Chereads / Asrama SMA Flower Garden 13 / Chapter 10 - 『#10』 Tausyiah di kelas

Chapter 10 - 『#10』 Tausyiah di kelas

Seperti murid-murid baru pada umumnya pasti selalu ingin terlihat rajin di sekolah. Begitu juga Rio, Mirhan, Heri, dan Arif, apalagi mereka di hari pertama sudah merasakan menjadi model hormat di depan bendera. Mereka berempat sekarang sudah mulai bisa membaur dengan murid-murid yang lainnya.

Heri murid yang paling pintar di sekolah ini cuma duduk sambil membaca buku agar sudah siap saat pelajaran. Sedangkan Rio dan Mirhan ikut dengan beberapa orang anak yang lain membicarakan game dan film. Sedangkan Arif lagi sibuk mendekati cewek-cewek yang ada di kelas itu.

Kadang di kelas pada umumnya, ada salah satu murid yang punya ide yang cukup brilliant untuk membuat rame di kelas. Nama Zarqoni tapi murid-murid sering memanggilnya Obeng karena sering membawa obeng untuk menyalakan motor yang bisa dibilang antik. Dia adalah teman sekelas dengan Arif di SMP dulu, dan umurnya juga dengan Arif.

Kali ini dia punya ide untuk mengambil taplak meja. Dia kemudian memakai taplak meja itu menjadi surban. Tiba-tiba dia berdiri seperti seorang penceramah kondang yang sedang berceramah di depan majelis keagamaan.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…" ucap Obeng impersonate seorang ulama.

Serentak semua murid di kelas itu menjawab, "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!..."

"Sekarang siapa diantara kalian yang ingin bertanya?" tanya Obeng seperti ustad kondang yang siap menjawab pertanyaan.

"Pak Ustad, saya ingin bertanya, mencintai wanita dua dimensi itu apakah haram pak ustad? Mohon penjelasannya, terimakasih," tanya Arif seperti ibu-ibu yang bertanya pada ustad di acara majelis.

"Mecintai wanita dua dimensi itu...apakah haram... atau...tidak...ini adalah pertanyaan yang sangat bodoh sekali ya?..." dengan wajah datarnya tapi dengan logat seperti menahan marah. "Kalau kalian mencintai wanita dua dimensi dengan nafsu pasti haram, tapi kalau kalian hanya sekedar menyukai tidak masalah," tambah Obeng dengan mantap. Heri Menanggapi perbincangan itu langsung merasa tersinggung. "Ingatlah apa yang dikatakan Petrik Bintang Laut, Pemujaan yang berlebihan itu tidak sehat, Apakah ada pertanyaan lagi?"

"Pak ustad Obeng, kemarin saya jalan-jalan ke kota tua, kira-kira kota tua umurnya berapa ya?" tanya Rio dengan santai.

"Jalan-jalan ke kota tua... umurnya… berapa...ya? Ini sebuah pertanyaan yang semua orang penasaran umurnya kota tua itu...seberapa tua ya?" kali ini Obeng berpikir dengan keras untuk menjawab pertanyaan Rio.

"Umur kota tua ya? Hm… Saya pun juga tidak tahu persis seberapa tua dia," ucap seseorang yang suaranya sudah mereka hafal yaitu wali kelas mereka sendiri pak Sani. "Yak, dikarenakan pertanyaan tadi sudah terjawab, dengan ini acara 'Papah dan Ayang : Curcol dong' sudah selesai. Sampai jumpa lagi besok hari di waktu yang sama. Wassalamualaikum… warahmatullahi wabarakatuh…"

"E-eh!....bapaaak…" seru Obeng langsung kicep. Murid-murid yang lain dikelas tertawa melihat tingkah Obeng yang sedang panik.

"Kalian tenang!..." ucap pak Sani dengan tegas. Itu cukup membuat seluruh murid di kelas itu diam.

Si Obeng langsung mengembalikan taplak meja ke tempatnya. Kemudian dia kabur ke bangkunya yang ada di belakang. Pak Sani langsung berjalan menuju bangku guru.

Pak Sani mulai membuka buku pelajaran ekonomi yang beliau bawa. Semua murid juga membuka buku ekonomi beserta buku catatan mereka. Pak Sani kemudian menyalakan sebatang rokok.

"Katanya dilarang merokok di dalam kelas, tapi kok dia bisa merokok sesantai itu," Heri kembali mengeluarkan kata-kata yang menyindir.

"Hus...jangan berisik…" Ryu lalu meletakkan telunjuk tangannya di depan mulutnya memberi kode agar Heri diam.

Ryu posisi duduknya berada di tengah kelas namun dekat dengan jendela yang mengarah ke luar sekolah. Mirhan duduk di sebelah Ryu, sedangkan Heri dan Arif duduk sebelah meja Ryu dan Mirhan. Itu membuat mereka selalu bisa ngobrol meski jam pelajaran.

