"Saya umumkan, kedatangan Putri Pertama Kerajaan Wuelstand, Yang Mulia, Adele Theudifara Aureo!"
Alunan musik terompet dan drum yang meriah mengiringi kedatangannya. Banyak orang yang telah menanti-nanti saat ini. Ia disambut dengan tepuk tangan dan sorakan yang sangat meriah oleh para rakyat, Parlemian, dan juga Keluarga Kerajaan Wuelstand yang lainnya.
Sang Putri menampakkan dirinya di hadapan para rakyat. Alunan musik yang sangat meriah mengiringi kedatangannya berhenti. Sebuah suasana hening seketika tercipta. Semua mata tertuju padanya, bintang pada pagi hari ini--Yang Mulia Putri Pertama Kerajaan Wuelstand, Adele Theudifara Aureo. Parasnya cantik dan mukanya dingin. Ia mengenakan sebuah gaun putih yang berkilau saat terkena sinar matahari. Kulitnya mulus, serta seputih salju. Rambutnya yang putih menjuntai dari kepalanya hingga dadanya. Dengan matanya yang sebiru laut, ia menatap rakyat-rakyat yang berkumpul di plaza Königsburg. Ia mengambil nafas yang dalam, dan kemudian--
"LANG LEBE DER KÖNIG! RUHM FÜR DAS VATERLAND!"
Sorakan sang Putri bergema keras di dalam area Königsburg. Tidak lama, sorakan tersebut dibalas oleh rakyat-rakyat yang antusias. Mereka dengan kerasnya menyoraki slogan Kerajaan Wuelstand yang sangat terkenal, mengharapkan panjang umur kepada Sang Raja Wuelstand, serta kejayaan abadi bagi Kerajaan-Nya.
"LANG LEBE DER KÖNIG! RUHM FÜR DAS VATERLAND!"
***
"Menurutmu, bagaimana pidatoku barusan?"
"Sempurna, Yang Mulia," jawab Ermenfleda. "Saya yakin bahkan Pangeran Bowden yang itu tidak bisa melakukannya."
"Tentu saja. Tidak mungkin pengecut itu bisa melakukannya. Pantas saja dia kurang digandrungi rakyat."
Dengan senyuman sinis, sang Putri meremehkan kakak tirinya. Tingkah sang Putri yang arogan ini memang sudah menjadi rahasia umum di antara kalangan atas Kerajaan Wuelstand. Ia sering merendahkan orang yang tidak sejalan dengannya, bahkan sampai memaki-makinya di belakang.
"Oiya, Fleda. Hari ini ada agenda apa saja?"
"Tidak ada yang spesial, selain bertemu dengan Perdana Menteri Aetius, Yang Mulia."
Ermenfleda, sekretaris abadi sang Putri, adalah sosok yang selalu berjalan di sampingnya. Tak peduli apapun keputusannya, dia selalu mengikutinya tanpa keraguan sedikitpun.
"Sial. Aku benci orang itu. Memangnya ada perlu apa dia?"
"Perdana Menteri Aetius ingin mengucapkan selamat kepada Anda karena sudah diangkat menjadi Putri pertama secara resmi."
"Dasar. Ini semua terjadi karena ulah si rubah tua itu. Buat apa dia perlu mengucapkan selamat padaku?"
"Setidaknya, sempatkan waktu Anda untuk menemuinya, meskipun saya tahu Anda membenci beliau. Rasanya tidak etis jika Anda menolak tawaran langsung dari Perdana menteri."
Jika diibaratkan seorang kesatria dan pedang, maka sang Raja adalah kesatria yang mengayunkan pedangnya sesuai keinginannya. Sedangkan sang Perdana Menteri adalah pedang yang dipegang Kesatria tersebut--siap menebas siapapun yang berani menentang sang Raja. Bisa dikatakan, penyebab Adele yang tadinya jelata, dapat menjadi Putri sebuah Kerajaan tidak lain adalah karena ulah si rubah licik Perdana Menteri.
"Baiklah. Setidaknya aku mesti tetap berlaku selayaknya Putri. Bisakah aku langsung menemuinya sehabis ini?"
"Baik, Yang Mulia. Akan saya beritahu kepada sekretaris Perdana Menteri sekarang juga. Yang Mulia silakan beristirahat saja dahulu di ruangan Anda."
***
"Jadi? Bagaimana rasanya menjadi seorang Putri Kerajaan?"
"Tidak buruk, kurasa."
Orang yang sedang berada di hadapan sang Putri tidak lain adalah Perdana Menteri Kerajaan Wuelstand, Aetius Grimwald Aureo. Penampilannya mudah dibedakan dari anggota Parlemian lainnya. Ia menggunakan toga berwarna hijau, selayaknya seorang aristokrat elf, dan juga mahkota daun berwarna hijau di kepalanya. Itu adalah tanda jika Aetius telah terpilih menjadi Perdana Menteri Kerajaan Wuelstand secara sah. Meskipun belum begitu berumur, Aetius sudah berambut putih.
