Chereads / BIDADARI BERCADAR / Chapter 8 - Tidak Tahu Malu

Chapter 8 - Tidak Tahu Malu

Aku menatap wajah kesal Yudha setelah mendengar apa yang aku katakan. Aku menahan senyum saat melihat ekspresinya. Ada kepuasan tersendiri saat melihatnya kesal. Lelaki ini adalah lelaki pertama yang sudah melihat auratku, sedangkan Kakak-kakakku pun tidak pernah melihatnya kecuali Jiejie Meimei yang sama-sama perempuan.

"Wah sekate-kate kamu kalau ngomong. Kalau aku memang mau nyelakain kamu, udah aku buang saat kamu pingsan tadi. Meskipun aku urakan, tetapi aku tidak bejat. Aku masih tau etika dan juga berkelakuan baik saat menghadapi perempuan. Apalagi kamu bos Kakakku. Ya meski kamu orangnya ngeselin banget."

Yudha menatapku sambil menyesap teh yang tadi dibuatnya. Aku hanya bisa memutar bola mataku saat mendengar apa yang baru saja dikatakannya.

"Ya kamu kan nggak suka sama aku. Pertama kenal aja kita udah berantem kan? Apalagi tadi kamu melukai pelipisku dengan sepatu jelekmu itu!"

Aku masih sangat kesal saat teringat tadi siang. Aku belum pernah mendapatkan perlakuan seperti itu. Saat ini aku melihat Yudha menundukkan kepalanya. Beberapa saat kemudian dia menatapku penuh penyesalan.

"Maafkan aku Luna, aku benar-benar tidak sengaja melukaimu. Aku juga tidak pernah berniat melempar sepatu pada Kakakku, aku benar-benar khilaf. Aku sedang banyak masalah."

Yudha terlihat sangat menyesal dan aku yakin saat ini dia nggak lagi akting atau berbohong. Aku adalah sarjana psikologi jadi aku tahu bagaimana kepribadian seseorang. Aku juga tahu apakah dia berbohong atau tidak. Feeling aku selalu kuat saat menilai seseorang.

"Yudha, kamu punya masalah apa? Kamu nggak mau cerita sama aku? Meski kita baru kenal, tapi kamu boleh cerita sama aku, siapa tahu aku bisa bantu. Lagian juga lebih baik kita jadi teman daripada berantem terus."

Aku melihat Yudha menatapku sambil mengerutkan keningnya. Dia kemudian tertawa.

"Luna, aku nggak mau cerita apapun sama kamu. Lagian kita sama sekali nggak kenal, kamu pasti bakal ngetawain aku."

Aku lagi-lagi kesal terhadap Yudha, dia benar-benar menyebalkan. Aku segera beranjak dari tempat dudukku dan menuju ke pintu.

"Yudha, udah malem! Kamu sebaiknya pulang. Lagian kamu kurang ajar! Kamu udah melepaskan jilbab aku tanpa ijin, kamu juga menyentuhku dan melihat wajahku. Kali ini aku memaafkan kamu karena keadaan darurat, tapi lain kali anggap saja kita nggak saling kenal."

Aku mengusir Yudha, tetapi dia masih belum beranjak dari tempat duduknya. Beberapa saat kemudian, dia malah mengambil cangkir bekas kami minum dan membawanya ke dapur. Aku mendengar suara kran air wastafel menyala dan aku menduga dia saat ini sedang mencuci gelas-gelas itu.

Aku merasa seperti orang bego saat ini, aku dikacangin! Aku ngerasa nggak terima, aku kemudian menghampiri Yudha yang bertingkah seolah apartemenku seperti rumahnya sendiri, tidak tahu malu!

"Yudha! Kamu denger nggak sih aku ngomong apa? Kamu tuli ya?" tanyaku

Yudha masih santai seperti tidak mendengar apapun. Dia kemudian membersihkan dapurku dan dia membersihkan tangannya. Dia tidak menganggapku sama sekali dan berjalan melewatiku yang ada di depannya. Aku lihat Yudha kemudian menuju kembali ke ruang tamu dan mengambil jaketnya. Dia kemudian mengambil sesuatu di saku jaketnya dan memberikannya kepadaku.

