"Kenapa ngelihatin gue semua deh, Li?" tanya Bella pada Lia. Saat ini mereka sedang berjalan di kroidor sekolah dan semua murid menatap tak suka ke arah mereka, lebih tepatnya ke arah Bella.
"Tatapan lo pada kenapa, hah?" tanya Lia setengah berteriak pada murid di koridor.
Sebuah suara dari arah belakang mereka, membuat atensi semua orang terfokus pada sumber suara itu. "Ini tatapan yang pantas untuk cewek murahan."
Bella dan Lia saling menatap. "Maksud lo apa?" tanya Lia menantang.
Gita—salah satu siswi sekolah yang sejak awal masuk menaruh rasa tidak suka pada Bella melirik sinis pada mereka. "Hai, jalangnya Vano," sapanya pada Bella.
Dari satu kalimat itu saja, Bella sudah bisa memahami kenapa orang-orang menatapnya seperti itu. Ia menarik Lia dari kerumunan itu karena Bella tau Lia sudah tersulut emosi. Ia tidak ingin terjadi keributan di sini.
"Bel, setidaknya jambak, lah!"
"Udah biasa juga, kan, dia begitu? Lagipun itu fitnah."
Saat sampai di depan kelas, mereka berhenti di depan mading. Terdapat seorang siswa berpenampilan culun yang tengah melepaskan foto-foto Bella dan Vano di gudang sepi kemarin. "Bentar," ucap Bella dan mengambil selembar foto dari genggaman siswa itu. Ia meremas foto itu untuk melampiaskan emosinya. "Udah, lo masuk aja, biar gue yang urus ini."
"Pasti pelakunya Gita." Bella mengangkat kedua bahunya menanggapi ucapan Lia.
***
"Gue bener-bener nggak habis pikir sama Vano, bisa-bisanya dia ngelakuin itu ke Bella,"ujar Jiro.
"Nggak sehat otak tuh bocah! Di antara kita berempat, tampang dia paling polos. Tapi nyatanya, dia udah segila itu," sahut Adan.
"Kal, kenapa lo bisa nolong Bella kemarin? Emang lo kenal sama dia?" tanya Jiro.
Haikal yang saat ini sedang menyadarkan kepalanya di bahu seorang gadis pun mengangkat kepalanya. "Emang nolong orang harus kenal dulu?" tanyanya dan kembali pada posisinya tadi. Gadis itu langsung mengelus rambut Haikal saat kepala Haikal mendarat di bahunya.
Adan tertawa kecil. "Paling mau jadi mangsa selanjutnya. Lo kayak nggak tau temen lo aja."
"Sayang, nanti malam temenin aku nonton, ya?" tanya gadis tadi pada Haikal. Haikal menangkup pipi gadis itu. "Maaf, ya, nanti malam aku udah ada janji sama Ani."
"Yah, terus sama akunya kapan?"
"Ntar kita atur ya, Sayang?"
"Percuma sayang-sayangan kalau nggak jadian," ejek Jiro.
***
Saat ini kantin sangat ramai sekali. Hal ini biasa terjadi saat jam istirahat. Bella dan Lia termasuk orang yang memenuhi kantin saat ini.
"Duduk di sana aja, Bel," tunjuk Lia menggunakan dagunya sembari membawa napan berisi makanan dan minuman. "Ayo," balas Bella.
Tempat yang mereka tempati bersebelahan dengan tempat Haikal dan teman-temannya beserta seorang gadis yang sudah dapat dipastikan merupakan gebetan Haikal.
"Buka mulutnya sini," ucap Haikal yang akan menyuapi makanan pada gadis di sebelahnya. Haikal seolah tak peduli jika di sebelah mejanya terdapat Bella yang menyaksikan kejadian itu.
"Udah, Bel, jangan dilihatin! Gue yang pusing lihat lo makan hati mulu."
Di antara seluruh warga sekolah, memang hanya Lia yang tau bahwa Bella dan Haikal sudah sahabatan dari kecil . Itu karena Bella yang memberitahunya.Hal itu sempa membuat Haikal marah pada Bella karena memberi tahu orang lain mengenai hubungan mereka. Padahal Haikal tidak pernah memberitahu siapapun, bahkan teman-temannya.
