"Kau mau mati!" Hardik Kai memandang tajam ke arah Ella yang hanya bisa menunduk tanpa berani menjawab.
"Sebenarnya bagaimana didikan kedua orang tuamu sehingga kau menjadi wanita menyebalkan seperti ini. Kalau ditanya ya dijawab, jangan hanya diam saja." Kai memijat pelipis. dia begitu marah dan lelah dengan sikap waniya di depannya ini. 3 tahun mereka menikah, namun sikap wanita ini tak berubah, selalu menuntut ini dan itu kepadanya. Dan sekarang Kai rasa dia terlalu membebaskannya. Tadi siang ketika melakukan tur bersama kliennya, alangkah terkejutnya Kai menemukan istrinya sedang bersama dengan pria lain.
"Kenapa kau marah?" Ella mendongkak dan memberanikan diri menatap Kai yang terbakar emosi. Ella sedikit leluasa, karena Kai bukan pria yang suka main tangan dan memperlakukan perempuan dengan kasar. Bahkan selama ini baru kali ini Kai marah dan membentaknya. Seharusnya ia menyesal telah membuat Kai marah, namun yang dialami Ella justru sebaliknya. Dia justru senangKai memarahinya.
Kai menyeka wajahnya cukup kasar mendengar pertanyaan balik istrinya yang membuatnya tambah emosi.
"Karena papa juga melihatmu," ujarnya membuat Ella terdiam. Kai semakin frustasi melihat istrinya yang biasa-biasa saja.
Brakkk!
Ella terkejut saat Kai menghancurkan perabotan untuk melampiaskan amarahnya. Jujur Ella cukup takut, namun rasa senangnya lebih dari itu.
Senyum terukir di bibir pich merah alami yang cukup tipis itu. Tatapan Kai berubah datar bahkan bola matanya menjadi merah memandang istrinya itu.
"Kau...senyum? Atas apa?" ucap Kai sedikit terbata. Dia semakin tidak mengerti dengan tabiat wanita di depannya ini.
Kai kembali menyeka wajahnya dengan kasar. Dia berdecak kesal dan membuang wajah jengah melihat senyum yang tak kunjung hilang di wajah istrinya di atas kekesalannya.
"Bersiap-siaplah. Papa memanggil kita berdua. semua ini karenamu," ujarnya dan berlalu pergi dengan kesal meninggal Ella yang tidak beraksi apapun.
Ella mendongkak ketika pintu dibanting cukup keras oleh Kai. pria itu mungkin akan menuju ruang kerjanya lagi dan tidur sampai pagi disana. Sedih? Tentu saja tidak. Ini bukan pertama kalinya Kai meninggalnya seorang diri. 3 tahun mereka menikah, 10 kali mereka bertemu dan tinggal di satu atap rumah yang sama, dan sisanya Kai mengasingkan diri dengan melakukan perjalanan bisnis ke luar kota hingga luar negri.
"Kau sudah lama menghindariku, Kai. Sekarang aku gak tahan lagi." Ella beranjak berdiri menuju lemari dan mulai memilih-milih pakaian yang bagus karena segera bertamu ke rumah mertua. Jangan harap dia akan bersedih. 3 tahun sudah cukup lama. Air matanya sudah kering selama masa itu.
***
Kai memberhentikan mobil di kediaman mewah orang tuanya.
Dari halaman hingga pintu masuk mereka disambut dan disapa oleh pelayan.
Ella melirik Kai yang dingin seperti biasa. Mereka berdua berjalan beriringan menuju ke ruang keluarga dimana sudah ada papa dan mamanya yang telah menunggu kedatangan mereka.
Ella akan menyiapkan kupingnya setebal mungkin. Ia tahu apa yang akan dibahas kali ini sama dengan hari-hari sebelumnya.
