Aric telah berhasil mengalahkan monster cacing raksasa itu, dan pasukan pertahanan berhasil tiba bersamaan dengan beberapa Weirless. Aric yang melihat kedatangan kedua pasukan itu hanya bisa berdecak sebelum berjalan mendekati mereka. "Sepertinya pasukan pertahanan memerlukan pelatihan lebih ketat lagi," ucap Aric tanpa memberikan kesempatan bagi kapten yang memimpin pasukan pertahan di hadapannya. "Setelah kalian selesai membereskan semua ini, aku harap kalian bersiap untuk menerima pelatihan kembali, dan pelatihan kali ini akan aku pimpin secara langsung."
"Ba-baik!"
Setelah selesai berbicara dengan pasukan pertahanan, kini pandangan Aric kembali tertuju kepada Weirless yang diam memperhatikannya dengan canggung. "Sepertinya kalian masih membutuhkan bantuan dalam perkembangan teknologi pendeteksi monster. Apa alat yang kami berikan masih tidak cukup? Atau kalian masih kekurangan anggota?"
"Kami sungguh minta maaf atas keterlambatan kami. Kami tidak ada masalah dengan alat yang Anda berikan dan kami tidak ada masalah dengan anggota kami. Kami akan lebih meningkatkan kewaspadaan kami," ucap pria berambut hitam dengan mengenakan topeng putih polos yang menutupi seluruh wajahnya.
"Hah … aku juga tidak bisa menyalahkan kalian sepenuhnya. Karena kemunculan monster yang semakin sering dan tidak mudah untuk di deteksi," ucap Aric sambil menatap kearah kemunculan monster cacing raksasa itu.
"Tuan muda Shamus."
Mendengar panggilan itu membuat perhatian Aric kembali tertuju kepada dua anggota Weirless yang ada di hadapannya. Wanita berambut merah bergelombang dengan mengenakan topeng kucing yang menutupi setengah wajahnya menarik perhatian Aric. "Katakan."
"Organisasi kami tengah melakukan penyelidikan mengenai perkemangan monster lima tahun terakhir ini dan pergerakan mereka. Jika Anda bersedia, kita bisa melakukan kerjasama untuk menyelidiki masalah ini. Semakin banyak yang bekerjasama, saya yakin akan semakin cepat hasil yang kita dapatkan," ucap wanita berambut merah itu.
Aric hanya diam dan menatap dingin wanita di hadapanya. Sehingga membuat kedua orang itu menjadi sedikit gugup atas kediaman pemuda di hadapan mereka. "Jika kita bekerjasama, dengan kata lain aku akan mengetahui identitas kalian dan kalian akan mengetahui sedikit rahasia mengenai pasukan pertahanan, bukan? Aku tidak begitu peduli dengan identitas kalian. Tapi, aku tidak bisa membahayakan pasukan pertahanan."
"Kami tidak ingin melakukan perjanjian ini dengan pasukan pertahanan. Kami ingin melakukan perjanjian ini dengan Anda. Dengan kata lain, organisasi kami ingin melakukan kerjasama dengan Aric Al Shamus, tuan muda keluarga Shamus, dan kami tidak ada masalah jika rahasia kami diketahui oleh Anda. Lagipula, kami yakin jika Anda ingin, Anda bisa mendapatkan informasi kami dengan mudah," ucap wanita itu.
"Hm … kau benar," ucap Aric lalu menatap kearah Jade yang berdiri di samping mobilnya dan teringat akan Alecia dan yang lain yang masih menunggu di dalam mobil. "Kita bicarakan hal ini di pertemuan kita selanjutnya. Jangan terlambat besok jam sepuluh pagi, tuan Akido."
Setelah mengatakan itu, Aric langsung berjalan mendekati Jade dan meninggalkan kedua Weirless yang masih terdiam tanpa mengetakan apapun menatap Aric. Mereka tahu jika Aric akan menyadari identitas mereka, terutama saat melihat Aric yang secara terbuka memberitahu mereka jika ia mengetahui identitas mereka.