"Li, nanti temenin gue, ya," ujar Bella di sela kegiatan makannya.
Haikal dapat mendengar samar percakapan antara Bella dan Lia. Ia menajamkan pendengarannya agar dapat mendengar lebih jelas percakapan mereka selanjutnya.
"Temenin kemana?"
"Rumah sakit."
Haikal menaikkan sebelah alisnya. Ada urusan apa Bella di rumah sakit, pikirnya.
"Lo sakit?"
"Bukan, gue mau jenguk."
"Jenguk siapa dia?" gumam Haikal tanpa sadar.
"Kenapa, Kal?" tanya Adan.
"Eh, nggak, nggak ada," jawab Haikal dengan gelagat panik.
"Kenapa, By? Kamu pasti banyak pikiran, nih," ujar gadis di sebelah Haikal sambil bergelayut manja di lengan Haikal.
Haikal tersenyum dan mengusap pucuk kepala gadis itu. "Aku nggak apa-apa."
"GUYS, LIHAT KE SINI, ADA JALANG LAGI MAKAN BAKSO," teriak Gita yang datang bersama antek-anteknya. Kini semua tatapan tertuju ke Bella, tak terkecuali Haikal.
"Kalau gue jadi lo, bakal malu banget, sih. Mungkin gue udah pindah sekolah kali, ya," sindir salah satu teman Gita.
"Emang ada sekolah yang mau nerima jalang? Ups!" balas Gita.
Bella berdiri, ia mengambil posisi berhadapan dengan Gita. Bella menatap Gita dari atas hingga bawah. "Gue mau lihat videonya," pintanya to the point.
Gita sedikit takut melihat tatapan tajam dari Bella. "Video apa?"
"Video gue jadi jalangnya Vano." Semua orang menatap tak menyangka pada Bella. Mereka tak habis pikir atas permintaan Bella. "Oh, iya, kalau bisa kirim video itu ke instagram sekolah, biar semua orang bisa lihat."
Haikal terus menatap tajam pada Bella. Bisa-bisanya gadis itu berbicara seperti itu. Haikal takut jika nanti Gita akan mengedit video seolah Bella dan Vano memang melakukannya.
"Ada nggak?" tanya Bella. Gita hanya diam saja sedari tadi. "Woi, gue nanya!" desaknya.
"See? Tukang fitnah selamanya bakal jadi tukang fitnah," ucap Bella pada seluruh isi kantin.
Bella menatap pada Haikal yang masih memberikan tatapan yang sama. Haikal memberi kode agar Bella segera pergi dari kantin. Ia tidak ingin situasi ini menjadi semakin rumit.
Bella menarik tangan Lia dan pergi meninggalkan kantin. "Hebat, Bel! Itu baru temen gue," ucap Lia dengan bangga.
***
"Udah, Li, tinggal berangkat, nih," ujar Bella yang baru selesai bersiap-siap untuk ke rumah sakit. Tadi saat pulang sekolah Lia ikut ke rumah Bella.
Saat mereka membuka pintu, sudah tampak sosok Haikal yang sepertinya juga baru datang. "Kal? Ngapain di sini?"
"Ke rumah sakit mau jenguk siapa?" tanya Haikal to the point.
Bella dan Lia saling tatap. "Rumah sakit? Jenguk? Lo bicara apa, Kal?"
Haikal tersenyum miring atas pertanyaan Bella. Bisa-bisanya gadis itu mengelak. "Mau jenguk siapa?"
"Siapa, Kal? Gue juga nggak tau. Lo aneh, masa tiba-tiba nanya begini."
"Gue nggak bodoh kayak lo, sampai-sampai hampir dilecehin."
Bella menghembuskan napas lelah. "Kal, itu bukan hal sembarangan yang bisa lo jadiin ejekan."
"Kenyataannya begitu, kan?"
"Kalau disuruh milih, gue juga nggak mau ada di saat itu. Cewek mana yang dengan sukarela mau dilecehin? Nggak ada, Kal! Bahkan cewek bodoh seperti gue sekalipun."
Lia mengelus punggung Bella untuk menyalurkan ketenangan pada gadis itu.
"Kal, udah," ujar Lia.
"Ini urusan gue sama Bella, jangan ikut campur!" tegas Haikal.
"Jangan marahin Lia!"