Chereads / HE COMES BACK / Chapter 15 - GUINA BLAK-BLAKAN

Chapter 15 - GUINA BLAK-BLAKAN

Zaman telah berangsur. Namun, bayangan kebersamaan Setyo dan Karin masih membekas dalam ingatan. Tak mudah bagi pria itu melupakan mantan istrinya yang ternyata tidak bersalah. Sesal mendalam untuk Setyo yang sudah menyia-nyiakan perempuan itu.

Pagi ini, Setyo tak sengaja melihat Karin baru saja turun dari mobilnya di lapak parkir kampus. Setyo tersenyum. Akhirnya dia bisa memandang wajah ayu itu setelah empat hari tidak bertemu. Ya, meskipun Karin bukanlah sosok wanita lemah lembut yang ia kenal dahulu. Namun, setidaknya Setyo masih bisa mendengar suara Karin lagi.

"Karin, tunggu!" Setyo yang juga baru turun mobil, lantas saja mengejar dara tersebut.

Setelah sampai di hadapan Karin, Setyo menghadiahi wanita tersebut dengan senyum manisnya. Sesuatu yang dulunya begitu Karin gemari.

"Apakah anakmu sudah sembuh?" tanya Setyo memastikan.

Karin tak acuh. Ia hanya mengangguk samar sebagai jawaban iya. Karin tak pernah mengharapkan kepedulian Setyo terhadap Aru.

Melihat lawan bicaranya yang kurang respon dan perlahan menjauh, membuat Setyo semakin gemas. Ia menilik sisi kanan dan kiri. Beruntung tempat ini masih sepi. Setyo dapat melakukan apa saja yang dia mau.

"Jangan cuek begitu dong. Mau sampai kapan kau memperlakukan aku seperti musuh?" Setyo menurunkan bahu. Sejujurnya ia sangat sedih dengan sikap dingin Karin.

Tak ingin membuang waktu, Karin terus saja berjalan tanpa peduli perkataan Setyo. Pergelangan tangannya semakin nyeri, bersamaan dengan Setyo yang tak ingin melepas genggamannya.

"Apa lagi sih, Setyo?!" Karin terpancing api.

Kicauan burung-burung gereja mengiringi perdebatan dua anak manusia tersebut. Karin memanglingkan wajah. Sungguh ia muak menatap Setyo lama-lama.

"Jangan perlakukan aku seperti ini. Kau tahu? Aku sangat tersiksa," ucap Setyo seraya tetap mencengkram pergelangan tangan Karin.

Tempat luas ini menjadi saksi bisu atas permohonan Setyo terhadap mantan istrinya. Seperti sebelumnya, Karin selalu saja menolak untuk berdamai dengan laki-laki itu. Bagi Karin, Setyo hanyalah puingan masa lalu yang pantas untuk dibuang. Karin selalu ingat pesan Mamanya. Jangan sampai rasa yang terkubur itu kembali terbongkar.

"Hah! Baru dicueki saja kau sudah tersiksa. Bagaimana dengan aku yang kau tuduh sudah tidak perawan dan dipermalukan di depan warga?!"

Perlakuan Setyo memang tak dapat ditoleransi. Seperti apapun air mata Karin waktu itu, tak berlaku bagi suaminya yang terlanjur termakan bujuk rayu setan.

"Apapun yang kau minta pasti akan kuturuti. Asalkan kau memaafkan aku, Karin." Setyo memelas. Mengkode Karin bahwa ia memang benar-benar tulus.

"Tak ada yang mampu meredakan sakit hatiku karena kau campakkan dahulu!"

Karin ngeloyor pergi tanpa izin dari Setyo. Sedang pria itu semakin menyesali perbuatannya. Ternyata sangat sulit untuk mendapatkan maaf dari seseorang yang pernah kita sakiti.

Karin menggeleng bersamaan dengan punggungnya yang melenggang jauh. Tidak lagi mau ia berhubungan dengan laki-laki itu selain urusan kampus. Setyo memang pantas menerima balasan. Biar tahu rasa dia! Itulah akibat orang yang sembarang tuduh tanpa bukti kuat.

***

Tentu saja jam istirahat menjadi dambaan bagi setiap kaum pekerja dan pelajar. Jika ada yang tidak menanti rehat, dapat dipastikan bahwa ia adalah robot. Sebuah benda yang tak pernah protes meskipun telah melakukan banyak hal.

"Kau mau pesan apa, Karin?" tanya Guina yang saat ini berhadapan dengan pelayan kantin kampus. Sebelumnya ia mengajak Karin untuk makan siang bersama.

