Chereads / Playboynya Untukku / Chapter 26 - Bilangin Bunda, Gue Nggak Pulang

Chapter 26 - Bilangin Bunda, Gue Nggak Pulang

Haikal berhenti di sebuah jalan yang sepi pengguna. Ia mengambil ponselnya untuk menghubungi Jiro. "Halo," sapanya saat panggilan sudah terhubung.

"Halo, Kal," jawab Jiro dari seberang sana.

"Gimana,a Jir? Udah ada info lebih baru tentang Inka?"

Jiro terdiam lesu di tempatnya. Pasalnya hingga saat ini ia belum bisa menemukan keberadaan Inka. "Nggak ada, Kal. Gue bakal coba nyari dia terus. Gue juga udah minta bantuan ke Adan," jawab Jiro.

Sama dengan Jiro, Haikal pun terdiam lesu saat mendengar jawaban dari Jiro. "Thanks, ya, Jir. Sorry, gue selalu ngerepotin lo."

"Santai aja," jawab Jiro dan sambungan telepon langsung diputuskan olehnya.

Haikal mengajak rambutnya frustasi. "Aghhh! Kemana coba Inka? Lagian kenapa pakai segala kabur, sih!"

Cukup lama Haikal melamun di jalanan sepi tersebut hingga akhirnya ponselnya berdering dan menampilkan nama Bella. Ia sempat ragu untuk mengangkat panggilan itu karena takut Bella khawatir. Namun, pada akhirnya ia mengangkat panggilan itu juga.

"Halo, Bel," sapanya dengan keraguan yang sangat jelas.

Di seberang sana Bella sungguh khawatir dengan keadaan Haikal karena cowok itu yang tak kunjung pulang, padahal malam sudah sangat larut. Mina juga sudah beberapa kali bertanya tentang keadaan anaknya pada Bella.

"Kal, lo di mana? Cuma nonton kok lama banget pulangnya? Ini udah tengah malam, Kal. Setidaknya kalau mau pulang telat ngabarin dulu."

Haikal membuang napas frustasi. Ia bingung memikirkan cara untuk menjawab pertanyaan dari Bella barusan.

"Bilangin bunda, Bel, gue nggak pulang malam ini," jawab Haikal. Ia khawatir jawabannya akan membuat Bella memikirkan hal yang tidak-tidak.

"Nggak pulang? Kenapa, Kal? Mau ngapain? Ini bunda nyariin lo dari tadi."

Haikal diam saja. Ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan dari Bella. Namun, ia juga tak berniat untuk memutuskan sambungan telepon itu.

"Kal, lo sama Inka ...?" Bella mencoba memberanikan diri untuk menanyakan hal yang mengarah ke hal kotor itu.

"Nggak, Bel!" sergah Haikal. "Gue sama Inka nggak ngapa-ngapain."

Bella sungguh bingung dengan pacarnya itu. Ia menggantikan kepalanya yang tak gatal saking bingungnya. "Terus kenapa nggak pulang, Kal?" tanya Bella lagi.

Haikal mulai kesal dengan pertanyaan Bella yang selalu sama. "Bel, gue cuma minta tolong sama lo buat bilangin ke bunda bahwa gue nggak pulang. Itu doang, Bel. Sesusah itu, ya?"

Bella sangat sadar akan perubahan nada bicara Haikal yang mulai kesal. Ia berpikir keras bagaimana caranya agar dirinya dapat mengetahui alasan Haikal tanpa membuat cowok itu marah.

"Kalau lo keberatan gue bisa izin sendiri," lanjut Haikal.

Bella menggeleng walaupun gelengannya tidak akan terlihat oleh Haikal. "Nggak! Gue sama sekali nggak keberatan. Gue bakal ke rumah lo sekarang dan minta izin sesuai dengan yang lo minta." Bella terdiam sejenak. "Tapi apa nggak boleh gue tau alasan lo nggak pulang?"

Haikal mendengus kesal. "Kalau lo masih nanya masalah itu, gue nggak bakal minta tolong ke lo lagi," jawab Haikal.

"Maaf, Kal ...."

Bella merutuki dirinya sendiri yang benar-benar tak bisa hidup tanpa Haikal. Ia bisa setakut itu jika Haikal tak lagi membutuhkan pertolongannya.

"Jangan lupa sampaiin ke bunda!"

"Iya. Lo hati-hati, ya, Kal. Gue percaya sepenuhnya sama lo."