"Dia sungguh tidak memiliki rasa takut dengan Weirless?" tanya Akido.
"Bukan urusanku. Kita sebaiknya melakukan tugas kita sekarang," ucap Katelyn yang langsung mendapatkan anggukan kepada dari Akido.
***
Karena Alecia dan ketiga anak lainnya masih merasa ketakutan. Ia memutuskan untuk menunda makan malam di luar dan memilih untuk makan malam di rumah. Selain itu, Belyn ingin menginap di rumah keluarga Shamus bersama Takeo yang memiliki jadwal berlatih dengan Jade.
Sehingga membuat Lian dan Karl ikut tinggal bersama mereka di kediaman Shamus. "Jade, biarkan mereka berada di satu kamar dan bersihkan mereka sebelum makan malam siap," ucap Aric.
"Baik, tuan muda."
"Tapi tuan…"
Aric berlutut di depan Lian dan tersenyum lembut. "Semua sudah baik-baik saja."
"Ibu dimana?" tanya Karl yang masih belum juga menyadar kepergian ibu mereka. Sedangkan Lian hanya bisa menatap sedih adiknya karena mengetahui jika ibu mereka telah tiada. Aric dapat melihat bagaimana kebingungan Lian untuk menjelaskan keadaan ibu mereka. Namun, Aric tidak berencana membohongi anak kecil seperti Karl.
Ia berhak untuk tahu kebenaran mengenai ibunya. Sehingga Karl tidak akan merasa di bohongi saat ia mengetahui kebenaran itu di masa depan. "Aku minta maaf Karl. Ibu kalian tidak bisa diselamatkan, aku sungguh minta maaf karena tidak bisa menyelamatkannya."
Seketika suasana menjadi begitu hening. Alecia dan Belyn yang baru mengetahui kondisi kedua anak itu menatap kedua anak laki-laki itu dengan sedih. Lian hanya diam menunggu respon adiknya dengan ekspresi sedih, dan tiba-tiba air mata mengalir dari kedua mata Karl diikuti dengan suara tangis yang begitu keras. "Ibu!!"
Lian segera memeluk adiknya untuk berusaha menenangkan adiknya dan tidak merepotkan orang-orang yang telah menyelamatkan mereka. "Tenanglah Karl. Kakak ada di sini bersamamu. Kita akan bertemu dengan ayah, ibu untuk pergi bertemu dengan ayah dan tuan ini akan membantu kita, benarkah tuan?"
Aric menganggukkan kepala. "Benar, aku akan mengantar kalian ke kediaman Alfred untuk bertemu dengan ayah kalian, tapi sebelum itu kalian harus makan dan istirahat di sini lebih dulu agar lebih tenang."
Lian dan Karl menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Terima kasih, tuan," ucap Lian.
Aric menganggukkan kepala dan mengelus kepala kedua anak itu dengan lembut. "Kalian bisa memanggilku Aric. Ini adikku Alecia dan ini adik temanku sekaligus teman Alecia, Belyn."
"Senang bisa berkenalan dengan kalian. Kalian bisa memanggilku Cia!" ucap Alecia dengan ceria.
"Dan kalian bisa memanggilku Lyn!" ucap Belyn.
"Senang bertemu dengan kalian, aku Lian dan ini adikku Karl," ucap Lian.
Setelah saling berkenalan, Lian dan Karl pergi untuk membersihkan diri dengan bantuan Jade. Sedangkan Alecia dan Belyn juga pergi ke kamar mereka masing-masing untuk membersihkan diri. Aric segera pergi ke ruang kerjanya, dimana Takeo telah menunggu kedatangannya. "Apa sekarang kau bisa menjelaskan apa yang terjadi tadi?" tanya Takeo.
Aric mengembuskan napas dan menganggukkan kepala lalu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan sahabatnya.
