Dora sendiri belum sepenuhnya melupakan Setyo, meskipun keduanya telah bercerai. Setelah melewati perenungan yang panjang, Dora pun sadar untuk tidak mengejar lelaki bajingan itu dengan berlebihan. Barangkali Setyo memang bukan jodoh terbaik untuknya. Namun, tak menutup kemungkinan jika hati Dora masih terluka. Buktinya saja ia masih membuat perhitungan terhadap Karin yang sebenarnya tidak ikut campur dengan urusannya dan Setyo.
Sepanjang acara apabila ada kesempatan Dora terus melontarkan perkataan-perkataan yang membuat telinga Karin menjadi panas. Ingin sekali Karin berteriak dan mengatakan bahwa ia sama sekali tidak pernah mengganggu kehidupan Setyo. Bahkan, dia sudah membuang jauh-jauh lelaki itu dari kehidupannya.
Begitu kegiatan syukuran tersebut selesai, Karin pun bergegas pulang setelah mengucapkan kata selamat pada rekan yang telah mengundangnya. Ketika melewati pelataran gedung itu, tiba-tiba saja Karin dikagetkan dengan kemunculan Dora dari balik papan bunga. Ia bak jelangkung yang datang tanpa diundang. Sebuah pemandangan yang membuat Karin terlonjak di tempat.
"Jangan berpura-pura terkejut, Nona!" lirih Dora dengan nada tajam.
Wanita berkepala empat itu tak peduli dengan Isha dan Aru yang memandangnya penuh tanda tanya. Dia hanya ingin menyampaikan kekesalannya terhadap Karin, sebelum keduanya berpisah dan entah kapan dipertemukan kembali.
"Mau apa kau, Dora? Aku tidak memiliki urusan denganmu lagi," kata Karin.
Dora semakin menjadi-jadi dan menghadang Karin yang hendak melintas. Demi apapun dia masih menyimpan dendam dengan wanita yang dianggapnya sebagai perusak rumah tangga orang tersebut.
"Apa kau sudah puas sekarang? Apa kalian berdua sudah bebas melakukan apapun tanpa kehadiranku?"
"Apa maksudmu?"
"Dasar jalang tidak tahu diri! Sejak tadi aku hanya ingin mengucapkan kata selamat untukmu."
"Atas apa?"
"Atas pencapaianmu yang berhasil merebut suamiku Setyo dan membuat kami berpisah. Hahaha."
Karin spontan menoleh ke arah si kembar yang memasang ekspresi datar. Mereka masih kecil, jadi Karin sangat berharap apabila mereka tidak mengetahui apa yang dikatakan oleh Dora.
"Jaga bicaramu, Dora! Aku teramat mencintai keluargaku dan mustahil bagiku untuk mendua," kata Karin dengan bangganya.
Dora kian kesal saja melihat Karin yang berlagak memiliki keluarga sempurna. Sangat berbeda dengan dirinya yang tidak memiliki anak serta suami. Jika tak ada orang yang akan melihat tingkahnya, pasti Dora sudah menjambak rambut wanita di hadapannya itu.
"Bagaimana pun kau adalah perempuan yang berhasil membuat Setyo menceraikan aku. Jadi, jangan kaget jika suatu saat suamimu pun diambil orang," kata Dora dan memilih pergi.
Ucapannya bagaikan belati yang merajam hati Karin. Tiba-tiba saja ia teringat akan Ronald. Bagaimana jika yang dikatakan Dora berubah menjadi nyata?
Tak ingin membuat pikirannya semakin kalut, akhirnya Karin menepis perkataan wanita itu dan segera kembali ke rumah. Karin percaya bahwa rumah tangganya akan baik-baik saja, karena dirinya memang tak pernah berniat untuk mendekati Setyo.
***
"Terimakasih karena sudah memasakkan aku telur setengah matang ya, Sayang. Sudah lama sekali tidak makan yang satu ini."
Ronald mengusap puncak kepala istrinya yang baru saja menghidangkan sarapan pagi di meja makan. Wajah Karin menampilkan ekspresi bahagia. Ronald memang sangat menyukai telur setengah matang.
Tidak disangka jika ayah Karin turut bergabung dengan mereka pagi ini. Biasanya pria itu sarapan pada jam sembilan pagi setelah kepergian menantunya. Ayah Karin melihat sebuah telur bewarna kuning pekat di piring. Penampakan itu memproduksi air liurnya menjadi lebih banyak lagi.
