Chereads / Playboynya Untukku / Chapter 21 - Perkara Pembalut

Chapter 21 - Perkara Pembalut

Malam ini Haikal sudah siap menggunakan motor kesayangannya. Ia akan ke rumah Inka untuk menjemput gadis itu sesuai janjinya tadi di sekolah. Namun, baru saja ia keluar melewati gerbang rumahnya, ia mendapati Bella yang juga keluar dari gerbang rumahnya. Tatapan mereka saling mengunci untuk beberapa detik sebelum akhirnya Bella memutuskan tatapan mereka.

"Mau kemana?" tanya Haikal yang bingung karena tak biasanya Bella keluar malam-malam seperti ini.

"Ke depan bentar."

Haikal menjalankan motornya menuju Bella. "Mau ngapain?"

"Beli barang."

"Barang? Barang apa?"

"Ya ..., barang."

Haikal menaikkan sebelah alisnya karena heran dengan sikap Bella yang sedikit aneh. "Barang apa, Bel? Jawab lebih spesifik."

"Kenapa, sih? Kepo banget lo," jawabnya sambil memutar bola matanya malas. "Lo sendiri mau ke mana? Rapi banget, wangi lagi," lanjutnya bertanya.

Hanyalah memperhatikan penampilan dirinya lalu tersenyum. "Mau nonton sama Inka."

Srek. Mungkin itu bisa mewakili bunyi patah hati Bella. Ia sangat paham apa konsekuensi jika menjadi pacar Haikal, tapi tetap saja hatinya sakit saat mendengar pacarnya akan jalan dengan gadis lain, sementara mereka saja tidak pernah jalan berdua.

Bella mengangguk singkat. "Oh, gitu."

"Bel, lo mau beli apa? Gue nggak suka lo keluar malam-malam begini."

"Dih, kenapa? Lo aja boleh keluar malam-malam, sama cewek lagi."

Haikal menghela napas lelah. "Tolong ngertiin posisi gue, Bel."

"Gampang itu, asal lo juga ngertiin posisi gue."

"Bella," tegur Haikal dengan tegas. Ia bingung kenapa Bella ini sangat keras kepala.

"Kenapa?"

"Lo mau beli apa? Sini gue yang beliin, tapi lo masuk ke dalam."

Bella menggeleng kuat. "Gue bisa beli sendiri."

"Angin malam nggak bagus, Bel."

"Angin malam nggak bagus, Kal."

Lelah, Haikal benar-benar lelah menghadapi Bella. Namun, hanya Bella yang bisa membuatnya jatuh sedalam ini.

"Udah, ah, sana! Lo jangan mancing emosi gue, ya, Kal!"

Haikal turun dari motornya dan menatap Bella yang lebih rendah darinya. Ia mengusap lembut kepala Bella. "Emosi kenapa?"

"Jangan pegang-pegang!"

Semakin dilarang, semakin Haikal menjadi. Ia kini malah menyubit pipi dan hidung Bella, melingkarkan tangan Bella di pinggangnya dan menggelitik leher gadis itu.

"Haikal!" tegur Bella.

"Hm?"

"Mending lo pergi sekarang, kasihan cewek lo udah nunggu."

"Lo lagi nunggu?"

Salah tingkah. Hanya tiga kata itu saja bisa membuat Bella salah tingkah. Memang sekuat itu pengaruh Haikal dalam hidupnya.

"Kal, gue beneran emosi ini."

"Bentar." Haikal merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Ia mengutak-atik ponselnya selama beberapa detik, kemudian ia mengangguk-anggukkan kepalanya sembari tersenyum.

"Kenapa?" tanya Bella dengan nada yang sudah sangat tidak enak.

"Lo masuk aja ke dalam, biar gue yang beliin barang lo itu."

Bella mengangkat alisnya bingung. "Emang lo tau gue mau beli apa?"

"Gimana bisa gue nggak tau? Lo lagi dapet, kan?" Haikal dapat mengetahuinya karena ia menginstall aplikasi yang dikhususkan untuk memprediksi jadwal menstruasi.

"Diem lo!" ketus Bella.

Haikal tertawa melihat ekspresi pacarnya yang sudah sangat kesal itu. Ia kembali mengusap kepala Bella. "Pembalutnya yang biasa, kan? 35 CM dan pakai sayap, benar?"

"HAIKAL! JANGAN DIPERJELAS!"

"Bener nggak?" tanyanya sambil mencolek dagu Bella.

"Gue beli sendiri aja." Bella sudah mengambil ancang-ancang untuk pergi, tapi tangan Haikal lebih dulu menarik tangannya. Dengan gerakan cepat, Haikal segera menggendong Bella seperti menggendong karung beras. Bella yang tak siap tentu saja terkejut atas tindakan Haikal.

"Kal, ngapain lo? Turunin!"