***

Seperti biasa setelah pelajaran berakhir mereka semua ke kantin untuk bersantai. Mereka baru sampai di kantin untuk bersantai, minum, dan makan. Mereka selalu memilih tempat di pojokan yang dekat dengan mang Basit membakar sampah.

Sesaat Ryu melihat sebuah gitar yang nganggur di sana. Ryu yang pada dasarnya bisa bermain gitar langsung mempunyai ide untuk memainkannya. Dia lalu menanyakan itu pada pelayan mencatat pesanan mereka.

"Mbak...itu gitar siapa?" Ryu bertanya sambil menunjuk sebuah gitar.

"Oh...itu…" ucap si pelayan setelah melihat apa yang Ryu tunjuk. "Itu milik Ahmad Firmansyah, anak murid dari kelas kalian juga," jawab pelayan itu.

"Oh iya, kalau kupikir-pikir namanya kayak gak asing ya?" ucap Ryu berusaha mengingat-ingat.

"Eh iya, kok kayak dejavu' ya? Berasa kemarin nonton infotainment lagi ada artis yang katanya lagi bermasalah dengan saham perusahaannya." ucap Heri sambil memencet handphone.

"Untung ayah gue gak menanam saham di perusahaan itu." ungkap Mirhan menceritakan.

"Oh… Si Agung Firmansyah itu ya? Nyanyiin lagu 'Tapi tak begini' yang lagi terkenal itu." tambah Arif memperjelas.

"Tadi dia nitip tuh gitar agar gak disita guru, tuh anaknya datang," pelayan itu lalu menunjuk seorang murid yang berpakai tidak jauh beda dengan Ryu.

"Gue bukan Agung Firmansyah, nama gue Ahmad Firmansyah, mentang-mentang nama belakang sama," ucap Firman terlihat kesal.

"Iya… iya… Eh bro!...itu gitar lo!..." seru Ryu kepada Firman sambil menunjuk sebuah gitar.

"Lo diem Nyet…" jawab Firman sambil berbisik ke arah Ryu.

"Gue mainin ya?..." tanya Ryu sambil tersenyum.

"Buset...Jin Botol pengen tampil…" Mirhan mulai berkomentar.

"Jangan berisik...lo mau dihukum hanya karena ngamen di sekolah?" Heri kembali mengeluarkan ucapan pedasnya. "Lagian belum tentu jadi artis juga," tambahnya lagi.

"Udahlah Her...paling keciduk…" Arif ikut mengatai Ryu.

"Yaelah...siapa sih ngelarang orang nyanyi sambil main gitar doang?" Ryu lalu mengambil gitar yang nganggur itu.

Dia lalu mulai mengecek senar gitar agar tidak terdengar fals. Setelah diyakini tidak ada yang salah pada senarnya, dia mulai memainkan lagu yang sangat terkenal pada saat itu yang berjudul "Penantian Yang Tertunda". Suara Ryu kalau didengar dibilang bagus tidak juga, dan dibilang jelek banget, tapi orang-orang suka dengan cara dia memainkan gitar. Termasuk cewek yang kemarin sudah jadi pacarnya yaitu Rasya. Setelah dia selesai menyanyikan satu lagu semua orang disana terdiam karena suara Ryu yang tidak jelas.

"Udah-udah bro...biar gue yang nyanyi, dan lo yang mainin gitar," ucap Firman yang tidak sabar.

Sementara diantara orang yang mendengarkan Ryu bernyanyi hanya Rasya yang tepuk tangan. Entah dia suka mendengar suara Ryu, atau dia yang tidak paham bagaimana membedakan suara yang bagus dan suara yang standar. Namun reaksi Rasya cukup membuat Ryu salting. Akhirnya dia hanya tersenyum menanggapi tepuk tangan dari Rasya.

"Ryu…" ucap Rasya pada Ryu kemudian.

"Ia...ada apa?" tanya Ryu lalu menghampiri Rasya.

"Malam ini jalan yuk?" Semua orang disana terkejut melihat Rasya terang-terangan mengajak Ryu jalan. Termasuk para cowok yang ada disana.

"Gue gak punya motor buat jemput lo," jawab Ryu dengan jujur.

"Biar gue yang jemput," Rasya terlihat ngebet pengen ngajakin jalan.

Mendengar itu semua cowok di sekolah ini yang dari dulu naksir Rasya langsung memandang tajam ke arah Ryu. Sementara Ryu hanya santai saja menanggapi Rasya yang bisa dibilang Ratu SMA. Begitu juga si Arif yang dari awal masuk sekolah sudah mengincar Rasya.

"Oke deh...kalau lo pengen jemput…" mendengar jawaban Ryu para cowok yang ada disana semakin sinis melihat Ryu.

Rasya sangat senang mendengar jawaban Ryu yang menerima jalan dengannya. Disana Dicky dan teman-temannya juga menatap tajam ke arah Ryu. Istirahat berakhir dan semua murid kembali ke kelas termasuk Ryu, Mirhan, Heri, dan Arif.

Bersambung…