FLASH BACK ON
"Lusa kita akan mengadakan pertemuan selama tiga hari berturut-turut, Pak. Kalau besok beberapa kolega masih berada di luar kota. Kemungkinan besok saya akan pulang cepat, karena tidak ada urusan,"
Guina terus saja mengintai lelaki bertubuh jangkung itu dari pintu kamarnya yang terbuka. Ronald yang sedang berbicara via telepon dengan seorang rekan bisnis tidak sadar jika Guina mendengarkan seluruh obrolannya sejak tadi.
"Baik, Pak. Terima kasih banyak,"
Ronald memasukkan gawainya ke saku celana, kemudian beranjak ke kamarnya untuk beristirahat.
Guina buru-buru merebahkan tubuh dan menarik selimut sebatas lehernya. Tak lupa ia juga menghadap ke arah dinding. Jangan sampai Ronald tahu bahwa Guina sedang menguping pembicaraannya.
Krit…
Ronald yang melihat pintu kamar Guina terbuka lantas saja menarik kemudian menutupnya. Tidak baik apabila Guina tidur dalam kondisi pintu kamar yang ternganga. Siapa yang dapat menjamin jika selimut yang ia kenakan tidak tersingkap.
"Mas Ronald akan pulang cepat besok. Aku harus merencanakan sesuatu,"
Guina pun sejenak berpikir hingga pada akhirnya dia menemukan ide. Gegas dia menghubungi Setyo dan menceritakan bagaimana taktik mereka pada esok hari.
"Lihat saja! Kupastikan bahwa Karin dan suaminya akan bertengkar." Guina tersenyum licik.
FLASH BACK OFF
Rencana Guina untuk menimbulkan pertengkaran diantara Karin dan Ronald berjalan lancar. Kini, Karin harus repot-repot menemui suaminya dan membicarakan perihal Setyo.
Cklek…
Karin baru saja memasuki kamar.
Ronald duduk di bibir ranjang sembari memainkan sebuah benda pipih. Dia sama sekali tidak menghiraukan kehadiran sang istri.
"Mas," panggil Karin.
Karin menunggu hingga beberapa detik. Sayangnya Ronald terus berada dalam mode diam. Seakan ada bara api yang membakar dada Ronald. Malas sekali rasanya memandang wajah Karin yang baru pulang bersama mantan suaminya itu.
Karin yang menyadari bahwa Ronald bersikap dingin langsung duduk di sebelahnya dan meraba punggung tangan pria tersebut. Karin sangat menyesal karena sudah menuruti ajakan Guina yang pada akhirnya menjadi boomerang.
"Sayang. Maafkan aku. Awalnya aku bersama Guina. Aku tidak tahu jika semuanya akan berakhir seperti ini," ucap Karin dipenuhi rasa bersalah.
Ronald menghentikan aktivitasnya, lalu meletakkan ponsel itu di nakas. Disorotnya wajah Karin yang begitu layu. Tatapannya mengisyaratkan sebuah penyesalan yang mendalam.
"Karin. Seharusnya kau tidak usah dekat-dekat dengan mantan suamimu itu. Meskipun ada orang lain diantara kalian,"
"Aku sangat menyesal karena telah melakukannya, Mas,"
"Bagaimana jika diantara kalian saling suka lagi? Kau sudah memiliki suami dan dua orang anak, Karin,"
"Aku tak akan mengulanginya, Mas. Aku berjanji,"
Karin tertunduk lesu. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tak akan mau jika diajak satu mobil dengan Setyo lagi. Kejadian ini cukup memberikan Karin sebuah pelajaran berharga.
"Benarkah?"
"Sungguh, Mas. Hukum aku bila aku melakukannya kembali,"
Ronald menarik bahu Karin dan membawanya dalam pelukan. Dia dapat merasakan kesedihan Karin atas perbuatannya sendiri.
"Aku memegang setiap ucapanmu, Sayang," lirihnya.
Mereka pun saling bermaafan. Syukurnya perang dingin itu tak berlangsung lama. Karin mengucapkan ribuan syukur kepada Tuhan yang masih menyelamatkan rumah tangganya dari percekcokan.
***
Karin baru saja menitipkan kedua buah hatinya yakni Isha dan Aru pada sang baby sitter. Dia sudah bersiap-siap bersama Guina untuk pergi ke kampus. Namun, tiba-tiba saja ponsel Karin berdering. Terpaksa dia harus menunda keberangkatannya.
"Sebentar, Guin. Ada telepon dari Ayahku," katanya.
