"Mas. Aku ingin kau menginap di sini, Mas. Aku sedang tidak enak badan,"
"Hah, yang benar saja? Karin sudah berada di rumah,"
Ronald menyeka pelipisnya tatkala Guina memintanya untuk menemani Guina. Ronald belum pernah meninggalkan rumah apalagi sampai tidak pulang. Jadi, dia sama sekali tidak memiliki keberanian melakukan hal tersebut.
"Aku sakit, Mas. Badanku mendadak panas. Aku tidak punya siapa-siapa di sini. Kau bisa memberi alasan lain untuk Karin,"
"Ck!"
Baru saja menikah, tapi Guina sudah mulai membuat repot. Ronald sendiri lupa untuk mencarikan dokter pribadi bagi Guina. Seharusnya dia melakukan itu kemarin agar tidak sesusah sekarang ini.
Di sisi lain Ronald juga kepikiran Guina. Bukan karena cinta, melainkan wanita itu tidak punya siapa-siapa di sana. Apa jadinya kalau Guina demam tinggi dan tak ada yang menolong? Guina bisa mati berdiri di rumahnya.
"Tunggu saja di sana,"
"Kau akan ke sini, Mas?"
"Iya,"
Ronald mematikan sambungan teleponnya. Dia tak ingin lama-lama mengobrol dengan istri keduanya itu.
"Sayang. Ada yang ingin kukatakan,"
"Iya, Mas?" Karin melirik suaminya yang telah kembali.
"Aku harus pergi untuk menjenguk rekan bisnis yang sedang mengalami musibah. Rumahnya di luar kota. Jika aku tidak pulang, kuharap kau bisa memakluminya." Ronald setengah hati berucap demikian.
"Apa, Mas? Tidak pulang?" kata Karin terkejut.
"Rumahnya di luar kota, Sayang. Aku dalam bahaya jika memutuskan untuk kembali dengan cepat. Di sana rawan begal,"
Lagi-lagi Ronald membohongi istri yang begitu ia cintai. Mulai detik ini dan ke depannya dia harus terbiasa dengan yang namanya berdusta.
Sepasang bahu Karin longsor dan kepalanya tertunduk. Baru saja mereka bertemu, tapi sudah dipisahkan oleh keadaan lagi. Namun, Karin juga tak dapat memaksa suaminya. Karin tahu betapa pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan kolega bisnis.
"Ya, sudahlah, Mas. Aku tidak bisa melarang." Akhirnya Karin mengalah.
Ronald pun mengelus lembut puncak kepala istrinya, kemudian bergegas masuk ke kamarnya. Ronald menempuh perjalanan sekitar dua jam untuk sampai di kediaman istri keduanya.
***
Malam ini adalah malam pertama bagi Ronald meninggalkan istrinya, Karin. Hatinya begitu gelisah, apalagi saat terbayang wajah Aru dan Isha. Setelah memastikan keadaan Guina, rupanya perempuan itu memang sakit sungguhan. Badannya panas bercampur keringat dingin. Namun, Ronald sudah menyelesaikannnya dengan memanggil seorang dokter. Nantinya sosok itu akan menjadi dokter pribadi juga bagi Guina, sehingga Ronald tak perlu repot-repot mengunjungi perempuan itu apabila ia sakit.
Ronald juga memutuskan untuk tidur di kamar yang berbeda. Meskipun Guina telah memaksanya, tapi dia tidak peduli. Ronald tak ingin khilaf dan berujung menjamah tubuh Guina untuk yang kedua kali.
Guina sebenarnya sedih, tapi ia juga takut apabila Ronald bosan atas paksaannya. Tidak mengapa apabila keduanya pisah ranjang, asalkan masih berada dalam atap yang sama.
Pagi ini rumah Guina kedatangan tamu. Seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan dan berpakaian seadanya. Guina tidak tahu dari mana datangnya orang tersebut. Dia memohon-mohon pada Guina untuk diberikan pekerjaan.
"Tolong izinkan saya bekerja di rumah Nyonya. Menjadi pembantu juga tak apa-apa," katanya.
Padahal Guina sudah mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan seorang asisten tumah tangga. Namun, wanita itu tak juga mengerti.
"Maaf ya. Barangkali Bibi bisa bekerja di tempat yang lain,"
"Tidak ada yang membutuhkan jasa saya, Nyonya. Saya sudah sering ke kawasan ini untuk mencari pekerjaan. Saya baru melihat pintu rumah ini terbuka setelah sekian lama tertutup. Nyonya pasti orang baru, kan? Siapa tahu sedang membutuhkan pembantu untuk bersih-bersih,"
Guina dibuat pusing dengan wanita yang tidak ia ketahui identitasnya itu. Daripada terus berdebat, akhirnya dia memutuskan untuk memanggil Ronald yang berada di kamarnya.
