Hari ini adalah waktunya Haikal untuk kembali bersekolah karena masa skorsnya yang telah usai. Baru saja akan memulai sekolah setelah masa skorsnya, ia harus mengalami kesialan berupa Bella yang berjalan berduaan dengan ketua OSIS yang mulai beberapa hari lalu menjadi musuhnya.
Haikal tak kuasa menahan kekesalannya melihat Bella berjalan beriringan dengan Bara walaupun Bella tampak tak ikhlas berada di samping lelaki itu. Dari jarak lima meter terlihat Bella yang sedang membawa beberapa buku paket berjalan dengan wajah masam. Bara sama sekali tak berinisiatif untuk membantu Bella membawakan buku-buku tersebut.
Sepersekian detik kemudian, sebuah ide jahil terlintas di otak Haikal. Ia berjalan dari arah yang berlawanan dengan Bella dan Bara. Setelah itu ia dengan sengaja memabrakkan diri pada Bella sehingga buku-buku yang ada di tangan gadis itu terjatuh.
"Sorry," ucapnya sambil menunduk menatap Bella.
Bella mendongak untuk dapat melihat pelaku yang telah menabraknya. "Kurang ajar," gumamnya nyaris tak terdengar.
Haikal menaikkan sebelah alisnya sembari tersenyum tipis melihat ekspresi kesal dari wajah Bella. "Gue nggak sengaja." Pandangannya beralih pada lelaki di sebelah Bella. Ia menyorotkan tatapan tajam dan mematikan pada Bara, sementara Bara hanya menaikkan alisnya.
Bella menghela napas malas. Ia membereskan buku-buku yang terjatuh itu dan betapa terkejutnya ia saat Haikal juga membantunya untuk membereskan buku-buku tersebut.
Kini separuh buku berada di tangan Haikal dan sisanya di tangan Bella. Haikal dengan cekatan mengambil buku-buku yang ada di tangan Bella. "Sebagai permintaan maaf, mau dibawa ke mana ini buku-buku?" tanyanya yang sudah jelas adalah sebuah modus.
"Ruang guru," jawab Bella singkat.
"Oh, oke."
"Lo mau antar bukunya, kan? Thanks kalau gitu. Gue balik ke kelas dulu," kata Bella. "Lo jangan ikutin gue lagi!" lanjut Bella pada Bara.
"Jangan GR! Gue nggak pernah ngikutin lo," jawab Bara dingin.
Bella tak menghiraukan ucapan Bara dan segera pergi meninggalkan kedua lelaki itu. Haikal menatap kepergian Bella dengan kesal, padahal niatnya menabrakkan diri pada Bella, kan, untuk membantu gadis itu membawa buku agar mereka bisa berjalan beriringan, tapi kenapa malah jadi begini.
"Apa?" ketus Haikal saat mendapati Bara yang menatapnya tajam. Mungkin karena ia menatap Bella.
"Tau nggak lo ruang guru di mana?"
Haikal tertawa menyepelekan. "Lo ngeremehin gue? Gue udah berpuluh-puluh kali keluar masuk ruang guru untuk ketemu guru BK asal lo tau."
"Dan lo bangga?" tanya Bara mengejek.
Haikal tentu kesal diperlakukan seperti itu sehingga membuatnya kembali berniat melancarkan ide jahilnya.
"Tangan lo ada apa itu?" tanyanya sambil melirik tangan Bara.
Bara mengadahkan tangannya untuk melihat apa benar ada sesuatu di sana. Dengan gerakan cepat Haikal memindahkan buku itu ke tangan Bara.
"Tolong antar ke ruang guru. Sebagai ketua OSIS dan siswa berprestasi lo tau, kan, di mana posisi ruang guru?" Ia melemparkan senyum penuh makna kepada Bara.
"Thanks, Bro," ucapnya sambil menepuk-nepuk pelan lengan Bara.
Bara menatap Haikal yang berlalu meninggalkannya dengan emosi yang tertahan. Ia harus sabar menghadapi lelaki nakal seperti Haikal untuk menjaga imagenya sebagai ketua OSIS.
"Kurang ajar lo, Bel! Bisa-bisanya lo malah nyuruh gue ke ruang guru sendirian." Haikal terus bergumam kesal di sepanjang perjalanan menuju kelasnya. Gagal sudah niatnya untuk berduaan dengan pacarnya itu, padahal kesempatan seperti itu tidak akan datang dua kali.
"Buset, udah kesel aja muka lo pagi-pagi," ejek Jiro.
"Kenapa, sih? Diputusin cewek lo?" tanya Adan.
"Dia mana punya cewek."
"Diem lo pada!" ketus Haikal.