Guina duduk di sofa ruang tengah untuk menanti kehadiran Karin. Sementara Ronald juga sudah bersiap-siap untuk pergi ke café. Hari ini dan selama tiga hari ke depan akan ada pertemuan dengan para koleganya yang berasal dari luar kota. Jadi, Ronald harus mempersiapkannya dengan matang.
CRANG!
"Apa?"
Ronald dan Guina sama-sama tersentak mendengar suara Karin disertai pecahan beling itu. Tidak tahu apa yang terhempas dari atas ke bawah.
"Sayang. Kenapa?" tanya Ronald yang sudah mendaratkan kaki di hadapan istrinya.
Guina pun begitu. Dia langsung berlari dan melihat sebuah gelas sudah nungging di lantai. Dia juga menyaksikan air mata yang seketika luruh membasahi pipi Karin.
"Karin. Apa yang terjadi?" Guina pun ikut penasaran.
Karin langsung memeluk tubuh Ronald dengan erat. Dia melabuhkan dagunya pada bahu lelaki itu. Pemandangan tersebut membuat dada Guina bergemuruh dahsyat. Hatinya tersayat menyaksikan lelaki yang dicinta sedang dipeluk oleh wanita lain. Meskipun Karin adalah istri sah Ronald.
"Aku baru mendapat telepon dari Ayah. Ayah menyampaikan kalau ibu sedang berada di ruang icu,"
"Ibu sakit apa?"
Ronald memegang kedua bahu Karin. Mertuanya itu tidak pernah mengelukan apapun setiap kali mereka bertelepon.
"Asam lambung kronis, Mas. Ibu tidak mau makan. Kondisi tubuhnya melemah. Aku harus segera ke sana, Mas,"
Tiba-tiba saja Karin berlari ke kamar anaknya, kemudian menggiring Isha dan Aru ke luar.
"Aku akan membawa mereka ke kampung. Mas, aku tak mengapa jika harus tanpamu ke sana. Aku tahu selama tiga hari ke depan kau harus rapat dengan beberapa kolega bisnis,"
Ronald terjebak dalam situasi sulit. Dia tidak tega membiarkan Karin berangkat ke rumah ibunya tanpa seorang suami. Di sisi lain dia juga sudah merencanakan dengan matang pertemuan ini.
"Ayo, Sayang! Kita harus pergi sekarang. Guina kau duluan sajalah. Aku akan izin pada Setyo untuk tidak masuk selama beberapa hari,"
"Karin, apa kau yakin?" Ronald mengimbangi langkah istrinya.
"Yakin, Mas. Aku akan naik taksi dan langsung menuju terminal,"
Karin buru-buru sekali. Sampai dia tidak membawa persiapan berupa pakaian maupun keperluan anak-anaknya. Yang ada dipikiran Karin hanyalah sang ibu. Saking paniknya, Karin juga melupakan Guina yang seharusnya tidak boleh tinggal berduaan dengan Ronald.
Guina mengepalkan kedua tangannya di udara, lalu melompat-lompat di lantai. Tidak ada yang mengetahui kejadian itu. Guina merasa merdeka, karena Karin tidak berada di rumah selama beberapa hari ke depan. Baby sitter juga akan pulang akibat tak ada yang dijaganya. Guina akan tinggal bersama Ronald saja.
Sedangkan Ronald begitu khawatir dengan Karin. Namun, dia tidak bisa ikut ke kampung halaman, karena sudah terlanjur membuat janji temu dengan kolega bisnisnya. Ronald hanya mampu mengantar kepergian Karin sampai depan gerbang. Dia berjanji pada Karin akan segera menjemputnya ke kampung setelah urusan pekerjaannya selesai.
***
Guina baru saja selesai menghidangkan makanan di atas meja. Di sana juga sudah ada Ronald. Guina bahagia sekali. Ini merupakan makan malam pertama mereka.
Ronald sama sekali tidak kepikiran tentang ia yang harus berduaan dengan wanita lain di rumah itu. Saat ini Ronald tidak memiliki ketertarikan pada Guina barang sedikit pun.
Tiba-tiba rasa ingin tahu Ronald tentang Karin pun muncul. Mumpung tidak ada wanita itu, jadi Ronald bisa mengorek informasi dari Guina dengan bebas.
"Guina. Ada yang ingin kutanyakan. Ini tentang Karin dan Setyo," ucapnya memulai obrolan.
Guina meletakkan kembali sendok yang nyaris masuk ke mulutnya, kemudian berseru, "Apa, Mas?"
"Bagaimana hubungan Karin dan Setyo ketika berada di kampus?"
Guina termangu. Sepertinya ini adalah kesempatan baginya untuk menjatuhkan Karin.
***
Bersambung