Di hari ini sudah di tentukan jadwal tugas piket, jadwal mata pelajaran, dan penyusunan ketua kelas. Mereka semua sepakat Ariflah yang akan menjadi ketua kelas untuk kelas 1A. Di sekolah ini terdiri dari 12 kelas yaitu kelas satu dibagi empat ruangan, kelas dua ada empat ruangan, dan kelas tiga juga memiliki empat ruangan. Belum lagi ruangan khusus seperti laboratorium, Lab. Computer, Lab. B. Inggris, dan Perpustakaan.
Asrama sekolah berada tepat di sebelah sekolah sendiri, sedangkan asrama Flower Garden berada agak jauh sedikit dari sekolah. Asrama itu bisa disebut asrama buangan dari murid yang dikeluarkan dari asrama sekolah atau memang memilih tinggal di asrama di luar sekolah. Itulah membuat asrama Flower Garden dicap jelek oleh beberapa murid sekolah ini. Ditambah lagi karena murid yang tinggal di sana bisa dibilang berbeda dengan mereka.
Sepulang sekolah Ryu, Mirhan, Heri, Arif, dan Helena pulang sekolah bareng. Mereka pulang sekolah naik mobil dari Mirhan. Padahal aneh juga sih, padahal sekolah mereka dekat, kenapa masih menggunakan mobil buat pergi ke sekolah?
Sesampainya di asrama mereka terkejut dengan perubahan yang terjadi di asrama mereka. Sekarang warnet Flower Garden sudah selesai dibuat. Papan namanya memakai tulisan LCD yang bisa bergerak.
"Ya…ampun…ini terlalu berlebihan…" ucap Ryu setelah melihat papan nama warnet yang LCD.
"Menurut gue ini keren," Arif menanggapi ucapan Ryu sambil tersenyum.
"Keren apanya?" tanya Ryu sangat kesal. "Ini pasti bakalan membuat pengeluaran tambah naik."
"Tuan muda Ryu," ucap seorang bawahan Mirhan yang berbicara dengan Ryu tadi malam menghampirinya. "Semuanya sudah saya selesaikan, sekarang tinggal di cek apa saja yang masih kurang," dia menjelaskan hasil kerjanya. "Dan ini kunci pintu warnet," ucapnya sambil menyerahkan beberapa kunci.
"Wah...warnetnya sudah jadi?" tanya ibu Manda yang baru saja datang.
Ryu lalu menyerahkan kunci-kunci itu pada ibu Manda, "Ini kunci warnetnya, lebih baik mbak yang membuka lebih dulu...untuk peresmian," Ryu lalu tersenyum.
"Wah...berarti kita bisa nge warnet dengan gratis dong…" Arif terlihat bersemangat.
"Bisa-bisa rugi warnet ini kalau lo setiap hari memakai warnet ini dengan gratis," Heri kembali mengeluarkan kata-kata kasarnya tapi tetap benar.
"Jadi kita harus bayar tiap kali ingin memakai warnet ini?" tanya Helena agak kecewa.
"Menurut gue gak masalah kalau kita membayar setiap main di warnet ini," wajar Mirhan berkata seperti itu karena memiliki uang yang berlebih dari yang mereka semua miliki.
"Mending kita masuk dulu…" ibu Manda yang mulai kesal dengan wajah marah melihat muridnya berdiskusi tidak memperdulikannya lagi.
"Iya...bu…" jawab mereka serentak.
Ibu Manda masukan kunci ke slot pintu lalu memutarnya. Terdengar suara kunci terbuka sebanyak dua kali. Saat ibu Manda mendorong pintu itu, terdengar suara seperti lonceng kecil, persis seperti kalau kita masuk ke restoran, butik, atau salon. Mereka semua terkejut melihat sebuah monitor LCD yang ada di sebuah meja tepat di samping pintu bertulisan Operator.
Disana memiliki 12 box yang diisi Komputer dengan ukuran yang sama dan kualitas yang sama. Box itu berukuran tidak terlalu besar, tapi bisa duduk berdua. Sekatnya tidak terlalu tinggi jadi bisa dipantau lewat kamera CCTV yang terpasang di bagian depan warnet dan sudut warnet. CCTV tersambung ke layar LCD yang tergantung di depan operator warnet.
Di meja operator warnet di sediakan printer dan scanner. Itu untuk siapa tahu ada pengunjung yang ingin mencetak bahan yang dia dapat di internet. Dan di belakang operator warnet di sebelah kiri ada lemari pendingin yang berisi segala macam minuman.
Disana juga menyediakan lemari tempat meletakan barang-barang seperti helm dan sepatu. Ini agar warnet ini tertata rapi. Di warnet ini diberi AC agar ruangan warnet tetap dingin.