"Ini kunci motormu! Aku sudah mengembalikannya ke garasi dan sekarang aku mau pulang karena tugasku sudah selesai. Lain kali jaga diri baik-baik cewek bawel! Inget, kamu disini sendirian dan kamu cewek, bawel lagi. Apa aku boleh jadi bodyguardmu?"

Yudha tersenyum kepadaku setelah mengatakan hal itu. Baru saja aku mau menjawab ;Nggak butuh!' dia udah keluar sambil mengatakan hal yang membuatku semakin kesal.

"Aku bercanda kok, jangan diambil hati. Lagian aku nggak mau kerja sama cewek galak kayak kamu!"

ucapnya sambil meninggalkan aku yang masih bengong menatap punggungnya yang berjalan meninggalkan aku.

"Dasar cowok gak jelas!" umpatku kesal.

Aku segera menutup pintu dan menguncinya. Aku kemudian melepaskan jilbab dan cadarku, aku segera mengambil ponselku dan menyalakannya karena tadi sengaja aku matikan. Dan tentu saja banyak sekali panggilan tak terjawab dari Koko Shuo, Koko Ziyi dan Jiejie Meimei. Aku juga melihat spam chat dari ketiga kakakku yang sangat aku sayangi itu.

Benar saja, saat melihat ponselku online, tak menunggu waktu lama, dalam hitungan detik Koko Shuo langsung meneleponku.

"Luna, nǐ qù nǎ'erle? Nǐ méiyǒu dǎkāi nǐ de shǒujī, nǐ ràng wǒmen dōu dānxīn!"

[Luna, kamu kemana saja sih? Kamu tidak menyalakan ponselmu dan kamu membuat kami semua khawatir!]

Koko Shuo sudah pasti memarahiku. Aku sadar aku sudah salah dan membuat mereka semua khawatir.

"Duìbùqǐ, wǒ jīntiān hěn máng. Wǒ gāng shuì xǐng. Wǒ gāng láidéjí dǎkāi shǒujī, zhèng yào gěi gege dǎ diànhuà."

[Maafkan aku, aku sedang sibuk sekali hari ini. Aku baru saja bangun tidur. Aku baru sempat menyalakan ponsel dan akan menghubungi Kakak.]

Aku melakukan pembelaan diri, jurus yang selalu aku pakai untuk menghindari kemarahan Kakak-kakakku itu. Aku tahu mereka sangat menyayangiku, tetapi aku bukan anak kecil yang harus selalu diawasi. Aku juga membutuhkan ruang untukku mencari jati diri, aku akan memulai kehidupan baru di tempat yang baru, meski aku tetap tergantung dengan mereka karena aku bekerja di perusahaan keluarga.

"Qīn'ài de nǐ hǎo ma? Nǐ hái hǎo ma?"

[Bagaimana kabarmu, Sayang? Apakah kamu baik-baik saja?] tanya Koko Shuo.

Aku tersenyum dan menggelengkan kepala. Sebenarnya tadi Koko mengajak vicall, tetapi aku tolak karena wajahku lebam akibat lemparan sepatu Yudha tadi. Pelipisku membengkak dan mataku juga bengkak. Kalau Koko tahu aku terluka apalagi terkena lemparan sepatu, sudah pasti dia akan membuat Yudha masuk rumah sakit selama berbulan-bulan.

"Wǒ hěn hǎo, Gege. Màn man lái!"

[Aku baik-baik saja, Kak. Tenang saja!]

Aku selalu bisa membuat Koko Shuo dan yang lain kembali tenang. Aku dan Koko kemudian berbicara banyak hal sampai hampir tengah malam. Aku kemudian berpamitan untuk kembali tidur karena tubuhku masih agak demam. Kami segera memutuskan sambungan telepon dan aku segera tidur. Besok aku sudah mulai masuk kantor. Aku akan melakukan rapat dengan para pegawai untuk perkenalan dan memberitahukan kalau mulai besok aku akan bergabung bersama mereka. Aku berharap bisa bekerja dengan baik dan tidak membuat Papa dan Mama kecewa.

Aku juga akan menghubungi Mamaku, wanita hebat yang selama ini selalu berbicara hanya melalui telepon dan kami sama sekali belum pernah bertemu. Aku akan membuatnya bangga dan merasa beruntung memiliki aku yang begitu dicintainya.