Bragh, jedar, suara mobil menabrak pagar rumahku. Tatapan kami saling beradu. Perselisihan kami hentikan sementara, aku segera berjalan mendekati sumber suara.
"Jihan, aku belum selesai," Mas Wira berjalan mengikutiku sambil bersungut-sungut.
"Sudahlah, pikirkan sendiri langkah yang harus kamu ambil. Aku sudah sangat lelah dengan keadaan ini." jawabku sambil terus melangkah menuju depan toko.
Langkahku terhenti ketika melihat seorang perempuan dengan penampilan sederhana mendekatiku. Beliau adalah perempuan dengan sejuta kemampuan yang selama ini sangat menginspirasiku. Perempuan yang tidak sombong walaupun memiliki semuanya.
"Mbak Dias, mimpi apa aku bisa didatangi perempuan hebat seperti njenengan!" teriakku tanpa mengalihkan pandangan. Beliau tersenyum dengan begitu ramah.
"Jihan, bisa aja kamu ini! Kebetulan aku lewat di daerah sini, ya sekalian mampir saja melihat kemajuan gudang empon-empon terbesar di daerah sini!" jawabnya tetap dengan tatapan yang sangat menyejukkan. Senyum ramah tidak lepas dari bibirnya. Penampilannya sungguh sangat sederhana, tetapi kalau benar-benar diamati barang yang beliau kenakan sangat berkualitas dan limited edition. Walaupun barang yang beliau kenakan bukan merk-merk terkenal tetapi merupakan produk lokal yang tidak diragukan kualitasnya.
"Bagaimana kemajuan usahamu? Apa masih ada kendala? Eh maaf aku masuk tanpa permisi," ucapnya dengan nada yang sangat sopan.
"Beruntung sekali tempat ini didatangi tamu istimewa, maaf kami tidak menyiapkan sambutan yang baik untuk njenengan." Aku menjawab dengan suara bergetar.
"Jihan, aku belum selesai, tolong segera kerjakan perintahku!" teriak mas Wira karena aku mengacuhkan semua perintahnya.
Mbak Dias berjalan pelan sambil melihat-lihat etalase yang memajang aneka jamu produk dari pabriknya, kemudian beliau berjalan pelan menuju gudang empon-empon kami. Beliau berhenti kemudian menghampiri beberapa sopir pabrik yang masih mengantri untuk muat barang. Walaupun aku berdiri berhadapan dengan Mas Wira tetapi mataku masih mencari-cari keberadaan Mbak Dias. Betapa malunya aku saat ini.
"Sudah selesai?" potongku dengan pandangan kesal dan tidak memberikan dia kesempatan berbicara kembali.
Dia kemudian diam dan menatapku dengan penuh kemarahan. Mungkin baginya, aku tidak sopan karena memotong pembicaraannya dan dia tidak suka dengan sikap pembangkangku.
"Kita selesaikan masalah ini, nanti setelah jam pulang kerja. Bersenang-senanglah dulu dengan istri barumu sebelum aku datang dan mengusik ketenangan kalian. Pergilah, Mas, karena saat ini, toko kedatangan tamu istimewa. Dan kehadiranmu disini sangat mengganggu kami!" ucapku tegas dan penuh penekanan. Tatapan kecewa dan penuh kemarahan terlihat sangat jelas. Caci maki terdengar lirih saat dia melintas di depanku.
Aku kembali mendekati Mbak Dias yang terlihat sedang mengobrol dengan beberapa pegawai di gudang empon-empon. Beliau tidak canggung berbicara dengan pegawai rendahan seperti kami. Benar-benar luar biasa sosok kartini modern ini.
"Mbak, maaf kalau kami tidak menyambut kedatangan njenengan dengan baik! Maafkan saya karena njenengan harus melihat pertengkaranku dengan suami." Aku menunduk dan menunggu dengan sabar wejangan dari beliau.
Mbak Dias hanya tersenyum, beliau masih meneruskan langkah sambil memegang empon-empon yang sudah kami keringkan dan dipisah sesuai jenisnya tetapi belum dimasukkan ke dalam karung-karung. Senyumnya terus mengembang karena melihat para pegawai yang bekerja dengan maksimal tanpa mengeluh. Para pegawai itu tidak menyadari kehadiran sosok yang sangat penting dalam usaha ini.
Aku terus mengikuti Mbak Dias kemanapun kakinya melangkah. Beliau berhenti pada tumpukan jahe merah yang belum kami bersihkan. Jahe itu dalam keadaan kotor, tanah masih menempel tebal pada tiap ruasnya bahkan ada yang masih terlihat batang-batangnya.
"Jihan, tolong jahe-jahe ini segera dibersihkan ya, sayang kalau membusuk dan tidak bisa digunakan lagi." Beliau langsung mengambil beberapa ruas kemudian mencucinya dengan bersih. Mengamati dan melihatnya dengan teliti. Beliau sama sekali tidak canggung mengerjakan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan pegawainya. Beliau adalah sosok pimpinan idaman.
