Yanda masih bingung dengan apa yang dilihatnya. Seorang wanita terbang dihadapannya. Dia penasaran apakah wanita itu hantu. Sudah jelas pastinya. Apakah pernah ada tragedi kematian disekolah mereka sebelumnya? Ia masuk kedalam kamar sebentar. Sementara teman-temannya membereskan piring bekas kue yang mereka makan. Dia mengeluarkan kamera DSLR-nya. Dia simpan laptopnya dalam lemari, lalu dia kunci. Risu mengisi tasnya dengan benda baru yaitu kamera. Dia harus merekam apapun yang ada dirandai. Siapa tahu dia menemukan jawabannya. Ia kemudian segera menutup tasnya. Dia kunci pintu lemari dan kunci itu Risu masukan kedalam tas tapi bagian dimana ia sering menaruh pulpen. Kemudian ia tutup pintu kamar kemudian ia kunci. Setelahnya ia membantu teman-teman membereskan gelas-gelas dan piring-piring. Selanjutnya mereka semua pamit kepada ibunya Risu untuk berangkat menuju tempat pertunjukan. Mereka pergi jalan kaki karena lokasinya sangat dekat sekali. Yaitu berada pekarangan rumah warga disebrang jalan pos ronda. Setiba disana orang-orang semuanya mengerumuni. Ada anak-anak, orangtua, dan beberapa teman sekolah turut hadir dalam acara tersebut.
Ia melihat semua peralatan sudah tertata. Ada gandang tasa, tamboring, talempong, saluang, dan lain sebagainya. Ke enam gadis itu duduk diantara anak-anak SD yang memakai baju bergambar Mickey Tokyo Revenger dan anime lainnya.
"Dima ang bali ko dek amak ang ko? (Dimana kamu beli baju sama ibu kamu ini?)" tanya anak SD yang sangat suka dengan model baju dirinya. Maklum, sekarang ini anime Tokyo Revenger sedang mewabah disemua kalangan selain Attack On Titan dan Kimetsu No Yaiba.
"Den dibalian amak den diplaza Piaman nan baru tu aa ( Aku dibeli ibuku di plaza Pariaman yang baru itu) Ado gambar Draken lo diang ( Ada draken juga )"
"Io bana?( Yang benar?)"
"Ia beneran"
Risu yang sibuk membidik gambar mendengar obrolan bocah-bocah yang pas dengan seusianya, walau anime yang mereka tonton sebenarnya rate dewasa. Ia melihat anak itu rambutnya dikucir pula bagian atasnya mirip salah satu tokoh yang lagi booming pada saat ini. Mickey. Bukan kaya Mickey, tapi malah kaya anak perempuan.
"Ang mirip amak-amak ( Kamu mirip ibu-ibu)" Ucap anak itu dengan suara seraknya yang kesannya imut.
"Malo den mirip amak-amak? Jaleh aden ko mirip Mickey ( Mana pula aku mirip ibu-ibu? jelas aku ini mirip Mickey)"
"Aaaeeehhh makak ang Jefri. Jaleh io kecek kawan ang, ang mirip amak-amak. (Ribut kamu Jefri. Jelas benar kata teman mu, kamu mirip ibu-ibu)" Ujat Monra menyuruh mereka diam. Mereka semua diam seketika kala Monra sudah marah. Risu mengeluarkan kameranya. Mereka yang pergi dengan Risu tercengang.
"Tumben kamu bawa kamera" Ujar Nisa. Nisa tidak tau tujuannya apa kenapa ia bisa membawa kamera.
"Aku pengen ngerekam aja"
"Cie mau ngerekam Yanda ya?" tanya Lupita menggoda.
"Nggak, cuman ada tugas fotografi jadi didokumentasi gitu" Ujar Risu yang mendadak mengeluarkan alasan bohong secara spontan. Tiba-tiba ada seorang cowok yang duduk dibelakanh 6 gadis itu. Seorang remaja laki-laki berwajah pucat dengan bibirnya yang merah duduk dalam posisi bersila. Risu kaget ketika orang itu datang. Siapa lagi kalau bukan anak baru. Iqra tersenyum menatap Risu.
"Hai Risu"
"Hai..." Sapa Risu kembali. Salah satu diantara mereka bicara dengan nada berbisik. Lupita menatap Iqra seperti mengingatkan dia dengan sesuatu.
"Dia mirip karakter imoogi yang di TALE OF THE NINE TAILED" Ujar Lupita kepada mereka. Semuanya menoleh karena mereka mendengar.
"Kamu tau drama itu?" Tanya Nisa mulai terpanjat.
"Ya tau dong. Aku ini fans Lee Dong Wook garis keras. Kamu kok juga tau Nis?" kata Lupita.
"Aku fans Kim Beom garis keras"
"Kim Beom awet muda ya. Keknya maknya ngidam formalin deh waktu hamil dia? Masa udah 30 lebih masih imut kaya gitu?"
"sepertinya kawan"
Tadi ada yang membicarakan tentang anime. Sekarang tentang drama Korea. Ia melihat orang sudah ramai sekali, hingga tanpa tak sengaja ia melihat ayahnya membawa beberapa kantong plastik besar, dimana isinnya sekotak snack yang nantinya akan dibagikan kepada anak-anak randai dan pengunjung. Ayahnya yang tampan menjadi pusat perhatian anak gadis. Karena tampangnya yang macam aktor Korea.