Haikal terdiam karena mendengar dua kalimat terakhir dari Bella. Ungkapan hati-hati dan kepercayaan itu sungguh menyayat hatinya. Ia merutuki dirinya yang sudah bersikap kasar pada Bella, padahal gadis itu selalu bersikap manis dan peduli padanya.

"Lo ... juga hati-hati. Kalau ada apa-apa langsung hubungi gue."

"Emangnya lo bakal datang kalau gue hubungi?" tanya Bella.

Pertanyaan menjebak dari Bella mampu membuat Haikal kebingungan untuk menjawabnya. Ia sendiri tak bisa memastikan apakah dirinya bisa datang saat Bella membutuhkannya. Namun, ia yakin bahwa Bella akan selalu mengingat dirinya di saat gadis itu dalam bahaya.

"Udah dulu, Bel, gue ada urusan," ucap Haikal dan langsung mengakhiri panggilan.

Bella menatap nanar pada ponselnya. "Bahkan lo nggak bisa jawab pertanyaan gue, Kal ...." Untuk sekadar tahu alasan Haikal saja ia tidak bisa. Ia sungguh merasa tak berguna. "Sebenarnya gue ini berarti apa buat lo, Kal?"

Bella segera membuang pikiran buruknya. Ia bergegas keluar dari rumahnya untuk menuju ke rumah Haikal. Sesampai di saja, ia segera menemui Mina untuk menyampaikan pesan Haikal tadi.

"Sayang, udah ada kabar dari Haikal?" tanya Mina.

"Bun, Haikal bilang dia ada urusan dan nggak bisa pulang malam ini," jawab Bella.

"Dia udah bisa dihubungi, Bel?"

Bella mengangguk. "Panggilan aku tadi diangkat Haikal, Bun, dan dia nitip pesan itu buat Bunda."

Mina mengusap lembut lengan Bella. "Makasih, ya, Sayang .... Bunda jadi nggak khawatir lagi sekarang."

Bella tersenyum dengan sedikit terpaksa. "Iya, Bun," jawabnya. Perasaan Bella sungguh berbanding terbalik dengan Mina. Ia sangat mengkhawatirkan Haikal. Meskipun ia percaya penuh pada cowok itu, tapi perasaannya sungguh tidak enak. Mungkin Mina sebenarnya merasakan hal yang sama, tetapi ia enggan mengungkapkannya.

"Kamu tidur di sini aja, ya, Bunda sendirian di rumah soalnya," pinta Mina.

Bella mengangguk paham. Keluarga Haikal sudah menjaganya sejak lama. Kini saatnya ia membalas dengan hal kecil seperti ini.

"Tidur di kamar Haikal aja, ya?" tanya Mina.

"Aduh, Bun, di kamar tamu aja, Bun."

Mina mengernyitkan dahinya. "Kenapa gitu?"

"Aku nggak enak, Bun."

Mina terkekeh kecil. "Kamu ini kayak di mana aja. Biasanya juga waktu kecil kamu tidur di situ sama Haikal."

Memori lama yang sangat indah kembali berputar di otak Bella. Hal itu mampu membuat senyuman terlukis di wajahnya. Masa indah yang sering ia lalui bersama Haikal dulu tidak akan terulang lagi. Entahlah ini akan kekal atau sementara. Jika saja ia bisa memutar waktu, ia sudah melakukannya dari dulu.

"Kenapa kamu senyum-senyum begitu? Keinget kenangan sama Haikal, ya? Ingat, sekarang nggak boleh tidur bareng lagi! Kalau mau tidur bareng harus apa?"

Bella mengernyitkan dahinya. "Harus apa, Bun?" tanya Bella.

"Harus nikah! Mau Bunda nikahin?"

Bella tertawa canggung atas pertanyaan dari Mina. Hatinya sudah bersuara lantang mengatakan bahwa ia mau. Namun, mulutnya sangat enggan untuk mengeluarkan satu kata penuh makna itu.

"Yeuuu, malah diem! Mau nggak?" Mina mengulang pertanyaannya.

"Bunda jangan gitu ih."

"Hahahah. Ayo, tidur sekarang."

Setidaknya candaan dari Mina tadi dapat membuatnya melupakan sebentar kekhawtairannya terhadap Haikal. Ia berjalan menuju kamar Haikal dan masuk ke dalamnya. "Kal ..., jaga diri baik-baik, ya, Kal. Gue akan selalu percaya sama lo," gumam Bella sambil menatap foto Haikal yang ada di atas meja nakas. Kamar Haikal masih sama nyaman ya seperti dulu. Namun, kenangan itu tak akan pernah terulang lagi.