"Kak, dimana rumah Kakak?"
Tanyaku pada Kak Santi yang saat ini masih duduk di jok motorku dan memboncengku dengan nyaman. Aku saat ini berada di depan sebuah gang perkampungan di belakang area apartemen aku.
"Masuk gang itu terus lurus, lalu belok kiri dan kalau ada pertigaan kita belok kanan dan maju sedikit. Nah diujung jalan itu rumah Kakak."
Ucap Kak Santi menjawab pertanyaanku. Terus terang aku bingung dan sudah lupa apa yang baru saja dikatakan oleh Kak Santi.
"Kak, aku ini agak lemot. Jadi sebaiknya Kakak pandu aku langsung saja nanti, yang penting sekarang aku masuk gang dulu deh."
Aku segera menyalakan lagi mesin motorku dan aku segera memasuki gang menuju rumah Kak Santi. Setelah aku mengikuti apa yang dikatakan Kak Santi, akhirnya kami sampai di sebuah rumah yang sangat kecil tetapi bersih dan rapi. Di halaman rumah mungil itu ada taman kecil dengan berbagai bunga dan tumbuhan yang terawat dengan baik. Aku segera mempersilahkan Kak Santi untuk turun setelah aku mematikan mesin motorku lagi.
"Terima kasih banyak, Luna. Silahkan masuk dulu!"
Pinta Kak Santi yang langsung aku tolak karena aku belum sholat dhuhur. Aku segera menyerahkan makanan yang aku letakkan di bagasi motorku tadi sementara Kak Santi membawa sebagian lagi.
"Maafkan aku Kak, bukannya aku menolak, tetapi aku belum sholat dhuhur. Aku sebaiknya langsung pulang sekarang."
Aku menyerahkan bungkusan makanan itu dan akan segera menyalakan kembali mesin motorku saat Kak Santi menarik tanganku.
"Luna, sepertinya kamu tidak boleh sholat."
Aku mengerutkan keningku saat aku mendengar apa yang dikatakan oleh Kak Santi. Mana mungkin aku tidak boleh sholat, itu adalah kewajibanku sebagai seorang muslimah.
"Kak, maksud Kak Santi apa ya? Kenapa aku tidak boleh sholat? Aku bisa datang lain waktu di saat aku ada waktu senggang. Jadi aku harus segera pulang sekarang."
Aku akan melepaskan tangan Kak Santi yang memegang erat pergelangan tanganku, tetapi dia tidak melepaskannya dan dia mendekatkan bibirnya ke telingaku.
"Luna, kamu tidak sadar kalau pakaianmu ternoda?"
Tanya Kak Santi membuat aku semakin bingung dengan sikapnya. Aku benar-benar tidak mudeng dengan apa yang saat ini Kak Santi maksudkan.
"Maksud Kakak apa sih?"
Tanyaku sekali lagi dan Kak Santi menarik tanganku lalu mengajakku memasuki rumahnya. Setelah kami berada di dalam rumah, Kak Santi menarik bagian bawah gamisku dan aku segera membelalakkan mata saat aku melihat ada noda darah yang menempel di pakaian yang aku kenakan sekarang. Aku sebelum berangkat mengantar Kak Santi tadi memang sempat berganti pakaian dengan warna yang lebih cerah karena cuaca diluar sangat terik, sementara saat itu aku mengenakan gamis hitam yang menurutku akan menaikan suhu tubuhku saat aku kenakan dibawah sinar matahari.
"Kamu datang bulan tetapi tidak sadar. Apa tamu kamu tidak rutin datang di tanggal yang sama setiap bulannya?"
Aku menggelengkan kepalaku. Aku memang tidak selalu rutin di tanggal yang sama saat datang bulan, tetapi biasanya tidak maju secepat ini. Seharusnya minggu depan baru tamuku datang.
"Tidak rutin sih Kak, tapi juga tidak secepat ini, seharusnya. Mungkin semua ini terjadi karena aku terlalu lelah dan stres mengurus kepindahanku sehingga tamu bulananku datang lebih awal. Bagaimana ini? Apakah Kakak punya pembalut? Aku mau meminjam pakaian Kakak kalau boleh, besok aku kembalikan saat Kakak datang lagi ke apartemenku, bolehkah?"
