Chereads / Playboynya Untukku / Chapter 24 - Markas Anta

Chapter 24 - Markas Anta

Setelah menunggu selama beberapa menit dengan kepanikan yang menyertai, ponsel Haikal berbunyi. Itu adalah notifikasi dari Jiro yang mengirimkan lokasi tempat ia, Anta, dan Inka berhenti saat ini. Haikal langsung melajukan motornya dengan kecepatan tinggi sesaat setelah melihat lokasi itu. Ia tau persis di mana tempat itu. Itu adalah markas Anta dan teman-temannya.

Hanya butuh lima belas menit bagi Haikal untuk menuju ke markas Anta. Ia menuruni motornya dan segera menghampiri Jiro yang sedang bersembunyi di balik pepohonan. "Di mana Inka sama Anta?" tanyanya.

Pertanyaan itu lantas membuat Jiro yang sedang fokus memperhatikan markas Anta terlonjak kaget. "Kal, lo ngagetin aja!"

"Maaf. Mereka di dalam?"

Jiro mengangguk. "Iya, tadi gue lihat Anta bawa masuk Inka ke dalam."

Haikal memberikan kode pada Jiro untuk mereka segera masuk ke dalam. Jiro yang paham dengan kode dari Haikal pun langsung mengangguk.

Mereka menerobos markas Anta tanpa rasa takut, bahkan mereka tidak perlu mengendap-endap untuk masuk ke dalamnya. Saat memasuki markas Anta, mereka mendapati Anta dengan beberapa teman-temannya sedang duduk di sofa sambil menyesap rokok.

"Di mana Inka?" tanya Haikal menantang.

Anta dan teman-temannya mendongakkan kepala. Satu alis dan sebelah sudut bibir Anta terangkat. Ia berbalik bertanya, "Cewek lo?"

"Gue nanya Inka, dia di mana?" tanya Haikal lagi dengan menekankan setiap katanya.

"Inka cewek lo, kan?"

Haikal menghela napas lelah. Memang Anta sangat jago dalam memainkan emosi Haikal. "Lo budek apa gimana? Haikal nanya Inka, bukan ceweknya," tegas Jiro.

"Inka itu ceweknya temen lo," jawab Anta. Ia berdiri dan berjalan menghampiri Haikal dan Jiro. Saat tiba di hadapan mereka, Anta melayangkan tatapan menantang kepada keduanya. "Ke sini cuma nyari cewek lo?" tanyanya.

"Jangan banyak bacot lo, kasih tau di mana Inka!" bentak Haikal.

Anta melemparkan senyuman miring pada Haikal. "Gue mempersilahkan dengan hormat kepada lo untuk mencari Inka di setiap sudut ruangan ini," ucapnya lembut namun terdengar sangat mematikan.

Tanpa basa-basi Haikal segera menelusuri setiap sudut ruangan tersebut dengan penuh emosi, bahkan ia sampai memecahkan beberapa barang di markas itu. Namun, Anta tidak ambil pusing akan hal itu. Ia masih punya banyak uang untuk membeli barang seperti itu lagi.

Jiro turut membantu Haikal dalam mencari keberadaan Inka. Cukup lama mereka mencari Inka karena mereka sampai memastikan berkali-kali di setiap ruangan akan keberadaan Inka.

"Ada?" tanya Haikal ke Jiro saat mereka kembali ke ruangan tempat Anta dan teman-temannya berada.

Jiro menggeleng. "Kosong, Kal." Jiro menatap tajam pada Anta. "Gue lihat dengan jelas tadi lo bawa Inka ke dalam," geram Jiro.

Anta menyunggingkan senyum miring di wajahnya. "Buktiin yang lo lihat itu. Ada nggak?" balas Anta dengan sangat santai.

Haikal menatap Anta dengan sengit. "An, gue lagi nggak mau ribut sama lo, mending kasih tau aja di mana Inka sekarang," tekan Haikal.

"Yah ..., nggak mau ribut? Padahal kalau mau ribut juga gue jabanin."

"Kasih tau sekarang!"

"Lo kenapa nggak mau ribut, sih? Takut Inka marah kalau lihat wajah lo babak belur?"

Sebuah tawa sinis terdengar dari orang di belakang Anta. "Lo takut sama Inka? Sama cabe model begitu lo takut? Sebagai mantannya, gue mau ngasih tau aja kalau dia itu bukan cewek baik-baik, mending lo tinggalin," celetuk Rezi—teman Anta yang menjadi mantan Inka.