"Udang asam manis saja,"

"Mbak. Udang asam manis dan gulai ayam, ya. Minumnya jus jeruk saja." Guina melaporkan menu pesanannya pada perempuan berambut pendek itu.

Ya Tuhan. Entah kenapa Guina jadi sering kepikiran suami sahabatnya sendiri. Hal ini membuat Guina semakin ingin mendekati Karin guna mengorek informasi tentang Ronald. Deretan huruf yang kala itu Setyo haturkan sewaktu di rumah sakit.

Apakah Guina telah jatuh cinta pada Ronald saat pandangan pertama?

Mampus!

"Karin. Apa menikah itu enak? Eum. Maksudku, apakah suamimu memperlakukanmu dengan sangat baik?"

Bukan tanpa sengaja Guina memberikan pertanyaan seperti ini. Karin saja yang tidak tahu, kalau Guina ingin mendalami sosok Ronald.

"Tergantung siapa pasangan kita sih, Guin. Kalau berjodoh dengan orang yang tepat, ya, pasti enak." Karin bisa berbicara seperti itu, karena dia sudah punya pengalaman.

"Lalu, bagaimana dengan suamimu?"

"Aku beruntung punya suami seperti Ronald," Karin tersenyum. "pria itu sangat perhatian dan sayang dengan keluarga,"

"Apakah kalian pernah bertengkar?"

"Jarang. Saat terjerat masalah, kami selalu menyelesaikannya dengan kepala dingin,"

Ramai orang berlalu lalang. Bagi mahasiswa yang mengenal sosok Guina dan Karin, mereka menarik kedua sudut bibir seraya membungkukkan badan. Ada juga yang menyapa dan bertanya kabar.

Guina tertegun. Kagum dengan kehidupan rumah tangga sahabatnya. Namun di sisi lain, Guina juga merasa sedih. Sudah jelas ia tak akan bisa mencari perhatian dari pria itu, secara Ronald begitu mencintai keluarganya.

"Memangnya kenapa? Kau sudah ingin menikah, ya?" Karin bertanya balik sambil mesem-mesem.

Wajah Guina memerah. Tidak ada pria manapun yang pas di hatinya kecuali mantannya yang telah meninggal dunia itu. Makanya saat melihat Ronald, Guina jadi klepek-klepek setengah mati. Merasa bahwa puingan cinta itu hadir kembali.

"Ah, nanti-nanti sajalah. Aku hanya sekadar bertanya,"

Keduanya saling berbalas senyap saat pelayan yang sama mengantarkan pesanan. Menurut Guina, Karin tidak pernah menyadari kalau sahabatnya itu diam-diam kepo dengan Ronald. Karin terlampau berhati tulus, sehingga menganggap seluruh manusia memiliki sifat yang persis seperti dirinya. Padahal, tidak juga. Banyak orang yang diam-diam ingin menyalip kita. Contohnya saja Guina. Agaknya, wanita itu memiliki rasa terhadap Ronald.

"Ada yang berbeda dari sikap kepala jurusan kita saat kau masuk," ucap Guina di sela-sela keheningan mereka.

Badan Karin sontak tegak saat lawan bicaranya menyebut nama laki-laki jahannam itu. Sial! Rupanya Guina memiliki rasa kepekaan yang cukup tinggi.

"Kenapa begitu?" Karin berusaha bersikap senormal mungkin.

Rasanya tidak lucu kalau Guina tak melanjutkan misinya untuk membongkar hubungan Setyo dengan Karin. Semoga saja rasa penasarannya cepat terjawab.

"Pak Setyo memiliki tatapan aneh terhadapmu, Karin,"

Deg!

Belum juga emosi Karin hilang atas kejadian tadi pagi di parkiran, kini Guina sudah membahas perihal pria tidak tahu diri itu lagi. Mood Karin berantakan seketika. Ingin menyerah, tapi malu dengan keadaan.

"Aku tidak paham maksudmu, Guin." Berpura-pura bodoh menjadi solusi terbaik. Keberadaan Karin jadi terancam kalau Guina mulai peka dengan sikap Setyo belakangan ini.

Ah, Karin. Entah tidak tahu atau hanya sekadar berakting. Mana mungkin kalian tidak punya hubungan sedang Setyo menyimpan foto-fotomu. Apa mungkin pria itu mencintai dalam diam? Guina membantin.

"Aku rasa atasan kita itu mencintaimu, Karin,"

Sial!

Perkataan Guina semakin membuat Karin merasa terhimpit.

***

Bersambung