gil. Tapi, setelah ini aku harus langsung ke suatu tempat. Dan ini sangat penting," ucap Vin.

Gil mengangguk dan tersenyum.

"Tidak apa-apa kok, Vin. Kamu selesaikan saja urusanmu. Jika semuanya sudah beres, nanti main bersamaku lagi, ya?" Gil berucap. Ia berjalan menuju ke arah mobilnya.

Vin yang menuntun sepedanya keluar gerbang sekolahan, mengangguk menyetujui.

"Baiklah, aku akan main bersamamu jika urusanku sudah selesai, Gil. Kita akan main detektif-detektifan nanti, oke?" putus Vin.

"Heh? Main detektif-detektifan bagaimana, Vin?"

"Ya, pokoknya begitulah! Suatu saat nanti, kau akan tahu sendiri, Gil." Vin mulai menaiki sepedanya saat ia sudah mencapai jalanan utama.

"Baiklah, sampai jumpa besok, Gil!"

"Iya, sampai jumpa besok, Vin! Hati-hati di jalan, ya? Jangan sampai nabrak!" Gil memperingatkan Vin. Ia sambil melambai ke arah sahabatnya itu.

"Kita pulang sekarang, Tuan Muda?" ucap sopirnya Gil. Entah sejak kapan lelaki itu berada di belakangnya, Gil sendiri pun tidak menyadarinya.

Gil berbalik dan berjalan menuju ke arah mobilnya kembali. Gil dibukakan pintu oleh sopirnya. Ia masuk ke mobil dengan perasaan hampa. Biasanya, ia masih akan main dulu dengan Vin. Tapi, sekarang Vin disibukkan dengan kegiatan penting katanya. Dan Gil tidak dapat membantu sahabatnya itu, untuk kali ini.

Di balik gerbang sana, Ameri mengintip Gil yang mulai memasuki mobil. Ada seringaian yang sulit diartikan terpatri dari bibir Ameri.

***

Gil sudah sampai rumahnya. Rumahnya begitu sepi seperti sebelum-sebelumnya. Hanya Gil yang berada di rumah seluas ini, dan beberapa pelayan. Yang tidak selalu tinggal di rumah ini.

Kebanyakan pelayan Gil, hanya bekerja di siang hari. Mereka akan pulang ke rumah mereka masing-masing pada malam hari.

Jadi, Gil seorang diri saat ini di rumah yang sangat luas ini.

Setelah membersihkan diri dengan mandi, Gil menata seragamnya yang akan ia gunakan besok. Ponsel Gil yang berada di atas nakas berdering. Gil meraih ponselnya.

"Hallo! Ada apa, Papa?" sahut Gil setelah menggeser layar ponselnya, menerima panggilan dari kontak bertuliskan 'Papa'.

"Putraku Gil? Maaf ya, Sayang! Minggu ini papa belum bisa pulang. Masih banyak kerjaan soalnya." Suara dari seberang telepon, Tuan Ludwig.