"Ini diluar ekspektasi gue sih…" ucap Ryu sambil tercengang melihat hasil dari yang direncanakan.
"Biayanya perbulannya pasti mahal," keluh ibu Manda sangat khawatir.
"Kita semua digratiskan memakai warnet ini sepuasnya, tapi setiap bulan kita wajib menyetor uang ke mbak Manda, ini untuk biaya beban listrik warnet dan bayar beban internet, untuk minuman dan makanan di warnet harus beli," Ryu memberikan peraturan buat teman-temannya. "Ada yang gak setuju?" tanyanya sambil melirik ke yang lain.
"Menurut gue gak masalah sih, sebab sebentar lagi tugas sekolah akan banyak membutuhkan mengetik dan mencari bahan di internet," Helena menjawab karena dia kakak kelas mereka.
"Kalau gue kayak nya gak ikut, soalnya uang gue gak bakalan cukup buat kebutuhan gue sehari-hari…" ungkap Arif menolak saran dari Ryu.
"Bilang aja lo gak sanggup buat jalan-jalan dan karaoke," sindir Heri dengan keras. "Lagian ini warnet selain buat lo browsing juga berguna buat lo cari bahan tugas sekolah, kalau hanya buat jalan-jalan dan ke karaoke bisa lo lakuin entar," Heri memarahi Arif yang isinya benar semua cuman agak sedikit kasar.
"Udahlah Her…" Ryu berusaha menengahi. "Lagian gue juga gak pengen maksain kok, gue cuma ngasih jalan terbaik aja, kalau ada yang gak setuju gak masalah," lanjutnya menjelaskan.
"Kira-kira berapa tambahan perbulannya bu?" tanya Mirhan pada ibu Manda.
"Malam ini akan ibu perhitungkan," ibu Manda Menjawab kemudian. "Cuma ibu butuh orang bisa menjadi operator warnetnya, sekalian melakukan sedikit perbaikan kalau ada kerusakan," sesaat dia melihat murid-muridnya.
"Perbaikan warnet Heri, dan buat operator warnetnya Helena," usul Ryu tanpa menunggu persetujuan teman-temannya.
"Sekarang gue pengen nanya kenapa lo memilih gue dan Heri untuk menjaga ini warnet?" tanya Helena terdengar menolak.
"Pertama Arif punya kerjaan diluar setelah pulang sekolah, Mirhan kalau menjadi operator bakalan digratiskannya siapa saja yang main di warnet kita, kalau ibu kadang punya kerjaan mendadak di sekolah," ungkap Ryu menjelaskan. "Kalau lo Na, kan sudah ngerti mengenai warnet karena sudah sering pastinya ke warnet, dan Heri di kamarnya ada komputer, otomatis dia sudah ngerti gimana cara pakai dan memperbaikinya," lanjutnya menjelaskan secara rinci.
"Eh, gua ga gitu-gitu amat lah," Mirhan menyangkal pemikiran Ryu. "Kalau Arif yang jadi Operator warnet…bisa-bisa semua cewek yang dianggap cantik digratiskannya," ucapnya sambil menunjuk Arif.
"Iya bener sih…" Heri setuju dengan pendapat Mirhan.
"Sialan ya...lo pada…" Arif hanya bisa berkomentar seperti itu. Semuanya yang disana tertawa menertawakan tingkah Arif.
"Eh Ryu...bukannya lo juga punya komputer buat main game online dan mengirimkan novel lo?" tanya Heri yang tau keadaan kamar Ryu karena waktu pertama kali Ryu masuk asrama berbarengan dengan Heri.
"Kalau gitu buat pembukuan warnet lo aja yang ngatur," ucap Helena sambil tersenyum.
"Gak ah...males gue banyak kerjaan di kamar," Ryu kembali menolak usul Helena.
"Bagaimana kalau mbak beliin rokok satu bungkus setiap harinya," ucap ibu Manda sangat mengetahui kelemahan Ryu.
"Oke deh...gue mau," secepat kilat Ryu langsung menerima dijadikan orang yang mengurus pembukuan warnet.
"Dasar Jin Botol," ledek Heri pada Ryu.
"Asal ada rokok apapun lancar…" Mirhan menambahkan.
Saat mereka sedang asyik ngobrol disana, tiba-tiba pintu warnet dibuka diiringi suara bel. Masuklah seorang anak laki-laki yang bisa ditebak murid SMP. Dia sesaat memandangi mereka yang juga memandang ke arahnya.
"Apakah warnetnya sudah buka kak?" tanyanya dengan polosnya.
Bersambung…