"Wah! Ada telur setengah matang. Bolehkah makanan ini untukku?"
Detik itu juga Ronald dan Karin saling melempar pandang. Karin tidak tega untuk mengatakan pada Ayahnya jika telur itu milik suaminya. Namun, dia juga bimbang, karena Ronald juga menginginkan makanan tersebut. Yang menjadi masalahnya, persediaan telur di rumah mereka sudah tidak ada lagi. Akan lebih lama kalau Karin membeli, lalu memasak yang baru.
"Ambillah, Ayah!" ucap Ronald dengan enteng karena dia mengira bahwa Karin akan memasak ulang.
Tak ingin melukai hati Ayahnya, Karin pun meraih ponselnya yang tergeletak di meja dan mengetikkan pesan, lalu ia kirim pada Ronald. Sepasang suami istri itu berkomunikasi via chatting supaya Ayah Karin tidak mengetahui obrolan mereka.
Karin mengatakan bahwa telur yang dimakan Ayahnya merupakan telur persediaan terakhir, sementara Ronald sebentar lagi harus pergi bekerja. Karin juga mengatakan bahwa ia akan mengantar telur setengah masak ke café Ronald nanti.
Mengetahui kebenaran itu membuat hati Ronald agar kecewa. Padahal dia sangat menginginkan makanan itu sekarang. Namun, apa boleh buat. Sekarang telur berkelir kuning pekat itu telah berpindah tempat ke lambung Ayah Karin. Mau tak mau Ronald harus mengalah dan memilih menu lain sebagai teman sarapan paginya.
***
Kepulangan Ronald dari café disambut hangat oleh sang istri. Karin memang kerap memeluk seraya bermanja pada Ronald. Melampiaskan kerinduan yang terhambat selama seharian penuh.
Tadi siang Karin juga sudah mengantarkan lima butir telur masak dan kelimanya langsung ditelan oleh Ronald tanpa menunggu lebih lama.
"Mas! Coba tebak siapa yang datang ke rumah kita."
Karin agak mendongak dan nyegir. Dirinya sedang merencanakan tebak-tebakan dengan sang suami. Hari ini Karin kedatangan tamu tak diundang, tapi dia senang dengan kehadiran sosok itu.
"Siapa yang datang, Sayang?" Ronald bertanya balik. Jelas saja dia tidak tahu, karena tak berada di rumah.
Tak lama setelah itu, muncullah sesosok wanita yang wajahnya begitu familiar. Dia tersimpul indah seraya memilin ujung bajunya. Ia sengaja mengunjungi kediaman Karin, karena hendak menjenguk sang suami.
"Guina?" batin Ronald.
Perasaan Ronald berubah tak menentu. Antara kesal bercampur takut. Untuk apa Guina datang ke sini? Bahkan, dia sama sekali tidak memberi kabar.
Sedangkan Guina mampu merasakan aura was-was dari diri Ronald. Dia tahu, kalau Ronald pasti sedang ketakutan.
"Guina jauh-jauh dari kampungnya cuma buat ke rumah kita loh, Mas!" seru Karin antusias.
Tadi siang tanpa kabar terlebih dahulu, Guina menyambangi kediaman Karin. Dia berkata jika dirinya akan menginap selama tiga hari penuh dan setelah itu dia akan kembali ke kampung halaman lagi. Karin sangat bahagia. Dia bisa puas meluapkan rindu terhadap sahabat sejak masa kuliahnya dulu.
Ronald tak mampu merespon perkataan Karin. Dia hanya tersenyum dan sedikit menganggukkan kepala.
"Guina akan menginap di rumha kita. Tidak masalah kan, Mas?"
"Ya. Silahkan saja!"
Di balik izinyya sebenarnya Ronald semakin khawatir.
Dia mencurigai kalau Guina akan membongkar rahasia besar itu dan membuat Karin syok, lalu meninggalkannya. Apalagi di sini ada Ayah Karin. Pasti pria itu sangat marah apabila tahu kalau anaknya diduakan. Ronald tak akan tinggal diam. Setelah keadaan aman, dirinya akan menemui Guina untuk membuat perhitungan. Kalau bisa, Guina pulang malam ini juga.
***
Bersambung