Risu ingin menangis mendengar ucapan Iqra. Ibu, sebegitu berartinya sang ibu dimatanya. Puncak kesedihan dimana dia mengukir kata-kata itu dengan spontanitasnya. Hati yang paling membuat kita teriris adalah, kita mampu mencintai orang lain. Tapi mencintai yang patut dicintai itu sangat sulit. Bahkan sekarang dianggap tidak berarti bagi sebagian anak yang baru sadar, bahwa kasih sayang ibu sepanjang zaman. Dari sudut yang tidak diketahui, ada seorang wanita tua yang menatapnya dengan linangan airmata. Dia ingin menghapus airmata remaja laki-laki itu yang batinnya tersiksa. Ingin menepuk pundaknya dengan kasih sayang seperti dulu. Jika waktu terulang, dia akan tetap mencintai remaja itu sepenuh hati. Hanya saat ini, keadaannya tidak terjamah oleh remaja itu. Wanita itu ingin memeluknya disaat dia rapuh, tapi dia belum bisa. Wanita tua itu dikelilingi kupu-kupu yang memancarkan sinar macam kelap-kelip bintang. Dia kemudian menghilang dari anak itu.
Iqra, ingin sekali hujan terhenti. Hujan ini teringat betapa jahatnya membalas perasaan cinta yang abadi itu, dengan kekejaman yang ia perbuat.
Teman-teman Risu yang kemudian penasaran kenapa dengan Iqra. Dia bertanya dengan nada berbisik.
"Dia kenapa?" Tanya Monra penasaran.
"Lee Yeon kenapa?" Tanya Lupita memanggil Iqra dengan sebutan Lee Yeon. Monra mengkodenya agar Lupita tidak bergurau. Tapi gadis itu ingin menghiburnya. Tetap saja Iqra menghela nafasnya sambil menitikan airmatanya, yang tidak henti-henti. Sebenarnya apa yang pernah diperbuat oleh Iqra sampai dia menangis seperti ini? Ini layaknya hujan dihari ini yang tidak berhenti sejak tadi, membasahi bumi dimana ia mencoba menghidupkan apa yang telah layu. Biasanya banyak cerita indah dibalik hujan. Namun tidak bagi Iqra. Dia harus kehilangan ibu. Entah kenapa Risu memikirkan sesuatu. Dia menatap wajah Yanda dan semuanya.
"Kita kerjain fotografi bareng yuk nanti sama-sama dipantai tiram"
"Hah, boleh tu boleh" kata mereka setuju.
Risu mengusap pundak Iqra. Tak biasanya Risu menenangkan jiwa anak laki-laki seperti itu. Dia tidak boleh cemburu. Dia hanya berfikir kalau gadis itu hanya bersimpati saja. Yanda mencoba mengontrol semua rasa itu didepan Risu. Sebagai seorang cowok, dia tidak boleh cemburu. Apalagi dengan kejadian tadi pagi cukuo membuatnya malu. Jiwa Iqra menjadi tenang setelah dia diperlakukan seperti itu. Apalagi dia jadi ingat dengan ibunya yang telah tiada.
Sebenarnya bukan hanya Yanda saja. Melainkan teman-teman yang lain juga merasa aneh. Risu tidak pernah menenangkan jiwa anak laki-laki. Tapi gadis itu tidak mempunyai rasa yang aneh-aneh. Ia hanya menganggap bahwa kawan sebangkunya itu perlu diredakan jiwanya.
Tangan seorang perempuan, membuat dia kembali teringat dengan tangan wanita tua yang menangis karenanya. Cinta yang terlalu dalam dimana ia sia-siakan. Akankah kembali terulang dengan semua itu? Jika ada dimana waktu kembali terulang, dia akan menemukan rasa cinta seperti Monra dan Alif. Berkirim surat dengan kekasih yang dicintai. Cinta, cinta ibu kepadanya ia buang begitu saja seperti tak berguna. Apakah pantas dia mengharapkan cinta seperti itu?