***
Setelah selesai makan malam, Belyn, Alecia, Lian dan Karl bermain bersama di ruang bermain milik Alecia. Sedangkan Takeo dan Aric tengah berada di perpustakaan pribadi Aric untuk mendegarkan laporan dari Jade mengenai komunikasinya dengan kediaman keluarga Alfred.
"Jadi saat ini tuan Alfred sedang tidak ada di Everland karena urusan bisnis di luar negeri?" tanya Aric untuk memastikan kembali laporan Jade.
"Benar, tuan muda. Kemungkinan tuan Alfred akan kembali satu minggu lagi," ucap Alan.
"Jadi, apa yang akan kau lakukan dengan kedua anak itu? Apa kau tetap berencana untuk mengantarkan mereka ke kediaman Alfred?" tanya Takeo.
"Tentu saja tidak. Aku sudah berjanji kepada ibu kedua anak itu akan memastikan Lian dan Karl bertemu dengan tuan Alfred secara langsung," ucap Aric lalu kembali menatap Jade. "Biarkan Lian dan Karl tinggal di sini sampai tuan Alfred kembali, dan kirimkan pesan kepada phonsel pribadi tuan Alfred jika aku akan menemuinya saat ia kembali ke Everland."
"Baik, tuan muda," ucap Jade lalu meninggalkan perpustakaan pribadi Aric untuk melaksanakan tugasnya.
"Apa tidak masalah kau ikut campur urusan keluarga Alfred?" tanya Takeo.
"Kau seharusnya tahu bagaimana sikap istri tuan Alfred yang saat ini, dan ibu dari kedua anak itu bukanlah istri tuan Alfred yang selalu muncul di berita bersamanya. Aku tidak ingin mengetahui lebih dalam, aku hanya ingin memastikan jika Lian dan Karl berhadapan dengan tuan Alfred secara langsung," ucap Aric.
"Aku tahu bagaimana sifatmu. Tapi, apa kau yakin jika tuan Alfred akan menerima mereka?"
"Kau seharusnya tahu jika tuan Alfred menginginkan pewaris laki-laki, dan ia hanya memiliki anak perempuan dari hubungannya dengan istri saat ini. Mereka sudah menikah selama hampir lima belas tahun dan baru memiliki putri berusia lima tahun. Tentu saja tuan Alfred akan menerima Lian dan Karl jika ini berhubungan dengan pewaris perusahaannya nanti," ucap Aric.
"Tapi, bukankah mereka pasti akan meminta tes DNA untuk memastikan jika Lian dan Karl adalah putranya?" tanya Takeo bingung.
"Jika memang mereka ingin melakukan itu silahkan saja. Lagipula, tanpa melakukan tes DNA pun, Lian sangat mirip dengan tuan Alfred? Rambut hitam dan mata merah, bergitu juga dengan Karl yang memiliki rambut hitam, meskipun matanya berwarna cokelat tua. Namun, ia juga sangat mirip dengan tuan Alfred."
Seperti tersadar akan sesuatu, Takeo menganggukkan kepalanya. "Kau benar juga, meskipun rambut hitam adalah warna yang umum. Tapi, mata merah Lian sudah menjadi tanda jika dia adalah keturunan keluarga Alfred. Bahkan putri keluarga Alfred saat ini tidak memiliki sedikitpun ciri-ciri dari keluarga Alfred. Dia sangat mirip dengan nyonya Alfred."
"Akhirnya otakmu bekerja juga," ucap Aric.
"Oi! Apa maksudmu?!" tanya Takeo kesal. Namun, Aric terlihat tidak mempedulikannya dan kembali sibuk dengan laptop yang ada di hadapannya.
.
.
.
.
Seorang pria berambut hitam dan bermata merah tengah duduk di hadapan tiga pria yang berlutut dengan keringat dingin membasah wajah mereka. Terlihat bercak darah yang menghiasi wajahnya. Namun, pria itu telihat tidak peduli dan hanya menatap ketiga pria di hadapannya dengan tajam.