"Lihatlah, kualitas jahe ini sangat bagus dan kalau diolah akan menghasilkan rasa yang sangat pedas. Walaupun hanya dibakar, rasa jahe ini sangat enak dan banyak sekali manfaatnya. Bisa saya minta tolong, jahe ini dibakarkan sebentar?"
"Bisa, Mbak!" jawabku singkat. Aku segera berjalan menuju pintu belakang rumahku, mengerjakan segala instruksi Mbak Dias. Membakar jahe sebentar ketika dirasa sudah panas, kemudian digeprek, setelah itu disiram dengan air yang mendidih. Aroma jahe sangat kuat tercium. Menambahkan satu sendok makan madu dan sesendok teh gula pasir serta beberapa irisan gula aren. Sepertinya jahe ini sangat nikmat dan aromanya yang kuat membuat setiap orang yang menciumnya segera ingin menikmatinya.
Disela kesibukanku membuat wedang jahe, aku melihat Mbak Dias masih sibuk memilah-milah berbagai empon-empon yang sudah kering kemudian dia berbicara dengan beberapa pegawai. Entah hal apa saja yang mereka bicarakan. Yang jelas pasti untuk kemajuan usaha kami.
"Alhamdulillah selesai," ucapku dalam hati. Aku segera berjalan mendekat sambil membawa beberapa cangkir dan satu teko wedang jahe yang masih panas.
"Ini, Mbak, monggo dinikmati!" ucapku lirih sambil meletakkan nampan yang kubawa.
Mbak Dias segera menuangkan wedang itu, beliau terlihat puas dengan minuman yang disajikan. "Coba nikmati wedang ini, kualitas jahe dari daerah sini sangat bagus. Rasanya sangat kuat dan satu lagi, aromanya sungguh sangat menggoda!" ucapnya. Beliau terlihat sangat menikmati wedang jahe ini. Sepertinya aku perlu mengeluarkan beberapa makanan produksi warga yang bisa menemani kami.
"Iya, Mbak. Benar sekali wedang jahe ini sangat nikmat apalagi jahenya masih segar, aromanya sangat kuat. Sekalian ini ada keripik bayam dan keripik sukun sepertinya sangat cocok sebagai teman di sore hari." Aku mengambil beberapa bungkus keripik dan membukanya. Mbak Dias terlihat sangat senang dengan makanan itu.
"Oh iya, saya minta maaf tadi menabrak pagar rumahmu dan itu mobil yang tadi berada di depanku juga sepertinya bemper bagian belakangnya rusak. Untuk biaya renovasi pagarnya nanti saya tanggung sekalian untuk mobilnya, bisa dibawa ke bengkel usaha kita saja!" ucap Mbak Dias penuh penyesalan.
"Tidak usah, Mbak! Terima kasih untuk tawarannya, tapi sepertinya tidak begitu berat kerusakannya. Saya sangat berterima kasih atas bantuan dan bimbingannya selama ini, lihatlah usaha saya bisa berkembang pesat berkat dukungan dari njenengan. Bengkel usaha kita itu apa salah satu usaha njenengan, Mbak? Bengkel itu sangat besar dan memiliki cabang hampir di seluruh Jawa Tengah. Pastinya sangat mahal kalau harus memperbaiki barang yang tidak begitu parah kerusakannya." jawabku dengan tatapan menyelidik. Mbak Dias tetap tersenyum dan menikmati dengan santai tempat ala kadarnya. Gudang yang kotor tanpa perlengkapan yang memadai untuk menyambut tamu penting. Tetapi beliau tidak begitu memperdulikannya.
"Itu usaha mantan suami saya dan tidak usah diragukan lagi kualitas montir-montirnya. Oh iya, kamu ada rencana membuka gudang lagi tidak? Kami ada rencana pengembangan usaha di daerah pegunungan, kalau kamu memiliki tempat atau pandangan bisa mengusulkan kepada kami. Rencananya kami akan membuka di daerah Tawangmangu dan Selo, karena di sana pasti banyak empon-empon yang bisa kita ambil." Mbak Dias menjelaskan keinginannya secara mendetail. Dan aku merasa sangat beruntung karena mendapat kabar langsung dari sumbernya.
Aku kaget mendengar semua yang rencana yang akan dilakukan pabrik. Pada saat aku ingin mengembangkan usaha datang penawaran yang sangat luar biasa. Penawaran yang sangat menguntungkan dan bisa mengangkat derajatku. Bisa sangat membantu perekonomian penduduk di sekitar daerah itu. Dan aku sangat berharap semua bisa berjalan dengan baik. Untuk sementara mungkin rencana pembuatan cafe akan aku tunda. Masih bisa dikerjakan di lain waktu. Saat ini aku mengambil penawaran yang diberikan. Memang Allah itu sangat baik, Beliau selalu memberikan yang dibutuhkan hamba-Nya. Pertolongan Allah itu sangat nyata dalam hidupku. Walaupun aku hidup sendiri tanpa orang tua dan saudara tetapi aku dikelilingi orang-orang baik.
