Bara sepertinya setuju atas saran dari Irma. Buktinya saja saat ini ia sedang menoleh ke arah Bella sambil mengangkat kedua alisnya.
Bella yang tidak mengerti atas maksud Bara lantas bertanya, "Apa?"
"Gue tertarik sama saran dari Irma. Menurut lo gimana?" tanya Bara dengan sadisnya.
Bella menatap Bara dengan geram. Kedua tangannya mengepal. "Ya, jelas gue nggak tertarik sama sekali!" Bella menekankan pada kata 'sama sekali'.
"Dan juga, lo ini seorang ketos dan tergolong siswa berpretasi di sekolah ini, pastinya lo bijaksana, kan? Masa lo harus nanya pendapat gue atas itu, sih? Lo bahkan udah tau jawaban yang akan gue keluarkan. Lo mendadak tolol atau gimana?" tanya Bella dengan berbisik. Ia berusaha sedemikian rupa agar suaranya tak terdengar oleh orang-orang yang ada di ruangan itu. Bisa-bisa ia dicap sebagai murid tidak baik jika berkata kasar seperti itu.
Bara mendekatkan mulutnya ke telinga Bella. "Gue basa-basi. Masa siswi berprestasi nggak ngerti itu?" Bara justru membalikkan ucapan Bella tadi. Hal itu tentu saja membuat Bella kesal bukan main. Namun, sebisa mungkin ia menahan kekesalannya yang udah menumpuk di ubun-ubun. Ia tidak boleh membuat keributan di sini karena ini bukan daerahnya.
Bella lebih memilih diam atas semuanya. Saat ini sepertinya ia hanya bisa pasrah atas apapun hukuman yang akan dijatuhkan Bara kepadanya. Namun, satu hal yang Bara harus ingat, dendam Bella abadi pada Bara.
"Saran lo oke, Irma." Ia kembali menatap Bella. "Bella, bisa penuhi hukuman lo sekarang?"
Bella memutar bola matanya malas. "Bisa gue keluar sekarang?" tanya Bella dengan rasa kesal yang masih tertahan.
Bara menunjuk pintu keluar dengan tangannya. "Silakan." Bella menatap sinis pada Bara dan langsung berjalan keluar dari ruangan itu. "Oh, satu lagi," ujarnya yang membuat Bella terpaksa menghentikan langkahnya.
"Apa?"
"Nanti akan ada pengurus yang memantau lo." Ia berjalan mendekati Bella. "Enjoy your punishment and go out please," bisiknya.
Rasa kesal Bella semakin bertambah karena ucapan Bara barusan. Ia kembali melangkah keluar dari ruangan itu dengan menghentak-hentakkan kakinya.
"Ketos macam apa itu? Menindas orang lain dengan memanfaatkan jabatan. Kalau gitu gue juga bisa," gerutu Bella di sepanjang koridor sekolah.
Ia berjalan terus menuju toilet sekolah untuk memenuhi hukumannya. Langkah pertama yang ia lakukan adalah mengambil pel dan ember berisi air. Kemudian ia mulai mengepel lantai toilet tersebut dengan mengerahkan seluruh kemampuannya.
Ia terus menggerutu kesal di sepanjang kegiatannya. Tidak hanya menggerutu karena Bara, tapi juga karena Haikal.
"Kalau aja tadi malam gue nggak ribut sama Haikal, pasti gue nggak akan curhat ke Lia dan kita nggak akan telat."
Mungkin saat ini Haikal sedang tersedak makanan atau minuman yang dikonsumsinya karena gerutuan Bella.
"Pokoknya semuanya karena Haikal!" Setelah mengucapkan kalimat itu, kegiatannya pun terhenti sebentar. Ia tampak berpikir ulang atas ucapanbya barusan. "Kok semuanya karena Haikal, ya? Karena Bara jugalah! Karena Irmaklampir juga! Kalau bukan karena dia yang nyaranin hukuman ini, gue nggak bakal di sini sekarang," kesalnya dan kembali melanjutkan kegiatannya dengan bibir manyun.
Beberapa menit kemudian, ia selesai membersihkan toilet pertama. Namun, masih ada tujuh toilet lagi yang tersebar di seluruh sekolah ini yang harus ia bersihkan.
"Huft, semangat, Bel!" ucapnya sambil mengangkat kain pel tinggi-tinggi.