"Gamon lo?" tanya Jiro yang sarat dengan nada meremehkan.

"Jangan ikut campur!" balasnya.

"Inka bukan cewek gue, dan kalau lo mau ambil dia balik, silakan."

"Udah, jangan pada ribut! Si Haikal nggak mau ribut," sindir Anta. Ia menatap Haikal dengan tajam yang tentunya dibalas Haikal tak kalah tajam. "Lo udah tau Inka nggak ada di sini, kan? Pilihan lo sekarang cuma dua, mau pergi atau ribut?"

Haikal dan Jiro hanya diam saja. Mereka terus menatap penuh dendam kepada Anta dan teman-temannya. Dapat dipastikan keduanya sudah tersulut emosi saat ini, bahkan untuk berkelahi pun akan sangat mungkin terjadi. Namun, bagi Haikal yang terpenting saat ini bukanlah egonya untuk berkelahi, tetapi keselamatan Inka.

Anta berdecak kesal. "Jawab! Punya mulut nggak?" bentak Anta.

Keduanya masih tetap bungkam. Sepertinya mereka memang tidak ada niat untuk mengindahkan pertanyaan Anta. "Waktu lo tiga detik untuk berpikir, kalau lo nggak jawab juga kita ribut," ucap Anta.

Anta mulai menghitung. "Satu."

Haikal dan Jiro saling tatap. Namun, mereka masih enggan untuk menjawab.

"Dua," lanjutnya.

"Gue nggak mau ribut," ucap Haikal.

Anta tidak peduli dengan ucapan Haikal barusan. "Tiga." Melihat tidak ada jawaban yang diberikan oleh Haikal, Anta memberikan kode kepada teman-temannya untuk menyerang Haikal dan Jiro.

Haikal dan Jiro masing-masing mendapatkan dua lawan. Haikal melawan Anta dan Rezi, sementara Jiro melawan Geri dan Adit. Pukulan demi pukulan mendarat di tubuh mereka semua. Saling berbalas pukul, tendang, dan aksi kekerasan lainnya. Luka dan darah juga kini mulai menghiasi wajah mereka.

Tak lama kemudian, teman Anta masuk dari pintu depan. Ia tampak terkejut atas situasi yang terjadi di dalam. "WOI, BERHENTI!," teriaknya.

Mereka yang sedang terlibat dalam perkelahian itu lantas menoleh ke sumber suara. "Berhenti! Markas bukan buat ribut," ucapnya.

Detik itu juga mereka berhenti berkelahi. Namun, mereka masih saling melempar tatapan tak suka satu sama lain.

"Lo ngapain di sini? Ini bukan kawasan lo," tanyanya pada Haikal.

"Temen lo ini ngebawa cewek yang seharusnya nggak berada di kawasan ini," jawab Haikal.

Raut wajah bingung tercetak jelas dari wajah pria itu. "Cewek? Siapa?" Kini pertanyaan tersebut ia tujukan kepada teman-temannya.

"Lo percaya sama cowok halu ini? Ngapain juga gue bawa cewek ke sini," jawab Anta tajam.

Jiro mendengus kesal. "Gue lihat sendiri lo bawa masuk Inka ke sini."

"Inka? Mantan lo?" tanyanya pada Rezi dan diangguki oleh cowok itu.

"Nggak ada! Gue nggak bawa si Inka ke sini," bela Anta.

Lelaki itu menatap Haikal dan Jiro. "Lo udah cari, kan? Ada nggak dia?" tanyanya.

"Nggak, tapi gue yakin si Antanjing ini udah bawa Inka ke tempat lain."

"Intinya sekarang Inka nggak ada di sini, kan? Harusnya lo langsung pergi dari sini kalau yang lo cari itu nggak ada, bukannya malah ngerusuh di kawasan orang."

"Gue nggak ngerusuh, temen lo ini yang nyerang duluan."

"Gue nggak peduli. Pergi lo dari sini sekarang karena Inka nggak ada!"

Haikal menatap kesal pada Anta dan teman-temannya. "Kalau sampai terjadi apa-apa sama Inka, lo orang pertama yang gue cari," ancam Haikal.

Haikal dan Jiro pergi dari tempat itu dengan rasa ketidakpuasan yang sangat membekas. "Kal, gue bener-bener ngelihat Inka dibawa ke sini tadi," kata Jiro saat mereka sudah keluar dari markas Anta.

Haikal mengangguk. "Gue percaya sama lo. Gue yakin Inka udah dibawa ke tempat lain sama Anta."