"Tunggulah di sini. Aku akan kembali secepatnya," ujar Guina pada sosok asing tersebut.
Tak lama setelah itu, Guina pun hadir dengan seorang pria bertubuh jenjang. Perempuan nyaris setengah abad itu menyorot wajah Ronald lekat-lekat, seakan sedang membatinkan sesuatu.
"Mas. Orang ini hendak melamar jadi asisten rumah tangga. Sebenarnya aku bisa bekerja sendirian, tapi dia terus memaksaku," adu Guina.
"Saya benar-benar membutuhkan pekerjaan, Tuan. Saya bisa menyapu dengan bersih, memasak makanan yang enak dan saya bisa melakukan segala jenis pekerjaan rumah. Saya tidak akan membuat kalian kecewa,"
Ronald memerhatikan orang itu dari ujung kaki hingga rambut. Wajahnya yang mulai menua dan keriput menandakan bahwa ia sudah mengarungi bahtera kehidupan yang cukup panjang.
"Apakah Bibi memiliki KTP?" tanya Ronald.
"Ah, iya. Sebentar,"
Lalu orang itu memberikan sebuah kartu tanda penduduk pada Ronald. Dibiarkannya Ronald menelisik huruf demi huruf yang tertera di sana.
"Bibi bukan orang sini?"
"Bukan, Tuan. Saya orang perantauan. Kemarin saya diberhentikan kerja, karena majikan pindah rumah ke luar negri. Jadi, saya bingung harus cari kerja di mana lagi,"
Ronald menyerahkan KTP yang dibubuhi nama Sukinah di atasnya, kemudian berseru, "Bibi Saya terima bekerja di sini,"
Ada empat mata yang membeliak sempurna di sana. Guina terkejut kenapa Ronald malah menerima orang asing itu, sementara Sukinah tak menyangka kalau dirinya akan diterima dengan mudah.
"Terimakasih banyak, Tuan, Nyonya. Saya akan mengabdi pada kalian,"
Sukinah menampilkan kebahagiaan yang tiada tara. Bahkan, wanita itu sampai tidak sadar jika ia melompat-lompat kecil di hadapan Guina dan Ronald.
Sukinah meraih sebuah tas, lalu mengikuti langkah Ronald dan Guina ke dalam rumah.
"Kamar Bibi di sini, ya," ucap Guina.
"Baik, Nyonya. Saya mengerti,"
Hari beranjak siang dan Sukinah pun segera menyiapkan makanan. Di sana sudah terdapat banyak bahan masakan, karena Guina telah membelinya melalui online.
Sukinah mempersilahkan kedua majikan barunya untuk makan setelah semuanya terhidang di atas meja. Lalu, dia pamit untuk melanjutkan pekerjaan yang lain.
"Kini, saatnya aku beraksi,"
Namun bukannya melakukan kegiatan baru seperti yang ia katakan barusan, Sukinah malah memantau Ronald dan Guina dari balik tembok dapur. Sukinah mengeluarkan ponselnya yang tersembunyi di dalam pakaian, lalu mengarahkan benda itu tepat membidik Ronald dan Guina.
Apa yang sedang dilakukan oleh Sukinah?
***
TRING!
Setyo melepaskan mouse komputer dan memeriksa pesan yang barusan masuk itu. Namun, dirinya malah dibuat kaget bukan kepalang saat melihat kebenaran yang ada. Setyo mendapatkan sebuah kiriman video yang menampilkan wajah Guina dan Ronald sedang makan bersama. Setyo spontan mengusap dadanya. Merasa bahwa semua ini adalah mimpi.
"Sepertinya mereka pasangan suami istri, Bos!"
Begitulah pesan yang tertera setelah video itu dikirim.
Sukinah. Tak lain dan tak bukan wanita itu adalah orang suruhan Setyo. Dia harus menggali informasi tentang Guina yang sudah mengingkari janjinya sendiri. Setyo meminta agar Sukinah melamar jadi pembantu di sana. Sekarang Setyo sudah mendapatkan apa yang ia inginkan. Namun, rasa penasarannya semakin menggebu-gebu ketika dia menyaksikan gambar bergerak tersebut.
"Kenapa Ronald bisa bersama dengan Guina? Apa yang sebenarnya terjadi?" ucap Setyo dalam hati. Sepertinya dia harus melakukan pengintaian lebih ketat terhadap dua manusia itu.
***
Bersambung