"AAA, HAIKAL!!! SAYANG AKHIRNYA KAMU SEKOLAH LAGI," teriak Inka, gadis yang sudah beberapa hari terakhir mengejar Haikal.
"Suara lo ngalahin toanya Pak Budi kalau ngasih pengumuman, Ka!"
"Apasih? Iri aja!"
"Kenapa, Ka?" tanya Haikal dengan senyum yang sangat dipaksakan. Ia tidak boleh memasang raut kesalnya jika sedang berhadapan dengan gebetan-gebetannya.
"Ih, kok nggak pakai sayang?"
"Iya, Sayang, kenapa?" tanyanya sambil menarik pergelangan tangan Inka untuk duduk di sebelahnya.
"Masa kemarin si Suci anak kelas sebelah pamer foto habis nonton bareng kamu, sih!!"
"Sayang, itu udah lama." Ia mengusap rambut gadis itu dengan lembut.
"Ya, tetap aja aku sakit hati! Pokoknya nanti malam kamu harus nemenin aku nonton!"
Inka terlihat sangat manja saat berada di sisi Haikal. Adan dan Jiro menatap jijik pada gadis itu karena sifatnya tersebut.
Haikal menatap Inka sambil tersenyum. "Iya, Sayang. Nanti kita nonton, oke? Aku jemput kamu jam tujuh. Dandan yang cantik, ya!"
"OKEEEE!!! Maaciwww, Ikal!!!" ucapnya dengan nada manja sambil memeluk Haikal.
Kalau bukan untuk menjaga perasaan Inka, mungkin Adan dan Jiro sudah muntah saat ini juga. Mereka sangat tidak tahan dengan sikap dan nada bicara Inka yang begitu manja dan terkesan dibuat-buat.
"Dih, jijik banget denger nada bicara lo!" ketus Ola, salah satu gadis di kelas Haikal yang memang terkenal dengan kelakuan premannya.
Inka berdiri dan menatap menantang pada Ola. "Kenapa? Lo iri?"
"Hah? Iri? Iri sama modelan lo yang deketin Haikal? Ngedapetin yang lebih dari Haikal aja gue bisa."
"Buktiin ke gue sekarang juga!"
"Di sini? Saat ini? Di depan semua penghuni kelas ini? Sorry, Ka, gue nggak sejalan sama pola pikir cabe-cabean lo itu."
Inka yang tak terima diejek cabe-cabean pun mendekat ke Ola dan segera menjambaknya.
"Anjing," desis Ola. Ia melepaskan tangan Inka dari rambutnya dan segera mengunci pergerakan tangan gadis itu. Saat ia hendak menjambak balik rambut Inka, tangan Haikal malah menahan tangannya agar tidak menjambak rambut gadis itu.
"Apasih lo? Lepas!" Ia menghempaskan tangan Haikal dari pergelangan tangannya.
"Lawan lo bukan dia," tegas Haikal.
"Oh, maksudnya lawan gue adalah lo?"
Pertanyaan menantang dari Ola berhasil membuat emosi Haikal memuncak. Ia mengepalkan kedua tangannya. Sebisa mungkin ia menahan emosinya agar tidak meledak dalam menghadapi gadis di depannya ini.
"Ayo, lo mau kita kelahi di mana?" lanjutnya bertanya.
"Gue nggak ngelawan cewek."
"Tapi gue ngelawan cewek, lo mau apa? Belain Inka?"
Inka menghampiri Haikal dan Ola yang tengah beradu tatap. Ia menangkup kedua pipi Haikal. "Hei, Sayang, tatap mata aku! Pasti kamu lebih tenang kalau tatap mata aku," ucapnya.
Adan dan Jiro saling tatap penuh makna. "Jijik gue, pengen muntah," ujar Jiro. "Sama."
Haikal sepertinya juga jijik akan ucapan Inka barusan, tapi ia berusaha untuk tetap menampilkan senyum terbaiknya sambil menatap mata gadis itu. "Iya, sayang."
"Feel better, kan, kamu?"
Haikal mengangguk sambil mengusap tangan Inka yang berada di pipinya.
Inka beralih menatap Ola. "Heh, sana lo! Cari masalah mulu sama gue. Urusin tuh rokok lo! Cewek kok ngerokok."
"Apa masalahnya sama lo? Emang gue minta uang rokok ke lo? Lo pakai bedak ngedempul aja gue nggak pernah protes."
"Ya, karena lo nggak mampu beli bedak kayak gue."
"Jangankan bedak, saham tuh produk bedak juga kebeli sama gue!"
"Wuihh, Ola emang jagoan gue!" seru salah seorang lelaki di kelas itu.