"Mbak, saya memiliki tanah dengan bangunan sederhana di dua daerah itu. Selama ini tanah itu belum kami gunakan, tetapi bagian depan yang ada bangunannya biasa dipakai sebagai homestay dan warung kopi. Seandainya panjenengan kerso bisa digunakan sebagai gudang. Tanahnya cukup luas, cuma jalan untuk masuknya hanya tiga meter." Aku berkata lirih sambil menunjukkan foto tanah dan bangunan di dua daerah itu. Mbak Dias terlihat sangat antusias, beliau menikmati wedang jahe dan makanan yang kusediakan. Mbak Dias manggut-manggut ketika melihat gambar-gambar yang kuperlihatkan.
"Coba kamu bikin penawaran yang diajukan ke pabrik ya! Jangan lupa soft filenya kirim via email dan setelah disetujui tinggal mengirimkan berkas fisiknya. Jangan takut nanti ku bantu untuk ijin dan keperluan lainnya. Yang penting penawaran kerjasamanya sudah masuk dan bisa diproses dulu. Langkah selanjutkan tinggal menunggu instruksi dariku ya!" Mbak Dias tersenyum puas. Dan aku juga sangat senang karena tidak perlu menunggu terlalu lama untuk meninggalkan kota ini. Tetapi aku harus waspada karena belum menemukan orang yang tepat dan bisa mengelola usahaku di sini.
"Terima kasih, Mbak. Bantuan njenengan sangat bermanfaat bagi saya. Sebenarnya saya juga ada rencana untuk mengembangkan usaha itu dan njenengan sebagai perantaranya saat ini. Sekali lagi terima kasih njih, Mbak!"
"Jangan seperti itu, saya menawarkan peluang ini kepadamu karena saya percaya kamu bisa mengembangkannya. Hari minggu besok kamu longgar tidak?" tanya Mbak Dias.
"Longgar, Mbak, pripun?" tanyaku.
"Bisa mengantarkan saya ke dua lokasi itu? Kita berangkat agak pagi saja, setelah subuh, karena perjalanan cukup jauh dari ujung ke ujung! Atau kita berangkat besok sore saja, setelah magrib. Nanti aku sama anak-anak, kamu bisa mengajak keluargamu, sekalian refreshing-lah!"
"Baik-baik, Mbak, Besok sore njih. Saya sama Bi Sari saja dan penawaran kerjasamanya insyaallah besok bisa saya kirimkan, nanti malam bisa saya kerjakan." Aku menjawab sambil memikirkan ide-ide cemerlang yang akan mengejutkan keluarga benalu ini. Semoga langkah yang kuambil ini benar.
"Ya sudah, saya rasa cukup lama saya berada di sini. Maaf kalau kedatanganku merepotkan beberapa pegawai. Jangan lupa, sebisa mungkin empon-empon itu dicuci dulu setelah diterima dari pengepul. Diusahakan menyimpannya dalam keadaan kering ya!" Mbak Dias menarik napas dengan pelan kemudian mengembuskannya dengan perlahan pula. Mengatur napas dengan baik dan melanjutkan kembali ucapannya.
"Satu lagi, apa sudah menerima email dari kami tentang reward yang diberikan?" tanya Mbak Dias.
"Sepertinya belum, Mbak, tapi akan segera saya cek setelah ini. Belum ada karyawan yang melaporkan tentang reward itu." Aku berkata dengan jantung yang berdetak cepat. Memikirkan hadiah apa yang diberikan kepada kami. Dan apakah gudang kami juga terpilih sebagai gudang yang layak mendapatkan hadiah itu. Aku menarik napas dengan kasar berusaha menetralkan setiap detak jantung.
"Terima kasih bersedia berkunjung di tempat kami, Mbak! Sekali lagi terima kasih." Aku menjawab sambil mengantarkan Mbak Dias menuju mobilnya. Sepertinya mobil yang menabrak tadi sudah berpindah tempat dan diganti mobil lainnya.
Setelah Mbak Dias sudah tidak terlihat, aku segera mendekati Mbak Tina yang bertugas mengerjakan pesanan atau email yang berhubungan dengan pabrik. Dan ternyata dugaanku benar kalau Mbak Tina belum sempat membukanya. Banyak email lain yang lebih dulu harus dikerjakan. Mbak Tina mengerjakan satu per satu dimulai dari yang terbawah.
Aku berjalan menuju ruanganku, membuka laptop dan memejamkan mata. Aku segera membuka email itu dengan hati bergetar. Bismillahirrohmanirrohim, kutekan email yang tertulis reward. Dan terlihat deretan nama-nama beserta hadiah yang diterima. Alhamdulillah dan alhamdulillah, hanya kata-kata itu yang bisa kuucapkan. Mbak Tina mendekat dan ikut meneteskan air mata setelah membaca deretan kata yang tertulis. Allah sungguh sangat baik padaku, aku selalu diberikan yang lebih dan lebih.