Haikal sama sekali tak menghiraukan ucapan gadis itu. Ia terus menggendong Bella hingga ke depan pintu rumah gadis itu. "Masuk! Nanti gue balik lagi bawain barang lo."

Bella melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Haikal dengan sorotan tajam. "Jangan ngambek, Mba Pacar," godanya sambil mencolek dagu Bella lagi.

"Hati-hati." Setelah mengucapkan itu Bella langsung masuk dan menutup pintu rumahnya.

"Lucu," gumam Haikal.

***

"Mba, pembalut yang paling bagus ukuran 35 CM pakai sayap," ujar Haikal pada penjaga mini market yang dikunjunginya.

"Buat pacarnya ya, Mas?"

"Calon istri."

Penjaga mini market itu mengangguk paham dan segera menuntun Haikal menuju rak pembalut. "Pilih aja, Mas."

Haikal menatap pada seluruh pembalut yang ada di depannya. Ia mencari pembalut yang biasa ia belikan untuk gadis itu. "Nah, ini," gumamnya saat mendapati yang ia cari.

"Makasih, ya, Mba."

Selesai dengan urusan pembalut, ia beralih ke tempat camilan dan es krim. Haikal sangat paham bagaimana mood Bella saat menstruasi. Ia mengambil beberapa bungkus camilan dan cup es krim, kemudian membayarnya.

Perjalanan dari mini market ke rumah Bella memakan waktu yang sangat singkat. Buktinya ia hanya butuh waktu lima menit untuk kembali ke rumah Bella.

"Bu Bella," panggilnya sambil menekan bel rumah gadis itu.

"Bentar," teriak Bella dari dalam.

"Nih." Haikal menyodorkan kresek berisi beanjaannya di mini market tadi.

Bella menerima kresek itu dan mengintip sedikit ke dalamnya. "Tau aja lo gue butuh camilan." Ia tampak merogoh sakunya untuk mengambil beberapa lembar uang. "Berapaan totalnya, Kal?"

"Buset, lo pikir gue abang OJOL? Gue pacar lo!"

"Ya, gue nggak enak, masa lo yang belanjain mulu. Berapa, nih?"

"Lo bayar, gue patahin tangan lo." Bella terkekeh mendengar ucapan Haikal. "Serem amat."

"Udah, kan? Masuk sana, jangan keluar lagi!"

Bella menatap Haikal penuh curiga. "Lo nyuruh gue cepet masuk ke dalam supaya bisa cepet-cepet jemput Inka, kan?"

Haikal mengangguk cepat sambil menahan tawanya. Menjahili Bella adalah sebuah hobi baginya.

"Bentar, ada notif, nih," ujar Bella sambil membuka ponselnya.

Bella memainkan ponselnya sembari tersenyum. "Chat sama siapa lo?" tanya Haikal dengan nada ketus.

"Si Bara ngajaikin gue belajar bareng. Lo buruan pergi sana, gue juga mau pergi."

"Emang lo aja yang bisa manas-manasin gue?" batin Bella penuh kemenangan.

"Nggak, nggak! Gue nggak ngizinin ya, Bel."

"Gue nggak butuh izin lo."

Haikal mendecak kesal. Ia merebut ponsel Bella dan melihat ada apa di ponsel gadis itu. Ternyata yang ada di sana hanyalah roomchat gadis itu dengan Lia. "Lo ngejahilin gue, ya?"

"HAHAHAHAHA." Tawa Bella pecah saat ia ketahuan oleh Haikal.

"Oh, udah berani?" Ia maju mendekati Bella dengan tatapan tajam. Bella reflek menghentikan tawanan dan mundur saat melihat aksi Haikal tersebut. Namun, yang namanya Haikal tidak akan membiarkan targetnya lepas. Ia menahan punggung Bella agar gadis itu tidak bisa mundur lagi. Setelah itu, ia mengecup dahi, kedua pipi dan hidung gadis itu.

Bella membeku. Pipinya bersemu merah. Perutnya terasa seperti dikerubungi banyak kupu-kupu. Ia tak kuasa menahan perasaan senang dalam dirinya. "Lucu banget pipi lo merah begitu," ejek Haikal.

"Kal, mending lo pergi sekarang juga." Ia mengucapkan itu dengan pandangan kosong.

"Salting, ya?"

"Kal, udah!"

"Cium dulu guenya."

"Nggak!"

"Cium!"

"Nggak mau, lo bau buaya darat."

Cup. Sebuah kecupan mendarat lagi di pipi kanan Bella.

"Kal! Apa-apaan lo ini?"

Cup. Kini kecupan mendarat di pipi kiri.

"Gue jemput Inka dulu ya, Bellayang."

"Dih! Sana lo!"

"Hahaha." Tawa puas Haikal terdengar kala mendengar nada kesal pacarnya.