Seorang wanita tua yang sedang duduk dibawah pohon menatap angkasa. Dia memakai baju putih bersinar seperti bulan purnama dengan selendang yang mengitari kepalanya. Wanita itu adalah sosok kasat mata yang hanya dilihat oleh beberapa orang tertentu. Dia berusaha menampung air hujan dengan satu telapak tangannya. Namun ia hanya sebuah bayangan yang dapat ditembus. Saat hujan tiba, wanita itu berani mendongak keatas langit tanpa peduli kilat mulai muncul lalu lalang akan menyambar insan yang masih dapat tersentuh.
Ia menatap angkasa sambil memegang tali tambang yang sudah lusuh dan warnanya kelabu, seperti langit yang sama kelabunya dengan apa yang ia sentuh. Ia meletakannya dalam dada seperti orang yang berada diposisi hancur hatinya.
Di duduk dibelakang pohon kelapa sambil mengingat sesuatu. Mulutnya bergetar kala mengingat suatu peristiwa telah menyayat hati sekitar 100 tahun lebih yang lalu. Dia melihat anaknya mati tergantung dihadapannya. Dia hanya bisa menangis pasrah dengan itu semua. Tangisannya itu pecah dengan rasa penyesalan yang amat dalam. Sehingga wanita yang memakai baju batabua ikut sendu pula. Malahan, ia memeluknya. Tangisannya pecah hingga membuat semua orang ikut mendengar. Namun sumber suara itu membuat orang tidak mengetahui asalnya darimana.
Seperti gemuruh yang menggema, ribuan burung gagak terbang keangkasa. Mereka hampir menutupi langit yang telah kelabu, akan tambah kelabu bisa gagak-gagak itu menutup sekilas cahaya matahari yang masih tersisa menutupi kelabu.
Bayang-bayang luka penuh pilu, dimana hati seorang ibu selalu menangis histeris karena anak yang dulunya menyesalnya dikemudian hari. Seorang wanita memakai baju batabua memeluknya dengan erat. Menghiburnya karena ada cinta yang tetap terukir buat anaknya yang entah kemana.
"Amak, awak janji baok inyo samo amak baliak (ibu, aku janji bawa dia bersama ibu lagi)"
Ucap wanita itu meyakinkan. Kasih sayang yang tak pernah luntur, adalah cinta seorang ibu. Walau anaknya sepembangkang apapun, rasa itu tak akan pernah luntur walau dizaman apapun. Contohnya wanita ini. Ia tidak bisa menembus langit demi sibirang tulang yang pergi terlebih dahulu sebelum dirinya. Wanita itu menangis histeris dalam pelukan ditemani atmosphere yang kelabu.
-----------------------------------------
Yanda dan Risu pergi keparkiran. Dia mendengar macam suara yang terdengar sangat berisik. Setelah dilihat, ribuan burung gagak berbaris secara rapi menuju diantara fatamorgana ganang-gunung yang berdiri. Mereka menari tanpa ada satupun kawannya yang tertinggal. Suaranya bising sekali. Mereka memenuhi langit diberbagai penjuru untuk arah yang sama. Mamakak dengan suara yang amat menakutkan.
"Apa ini?" Tanya Risu sedikit takut. Bahkan burung gagak itu ada satu yang turun hampir mengenai baju risu, namun ditangkis oleh Yanda yang secara tidak sadar tangannya terpatuk.
"Aarrrrkkhhh" Ketika ia berada didalam pelukan Yanda, ia melihat bajunya sedikit basah. Setelah ia check dengan membalikan badan, sirah mulai dari kulit kekar milik Yanda. Risu kemudian panik. Sebab sobekannya hampir menembus tulang.
"Yanda!!!"
Risu kemudian panik dan memeriksa apa yang ada dalam tasnya. Dan ternyata dia memukan perban yang gulungannya lumayan tebal. Dia membalut luka Yanda untuk sementara waktu. Sebab kalau dibiarkan darahnya akan keluar semakin banyak. Burung-burung itu tambah memperparah keadaan. Langit dibuatnya menghitam. Ini adalah sebuah fenomena. Semua orang tampak ketakutan. Banyak orang yang percaya kehadiran burung-burung itu adalah pertanda buruk. Risu berusaha membalut tangan Yanda dengan begitu paniknya. Bahkan dia mau menangis karena tangan berharga Yanda ini ia bisa menampilkan pertunjukan randainya dengan baik.
Risu merasa bersalah. Tangannya gemetar ketika membalut tangan kawannya itu. Yanda mengelus wajah Risu dengan lembut supaya dia tetap tenang. Tapi beberapa ekor burung datang lagi, namun berhasil terhalang oleh mereka. Risu kemudian mengajak Yanda untuk pulang bersamanya. Giliran dia yang akan membawa motor kerumahnya sendiri.