Tanyaku pada Kak Santi yang tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu bawel sekali, Luna. Aku mengajakmu masuk memang mau memintamu berganti pakaian dulu sebelum kamu pulang. Aku tidak mau kamu menjadi pusat perhatian orang banyak saat kamu kembali ke apartemenmu nanti. Yakali mereka akan melihat bendera Jepang menempel di pakaianmu ini."
Kak Santi tersenyum dan dia segera menunjukkan kamar mandi dan memintaku masuk terlebih dahulu untuk membersihkan diri sementara dia mengambilkan pembalut dan pakaian bersih yang akan dipinjamkan kepadaku.
"Tok ... "
"Tok ... "
"Tok ... "
"Luna, ini pakaian dan pembalut untukmu."
Kak Santi mengetuk pintu kamar mandi dan aku segera membukakan dan menerima pakaian dan pembalut yang diberikan oleh kak Santi.
"Ini, tetapi maaf kalau pakaianku ini sangat sederhana. Untung saja aku memiliki celana dalam yang masih baru aku beli dan belum aku unboxing."
Tawa Kak Santi sambil meninggalkan aku setelah menyerahkan pakaian dan pembalut. Aku juga segera berganti pakaian dan segera keluar setelah selesai. Aku akan langsung berpamitan saat Kak Santi memintaku menunggu sebentar karena dia sedang mengganti tempat makan dari apartemenku tadi.
"Tunggu sebentar, Luna. Aku akan membersihkan alat makanmu dulu karena aku tahu kamu belum memiliki banyak perabot. Lagipula seharusnya kamu tidak perlu memberikan makananmu untukku."
Aku tersenyum saat mendengar apa yang Kak Santi katakan. Aku menunggu di ruang tamu sambil memilhat sekeliling ruangan itu. kak Santi memang sangat rapi dan bersih, meski rumah ini kecil, tetapi aku merasa sangat nyaman saat berada di dalamnya.
"Buuggghhh ... "
"Aakkhhh ... Sakiitttt ... "
Aku sangat terkejut saat tiba-tiba ada orang yang melempar sesuatu ke wajahku. Aku seketika pusing karena pelipis dan mataku terkena benda yang tiba-tiba mendarat disana. Saat aku membuka mataku yang spontan terpejam saat terkena lemparan itu, aku langsung emosi melihat benda yang mengenai mata dan pelipisku adalah sebuah sepatu. Kak Santi juga langsung menghampiriku karena aku tadi sempat berteriak sementara orang yang melempar sepatu itu juga sepertinya sangat syok karena mungkin dia salah sasaran.
"Yudha! Kamu sangat keterlaluan, tidak punya sopan santun sama tamu. Apa kamu tahu kalau dia itu orang yang memberiku pekerjaan?"
Kak Santi terlihat sangat marah kepada lelaki yang kemudian aku ketahui bernama Yudha. Daaannnn ... Ternyata si Yudha itu adalah lelaki yang sama yang menabrakku saat di parkiran mall kemarin lusa. Pemuda tak punya sopan santun yang memaki-maki aku padahal dia yang bersalah saat itu.
"Kamu!!!"
Aku sangat terkejut begitu juga dengan dia, tetapi kemudian aku merasa kalau penglihatanku kabur dan aku tak sadarkan diri. Lemparan sepatu itu benar-benar membuat aku kehilangan kesadaranku seketika karena Yudha melempar sepatu itu sekuat tenaga. Saat aku siuman, aku sudah berbaring di sebuah kamar yang sangat sederhana tetapi rapi dan bersih, aku menduga ini adalah kamar Kak Santi.
"Luna, maafkan kelakuan adikku yang sangat keterlaluan ya! Aku sudah mengusirnya dan aku akan menghukumnya dengan tidak memberi uang untuknya. Aku benar-benar minta maaf atas nama adikku, karenanya mata dan pelipismu jadi bengkak dan lebam."
Ucap Kak Santi penuh penyesalan. Aku sendiri sangat terkejut karena lelaki kurang ajar yang bernama Yudha itu ternyata adik kandung Kak Santi.
"Dia saudaramu?"
Tanyaku pada Kak Santi yang langsung menganggukkan kepalanya. Aku tidak tahu harus menangis atau tertawa saat mengetahui kalau mereka bersaudara. Yang satu sangat baik dan yang satu kebalikannya, sangat brutal dan kurang ajar!