Ia mulai membersihkan toilet kedua. Namun, di tengah kegiatannya, orang yang paling tidak ingin ia lihat wajahnya datang menghampirinya. Ia menatap sini pada orang itu.
"Ngapain? Jangan ganggu gue, lagi sibuk!" ketus Bella.
Irma, orang itu adalah Irma. Ia tertawa sinis sambil menatap Bella tak kalah sinis pula. "Sibuk ngapain, tuh?" tanyanya dengan wajah sok polos.
"Use your eyes! Gue sibuk bersihin toilet, bukan ngurusin hidup orang kayak lo!"
Irma sedikit melotot atas ucapan Bella. "Dih? PD gila lo! Gue cuma bantuin Bara ngasih hukuman ke lo, bukan ngurus hidup lo, emang salah?"
"Totally wrong, Sist! Gue aja bingung kenapa lo bisa jadi pengurus OSIS. Padahal, kan, lo itu terkenal sebagai tukang bully, sok berkuasa, sok savage."
Emosi Irma naik karena ucapan Bella barusan. Ja paling tidak suka jika ada orang yang merendahkan dirinya. Namun, pada dasarnya memang tidak ada satu orang pun di dunia ini yang suka jika dirinya direndahkan.
"Apa kata lo?!" bentaknya.
"Kayaknya OSIS harus ngadain medical check up sebelum perekrutan pengurus OSIS. Salah satu tujuannya biar seluruh pengurusnya punya kemampuan pendengaran yang baik," sindir Bella secara halus.
Kini, Irma benar-benar tak bisa menahan emosinya. Ia nendekati Bella dan langsung menjambak rambut gadis itu. "Lo jangan asal ngomong! Pendengaran gue masih berfungsi dengan baik!" hardiknya dengan terus menjambak rambut Bella.
Bella yang tak terima atas perlakuan Irma lantas membalas jembatan itu. "Terus kenapa nanya kalau masih bisa denger?" tanya Bella sambil menjambak Irma.
"Ya, gue cuma ... cuma ... cuma mau ...," ucapnya grogi. Ia bingung dengan jawaban apa yang harus ia berikan untuk membuat Bella skak mat.
"Cuma mau apa? Cuma mau kelihatan savage?" tanya Bella. Ia semakin menguatkan jambakannya ke Irma.
Lagi dan lagi Irma tidak terima atas ucapan Bella. Ia menarik kuat rambut bagian belakang Bella ke bawah sehingga Bella terpaksa mendongakkan kepalanya.
"Irma! Gila lo, ya? Sakit tau!" kesal Bella.
"Stop!" seru Bara yang baru saja datang ke toilet itu. Ia langsung melewati perkelahian antara Bella dan Irma. "Kalian pada kenapa? Ngerasa hebat jambak-jambakan begitu?" tanya Bara saat sudah berhasil melerai mereka.
"Lo tanya aja sama pengurus kesayangan lo ini! Dia yang mulai jambak duluan."
Bara menatap tajam Irma. "Bener?" tanya Bara yang tak dapat respon apapun dari Irma.
"Woi! Ketos lo nanya, tuh. Nggak bisa jawab, kah, lo?" tanya Bella sembari menjentikkan harinya di depan Irma.
"Diam, Bella!"
"Ck! Iya-iya!"
"Irma, lo gue suruh untuk memantau anak ini kerja, bukan malah nyari ribut sama dia," ucap Bara.
Saat ini, Bella senang bukan main di dalam hati karena Irma yang sedang terkena masalah.
"Lo bisa pastiin dari mana bahwa gue yang nyari ribut? Apa nggak kebalik itu?" tanya Irma sinis.
"Of course no, Babe! Gue nggak akan mulai kalau bukan lo duluan yang mulai! tegas Bella.
"Bar, lo harus percaya sama gue! Bukan gue, Bar," ucap Irma sembari memelas. Sementara Bella, ia menatap jijik atas kegiatan Bara dan Irma di depannya.
"Gue bingung harus percaya yang mana. Jadi mending lo ikut ngepel aja sama Bella," ucap Bara pada Irma.
Bella tertawa terbahak-bahak atas hal itu. Yang memberi saran hukuman siapa, yang kena malah siapa.
"Makanya jangan sok-sokan! Senjata makan tuan, kan, jadinya," efek Bella.
"Bella!" tegur Bara.