Jika, rasa itu hadir ... pasti dia akan menjadi pribadi yang manusiawi. Jika ... cinta yang diberikan Tuhan pada setiap insan untuknya ada diwaku lampau, keluarga yang ia cintai dan ibu yang dia cintai tak akan terluka hebat karenanya. Tapi, yang menyentuhnya bukanlah sang ibu. Melainkan tangan seorang gadis.
Jika ... cinta itu hadir disituasi seperti ini maka itu adalah musibah untuknya. Selesai menenangkan Iqra. Dia kembali tersenyum. Hujan berhenti dan dia kembali masuk kelas.
Guru lain sudah datang membawa perlengkapan sablon. Diantaranya bremol, rackel dan juga monil. Ini biasanya digunakan untuk melakukan sablon dengan teknik manual. Serta diatasnya ada tinta Cina dan minyak goreng.
Saat Risu melihat guru sablon membawa peralatan, ia memegang tangan Iqra. Memang, Iqra ini memiliki suhu tubuh seperti mayat. Dingin dan kulitnya pucat. Tapi dia berusaha melakukan apapun sebisanya. Melihat itu hati Yanda cukup gelisah, tapi dia tidak boleh cemburu. Dia harus dewasa disaat seperti ini.
Sementara dibelakang, Alif menatap Monra. Monra yang menyaksikannya langsung salahtingkah dan pura-pura menatap Lupita. Lupita yang melihat tingkah aneh Monra, kenapa dia begini? Ternyata dia sedang menatap Alif. Alif bahagia ketika Monra mengutarakan semuanya bahwa gadis itu jatuh cinta padanya.
Guru sablon itu bernama ibu Isil. Bu Isil lalu menjelaskan bagaimana cara menyablon secara manual.
"Pertama kalian desain dulu gambarnya dikertas HVS pakai spidol permanen.
Setelah itu bagian yang ingin kalian warnai lalu di beri tinta cina atau spidol permanen. Setelah itu kalian olesi minyak makan atau kata orang minyak goreng. Nah didiam sebentar. Lalu monil ini kalian olesi bremol terlebih dahulu. Bisa dengan menggunakan sinar matahari, bisa juga dengan menggunakan headrayer rambut. Kalian keringkan. Kemudian setelah kering, kalian letakan gambar kalian ke monil yang sudah diberi bremol, kemudian himpit dengan kaca.Setelah itu didiamkan sebentar, baru kacanya dibuka. Tapi pastikan gambar kalian itu nantinya udah terjiplak apa belum. Caranya dengan meletakan monil ke arah sinar matahari"
Saat guru sedang menerangkan, Risu mengeluarkan buku sketsa. Dia mulai merancang apa yang akan dia sablon. Dia teringat dengan wajah wanita yang sering menemuinya dalam mimpi. Dia memakai baju kanduang dengan gaya klasiknya. Sampai saat ini dia penasaran dengan wanita itu siapa. Selesai menerangkan tentang sablon, semua murid pulang. Risu keluar bersama dengan ke-3 temannya. Namun disusul oleh Yanda yang mengejarnya.
"Hai...Risu" Yanda memanggil. Melihat Risu dipanggil oleh Yanda, mereka kemudian meninggalkan kawannya agar bisa punya waktu berdua.
"Risu kami duluan ya?!" Kata Nisa dengan senyum-senyum.
"Hey tunggu!"
"Aku juga nih" kata Monra ikut-ikutan.
"Kamu sama aku aja" Mulailah ada orang mengajak Monra pulang. Aduh Alif lagi.
"Kenapa kamu mau pulang sama aku?"
"Aku mau ngajak kamu makan" kata Monra.
"Tapi aku harus pulang sama Risu" kata Monra gugup.
"Makan dulu bentar" kata Alif mulai merangkul Monra sebegitu posesifnya. Mereka semua tercengang. Disana, Iqra juga melihat pasangan muda-mudi saling merangkul sebegitunya. Dia menghampiri Risu dan teman-teman yang lain.
"Ris, Yan aku pulang dulu" pamit Iqra.
"Oh ya Iqra hati-hati dijalan."
"Hati-hati dijalan Lee Yeon" Kata Lupita yang mabok Lee Dong Wook.