"Bukankah kau bilang jika wanita itu ada di sini? Tapi yang kau tunjukkan kepadaku jelas-jelas wanita yang berbeda, apa kau mencoba menipuku?" tanya pria itu lalu tanpa ada rasa belas kasih, ia mengarahkan pistolnya kearah wanita berambut cokelat tua panjang yang terlihat ketakutan dan menarik pelatuknya.
Suara tembakan yang menggema membuat suasan menjadi semakin mencengkam. Bertahun-tahun ia mencari wanita yang berhasil menarik perhatiannya. Namun, tidak pernah menemukannya setelah pergi dengan membawa anak mereka yang baru berusia satu tahun.
"Kalian semua sungguh tidak berguna," ucap pria itu dan langsung menghabisi ketiga pria di hadapannya.
Eden Brian Alfred, pemimpin Mafia di Everland yang sangat di takuti dengan nama panggilan Red. Selama bertahun-tahun ia mencari keberadaan putra dan istri pertamanya, Rose Danielle Alfred yang meninggalkannya tanpa memberikan alasan apapun. Eden hanya ingin menemukan Rose dan memempertanyakan alasan mengapa ia pergi meninggalkannya dengan membawa putra mereka.
Selama ini, kehidupan pernikahan mereka tidak pernah ada masalah. Namun, Rose tiba-tiba menghilang tanpa ada seorangpun yang mengetahuinya dan membawa putra mereka yang masih berusia satu tahun.
"Rose … kau ada di mana?" tanya Eden dengan sedih.
Meskipun sudah sembilan tahun berlalu, Eden tidak pernah menyerah menemukan keberadaan istri dan anaknya. Namun, ia tidak pernah menemukan hasil apapun. "Apa aku menyerah saja?" tanya Eden sambil menatap pistol di tangannya dengan tatapan kosong.
"Eden."
Panggilan itu membuat Eden tersadar dari lamunannya dan melirik kearah pria berambut hitam dan bermata hitam yang merupakan asisten pribadi sekaligus sahabat masa kecilnya.
"Aku tahu apa yang kau rencanakan, lebih baik kau tidak melakukan itu," ucap pria itu.
"Untuk apa aku hidup jika menemukan istri dan anakku saja tidak bisa, Bein," ucap Eden.
Bein yang selalu memperhatikan sahabat masa kecilnya itu terdiam sebelum akhirnya mengembuskan napas pelan dan memberikan phonselnya kepada Eden "Bacalah ini. Tuan muda Shamus ingin bertemu denganmu saat urusan kita di sini selesai."
Eden yang mendengar perkataan Bein langsung menatap sahabatnya dan mengambil phonsel itu untuk segera membaca isinya.
To: Bein Daichi Haruye
Kami mendapatkan informasi yang kalian cari selama ini.
Tuan muda ingin bertemu dengan tuan Alfred jika urusan kalian sudah selesai.
Lebih cepat, lebih baik.
From: Jade Brav Ansell
"Ini pesan email pribadi Jade?" tanya Eden memastikan kembali.
Bein menganggukkan kepala mendengar pertanyaan Eden. Namun, karena karena Eden masih fokus dengan phonselnya, Bein menjawab, "benar."
"Kita kembali ke Everland sekarang," ucap Eden.
Eden merasa jika informasi yang di berikan oleh tuan muda Shamus adalah sesuatu yang akan sangat berharga dibandingkan yang lainnya. Meskipun ia sendiri tidak pernah bertemu dengan tuan muda Shamus, namun Eden mengetahui jika keluarga Shamus sangat ahli dalam mencari informasi di dunia ini, terutama saat keluarga Shamus dan keluarga Grissham bekerja sama.
"Baik, tuan," ucap Bein dan berjalan mengikuti Eden.
Bersambung…