"Bagaimana kondisimu menantu?" Tanya Malik, ayah mertua Ella. Pria paruh baya yang masih terlihat keren dan maskulin di usianya yang telah menginjak kepala 5. Rasanya dia tidk berubah dari awal pertemuan mereka 3 tahun lalu.
"Aku baik, pah. papa dan mama gimana kabarnya? Sehat-sehat kan?"
"Syukurlah. Kami juga sehat," sahut Malik.
"Kamu sudah bicara dengan istrimu?"
"Sudah, Pah. Salah paham. Mereka hanya dekat, maksudnya teman," ucap Kai dengan perfekulasinya sendiri. Malik dan Meli ibunda Kai saling menatap dan menggangguk.
"Mama dan Papa sengaja mengundang kalian berdua. Usia pernikahan kalian sudah lumayan, namun belum memberikan kami cucu. Apakah kalian mengikuti program kehamilan yang sarankan? Usia kami tak lagi mudah, dengan kehadiran cucu dapat membuat kami tenang," tutur Malik membuat Ella menatap Kai.
Program hamil? Mereka bahkan belum saling menyentuh satu sama lain. Kontak tangan pun bisa dihitung jari. Kedua mertuanya ini terlalu berharap lebih kepada putra mereka ini.
"Kai...mengapa diam?" Malik menatap Kai dengan intens.
Kai menatap kedua orang tuanya dengan ragu-ragu. Dia pikir ini adalah saat yang tepat untuk jujur dan mengatakan kebeneran, kebetulan dia bersama wanita yang menjadi istrinya meskipun akan menyakitinya.
"Pah, sebenarnya... aku gak bisa meninggalkan Mawar."
Ella membatu mendengar Kai menyebut nama seorang wanita. Siapa Mawar? Ada hubungan apa dia dengan suaminya? Ella dirundungi penasaran dan dia sedikit takut. Pikirannya telah dipenuhi hal-hal negatif tentang suaminya.
Malik dan Meli menatap menantu mereka dengan rasa tak tega.
"Maksudmu apa, mas?" tanya Ella.
"Maafkan aku. Sebenarnya Mawar bukanlah asistenku, namun dia adalah kekasihku."
Deg! Ella menyentuh dada. Jantungnya seakan telah copot dari tempatnya berada. Apa yang ia dengar barusan.
"Aku telah menyembunyikan hal ini bertahun-tahun. Sebelum kau masuk dalam hidupku, aku dan Mawar adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Kami bahkan sempat berpikir untuk menikah, namun karena dirimu dan perjodohan... "
Ella mengkat satu jarinya meminta Kai utnuk tak melanjutkannya lagi. Dada Ella terasa sesak dan rapat. Mendadak dia mengalami asma. Ella menatap kedua mertuanya yang menatapnya penuh perasaan bersalah dan menyesal.
Dia adalah orang ketiga yang masuk dalam hidup Kai.
Perjodohan.
Dan kebenaran tentang Mawar.
Ella menatap Kai dengan tak percaya. Otaknya mendadak penuh. Dia terus menggeleng berharap semua ini tak benar. Tuhan mengapa pernikahannya menjadi seperti ini.
***
Ella keluar dari kediaman mertuanya dengan raut yang tak sama seperti sebelumnya. Sebelumnya dia sangat bersemangat. Namun sekarang wajahnya suram sesuram hatinya.
Ella langsung masuk dan duduk di kursi. Kali ini dia tidak duduk di samping Kai yang duduk di kemudi. Audia lebih memilih duduk di kursi belakang.
Tidak ada percakapan apapun sejak tadi. Hingga Kai mulai menjalankan mobilnya keduanya diam dengan pemikiran masing-masing.
Rasanya tak percaya Mawar adalah kekasih suaminya. Meskipun pertemuan mereka sangat singkat, karena Mawar mengikuti Kai setiap kali melakukan perjalanan bisnis, namun kesan mereka cukup baik dan akrab di awal mereka bertemu hingga pertemuan berikutnya. Andai Ella tahu wanita itu adalah simpanan suaminya, ia mana mungkin bersikap baik kepadanya. Meskipun ialah orang ketiga di dalam hubungan mereka, namun seharusnya Mawar menyerah setelah ia menjadi istri sah Kai.