"Hati-hati" kata Yanda. Dan tiba-tiba ada yang memanggil "Lup-Lup". Mereka menoleh. Siapa lagi kalau bukan Rifki.
"Lup-Lup? Jelek banget nama aku"
"Nama mu emang Lup-Lup"
Apalagilah ini. Ditambah cara bicaranya macam orang Thailand. Ya bagaimana lagikan Rifki ini adalah teman sekelompok Lupita. Sedangkan Nisa dia dipasangkan dengan Bima yang sudah menunggu didepan. Dia juga memiliki perawakan yang tampan juga. Dia merupakan anggota randai juga.
"Nis ... ayo kita pergi" kata Bima. Lalu Risu pulang sama siapa?
Mendengar semua teman-temannya pulang dengan kawan sekelompoknya, Yanda tersenyum karena mendapatkan kesempatan berdua dengan Risu.
"Kamu pulang sama siapa?" Tanya Yanda basa-basi.
"Aku bisa pulang sendiri kok" Kata Risu.
"Yah sayang banget. Aku padahal pengen ngajak kamu pulang sama aku lo. Kamu nggak mau. Aku pengen minta maaf sama ayah kamu juga. Tadi pagi malu banget"
"Biasa itu. Palingan papa nanti dirumah malah ketawa ngakak" kata Risu.
"Tapi aku nggak tenang. Malu" Kata Yanda merasa bersalah.
"Ya udah, aku tunggu kamu"
"Gak usah, kamu ikut aku aja ke ruang randai. Ada yang ketinggalan soalnya"
"Oke aku ikut kamu"
Risu mengikuti Yanda kemanapun ia pergi. Kali ini dia dibawa oleh Yanda keruang randai. Setelah sampai disana, dia melihat ada anggota lain yang menunggu. Salah satunya adalah Amanda yang dari tadi menunggu Yanda. Cuman, dia tidak datang sendiri. Melainkan dia datang bersama dengan seorang gadis yang tidak ia suka. Arisuska Miranda Nurwin Putri. Dia memiliki perawakan seperti bayi perempuan. Tapi dia tidak seperti gadis lain. Yang kecentilan saat bertemu.
"Kamu kok jalan sama dia sih?!" Tanya Amanda sinis.
Yanda merangkul Risu didepan semua anggota randai yang ada disana.
"Kenapa? kamu nggak suka?" Tanya Yanda dengan nada ketus. Risu bingung diposisi ini. Ia mencoba melepaskan diri dari rangkulan cowok jangkung tersebut. Karena wajah Amanda telah menunjukan ingin berkelahi dengannya. Tapi rangkulan itu tambah erat dan terkesan posesive.
"Kamu jadi cewek jangan gatel ya?!" Kata Amanda. Yanda kemudian melepaskan rangkulannya. Akhirnya Risu jadi tenang. Amanda benar-benar marah.
"Aku pergi dulu ya sama Risu"
"Tapi kita itu latihan sekarang!!!" Ujar Amanda berteriak kencang sekali. Dia mencoba menelvon ibu Eka, supaya Yanda tidak jadi pergi dengan Risu. Setelah direspon, Amanda senang karena dengan hadirnya buk Eka sekarang Yanda tidak jadi pergi. Risi menatap Amanda dengan tatapan aneh. Padahal dia tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Yanda. Dia merasa biasa saja.
"Halo bu, kita jadi latihan gak hari ini bu?" Tanya Amanda. Mendengar jawaban ibu Eka wajahnya jadi menahan Amarah. Yanda merampas ponsel milik Amanda.
"Assalamualaikum bu ini saya Yanda. Bu jadi nggak kita latihan hari ini?"
"Walaikumsalam, Kita gak jadi latihan hari ini Yan. Ibu sedang ada urusan dua hari ini. Kasih tau sama teman-teman"
"Baik bu" Yanda merasa senang. Dia kemudian menyerahkan ponsel Amanda secara kasar.
"Kita gak jadi latihan kata ibu Eka"
"Alhamdulillah. "
Yanda menarik tangan Risu didepan Amanda.
Menjengkelkan.