"Ya ampun siap om-om itu?" Tanya teman-teman lain selain yang berenam terpana melihatnya.
"Ganteng sekali. Mirip Dong Hee Suju" kata mereka dengan tampang memuja.
"Kaya beginilah punya papa yang ganteng" ujar Risu.
"Kamu jangan begitulah Risu. Sejelek dan setampan apapun ayahmu bersyukurlah" Ujar seseorang yang tiba-tiba berbicara. Siapa lagi kalau bukan Iqra.
"Ia Iq. Harusnya" Kata Risu. Dia menatap Iqra dengan tatapan yang sangat lama. Iqra kembali fokus ke arah penonton. Ketika ia menatap Iqra, wajahnya mendadak memerah. Ada apa ini? ia baru pertama kali kenal. Tak biasanya ia merasakan sesuatu hal yang aneh seperti ini. Iqra tersenyum kepada Risu, namun ia malu-malu. Jantungnya terasa tidak aman.
"Aduh, kenapa aku kaya Bella Swan yang lagi menatap Edward begini?" Kata Risu meracau sendiri.
"Siapa Ris?" Tanya Mahesa yang membuat mereka semua menoleh.
"Nggak ada. " Risu mencoba untuk tidak membahas apa yang dia rasakan. Salah satu mereka menoleh siapa yang Risu tatap. Ternyata yang dilihat oleh kawannya itu adalah anak baru.
"Iqra?"Tanya Mahesa.
"Ia"
"Kamu pergi sama siapa?"
"Sama temanku Dendi dan keluarga bu Wiwi" Ujar Iqra jujur.
"Kamu diadopsi sama mereka ya?" Tanya Monra ikut kepo. Iqra seperti bingung mau menjawab apa. Namun ia tersenyum.
"Ia"
Mahesa mulai berbicara kepada teman-temannya. Namun ia berbicara dengan nada bisik-bisik. Dia tetap menyebut Iqra itu kembaran Edward Cullen. Risu memang tak pernah menatap lawan jenis dengan tatapan yang lama. Tapi untuk pertama kalinya ia menatapnya seperti ini kepada Iqra. Aliran pacu darahnya mengalir lebih kencang. Dia mencoba mengontrol itu semua. Apakah dia sedang jatuh cinta? Jangan sampai cinta itu ada didalam kamusnya.
Semua sudah hadir dan sekarang anak randai memulai performanya. Laki-laki yang menjadi penari membentuk sebuah lingkaran.
"Terrrrrrr tieh..ah!!" kemudian mereka bertepuk tangan terlebih dahulu.
Mereka memukul celana galembongnya sehingga terdengar seperti bunyi pukulan gendang. Kemudian mereka bertepuk tangan lagi mengangkat kakinya sebelah dengan posisi memutar sambil memukuk celana galembong itu, lalu para penari itu mengambil posisi tangan satunya berada ditanah, dan satu lagi keatas. Lalu kaki mereka seperti orang yang akan sedang berlari. Disini masuklah dendang.
"Manolah...... niniakkk...
Nan jo mamak..
cukuik...panonton...
kasadonyo....
(Cukuik...panonton....kasadonyo...)
Maaf ...jo rilah.....
Nan kami pinta....
sagalo kami... anak mudo...
(Saga...lo kami.....anak...mudo)
Basaba dulu....
saatinyo....
cupak.....jo gantang....
lah...tatagak..
(Cupak jo gantang....lah...tatagak)"
Disaat sedang badendang para penari randai akan menari layaknya orang bersilat. Namun tetap diiringi aba-aba kode As! dan Teuh! Risu melihatnya dengan takjub. Dia membidik gambar dengan saksama. Lalu ia merekamnya karena ia benar-benar penasaran.
Keberagaman budaya yang ada di negeri ini tak akan lekang oleh zaman. Ia menatap Iqra yang tersenyum.
"Pertunjukan seperti ini bisa dilihat oleh siapapun sekarang. Padahal zaman dulu dibayar dan hanya orang-orang tertentu saja" Ujar Iqra meracau.
"Hah?"
"Nggak ada Risu. Aku cuman ngomong gak jelas saja. Ayo silahkan menikmati"
"Cerita yang dibawa adalah Siti Baheram"
Mendengar itu Iqra yang awalnya tersenyum mendadak diam. Ia seperti menahan kesedihannya yang tidak bisa uraikan dengan kata-kata. Karena ia tak percaya ia bertanya pada Risu.
"Siti Baheram?"
"Ia. Kenapa?"
Iqra mulai ingin menangis. Tapi dia mencoba untuk mengendalikan semuanya.
"Tidak apa-apa... baguslah"
Risu menatap aneh Iqra. Ia merasa Iqra tampak sedih dan juga gelisah saat ia menyebutkan nama Siti Baheram. Apakah dia menyukai jalan ceritanya sampai dia sedih seperti ini? Monra menegur Risu supaya jangan ribut. Kemudian ia melanjutkan melihat pertunjukan tersebut yang tanpa sadar masuk kejalan cerita.