"Apa aku kasih belum cukup?" ucap Ella membuka suara setelah sekian lama terdiam.
"Maaf jika ini menyakiti perasaanmu, namun aku tidak mencintaimu."Jujur Kai.
Kesekian kalinya. Audia merasa harinya tercabik-cabik. Mungkin inikah yang dikatakan luka tak berdarah.
"Oh, aku mengerti. Kau mencintai si pelakor itu."
Kai merasa penas oleh perkataan Ella. Dia berbalik dan menatap Ella dengan datar. "Kau tidak pantas dibandingkan dengannya, " ucap Kai terdengar sarkas di telinga Ella.
Seketika suasana menjadi sunyi. Ella diam seribu bahasa. Bukan sekedar bicara, dia bahkan tak mengangkat wajahnya.
"Maaf..." ucap Kai merasa bersalah.
Ella yang menunduk mengangkat wajahnya dan menatap Kai yang fokus mengemudi. "Kamu gak salah. Akulah yang salah."
Sudut bibir Kai melengkung. Kedua alisnya bertaut ketat. Dia menyesal mengatakan perkataan tadi yang melukai perasaan Ella. "Aku tidak... "
"Engga." Ella memotong perkataan Kai. "Aku emang gak pantas dibandingkan dengannya. Dia adalah dia dan aku adalah aku. Makanya itu aku akan mendapatkan hatimu dengan caraku sendiri, tanpa mengubah diriku. Karena aku adalah aku."
Kai tak berbicara. Dia melirik Ella melalui spion. Dia bisa melihat Ella yang akan menangis. Hingga Kai memberhentikan mobil di halaman kediaman mereka dan baru lah berbalik menatap Ella yang sudah lebih tenang dibanding tadi.
"Maaf, ya... aku tak bermaksud melukai perasaanmu." Kai hendak meraih tangan Ella. namun Ella malah menghindarinya.
Ella membuka pintu dan keluar dari mobil. Ella menatap Kai yang menatapnya cukup heran dari jendela mobil. Pria tentu tekejut dengan perubahan sikapnya.
"Aku mencintai, Mas. Karena kau adalah suamiku. Wanita mana yang tidak mengharapkan sentuhan suaminya, mungkin hanya aku." Ella tersenyum suram oleh perkataannya sendiri.
"Aku ingin sentuhan itu murni karena cinta, bukan karena kasihan." Ella menatap Kai yang terdiam seribu bahasa.
"Tak perlu minta maaf... kau selalu membuatku terluka dan kau memang pandai dalam hal ini. Terluka untuk kesekian kalinya, kata maaf gak berarti lagi buatku mas. Apalagi hal ini terjadi karena orang ketiga dalam rumah tanggaku. Apa kabarnya? semoga dia baik-baik. Welcome untuknya. Dia akan segera ke sini kan? Maka aku akan menyambutnya dengan baik." Ella kemudian menjajakan langkahnya memasuki kediaman dan meninggal Kai yang membisu di tempatnya.
Ella membanting pintu kamar. Dia tak sanggup bertahan lagi. Air matanya luluh membasahi pipi. Dia hanya bersandiwara baik-baik saja di depan Kai. Setelah 3 tahun akhirnya Ella tahu alasan mengapa Kai begitu dingin padanya. Ternyata dia telah memiliki orang spesial dalam hidupnya. Dan itu bukan dirinya, namun wanita lain. Selama ini Ella masih berharap karean ia pikir Kai hanya belum bisa menerimanya karena kesannya yang benci dengan pernikahan mereka. Kebenaran ini membuat Ella tidak semangat lagi untuk hidup. Ella ingin mengakhiri hidupnya saja.