"Sekali lagi, saya ucapkan selamat kepada Yang Mulia yang sudah diangkat secara resmi menjadi Putri Pertama. Saya sudah menyiapkan sebuah hadiah untuk Anda. Silakan diambil."
Dari belakang Aetius, seorang pelayannya maju ke arah Ermenfleda yang berdiri di belakang sang Putri, membawa sebuah kotak hitam yang berukuran cukup besar. Pelayan tersebut menawari kotak hitam itu kepada Ermenfleda, yang kemudian diambil olehnya sebelum akhirnya keduanya mundur kembali.
"Terima kasih. Akan kuterima hadiah itu dengan baik."
"Haha, sama-sama." Aetius tertawa kecil.
Pada awalnya, pembicaraan ini hanyalah sebuah pembicaraan biasa di antara seorang Putri Kerajaan dengan Perdana menterinya. Namun, sesaat kemudian pembicaraan ini sudah tidak bisa disebut biasa lagi.
"Oke, kita sudahi basa-basinya. Aku tidak yakin jika kamu, orang yang disebut-sebut sebagai menteri serigala, tidak memiliki maksud terselubung ketika menemuiku. Apa yang kamu inginkan kali ini?"
"Yang Mulia cepat mengertinya. Karena itulah saya sangat menyukai Anda."
"Maaf. Aku tidak menerima lamaran dari seorang elf yang sudah tua bangka."
"Hahahaha! Sayang sekali! Mungkin jika saya lima puluh tahun lebih muda, saya benar-benar akan melamar Anda!" gelak Aetius, sembari menutup kedua matanya dengan tangan kanannya.
"Meskipun kamu lima puluh tahun lebih muda, tetap saja aku tidak akan menerima lamaran dari seseorang yang bermuka dua."
"Sudahi dahulu bercandanya, Yang Mulia." Aetius merapatkan kedua tangannya.
"Saya punya kabar penting untuk Anda, yang baru saja diangkat menjadi Putri Pertama Kerajaan Wuelstand."
"... Apa itu?"
Sang Putri segera tertarik dengan apa yang ingin disampaikan Aetius. Biasanya, Aetius hanya memberikan sang Putri informasi-informasi vital untuk membantu karir politiknya.
"Saya mendapat informasi jika tentara Kekaisaran Aragon sedang bersiap-siap untuk memulai kembali ekspedisi mereka ke wilayah Wuelstand."
"Menarik. Siapa pemimpin mereka?"
"Pemimpin mereka hanyalah setingkat Count. Kalau tidak salah, Count Trient."
"... Tunggu dulu. Rasanya ini agak aneh."
"Seingatku Menteri Pertahanan Aragon saat ini tidak begitu menyukai peperangan langsung. Apakah pergerakan tentara yang kamu bilang itu hanya inisiatif dari Count Trient dan beberapa Count lain?"
"Kami juga menduganya seperti itu. Jumlah mereka pun tidak terlalu banyak, hanya berjumlah sekitar tiga ribu personil. Jika tentara itu dipimpin oleh seorang Duke, atau bahkan oleh sang Kaisar secara langsung, jumlahnya pasti akan jauh berada di atas itu."
"Antek-antek Aragon sialan. Kegigihan mereka seperti kecoa di selatan. Meskipun lima tahun lalu Kerajaan Wuelstand dan Kekaisaran Aragon sedang memasuki masa détente, mereka justru datang dengan sendirinya, merusak perjanjian-perjanjian yang ada. Sepertinya memang benar rumor jika manusia-manusia Aragon sangat mencintai peperangan. Jadi, apa yang harus kulakukan? Jangan-jangan, kamu akan menyuruhku untuk menyambut mereka?"
"Ya, tepat sekali, Yang Mulia." Aetius tersenyum licik.
Sang putri hanya terdiam. Ia memelototi Perdana Menteri yang tersenyum lebar seakan-akan tak berdosa. Nampaknya sang Putri sudah menduga hal ini sedari awal.
"Tenang saja. Jika itu Yang Mulia, saya yakin tiga ribu tentara itu tidak akan jadi masalah. Kalau perlu, akan saya pinjamkan juga seribu tentara milik saya."
Sang Putri mengeluarkan nafas yang dalam, lalu berkata, "ini gila. Semisal aku menolak, apa yang akan terjadi? Mengapa tidak kamu saja yang memimpin pasukan?"
"Kalau begitu, sayang sekali, faksi aristokrasi akan mendapat saingan baru. Dan juga, perjanjian kita yang sebelumnya dianggap batal."
"... Kamu serius? Sejak kapan aku harus mematuhi segala omong kosong dari mulut tua bangka yang berada di hadapanku ini?"
"Huuk!"
Ekspresi sang Putri saat ini bahkan melebihi kata menyeramkan. Ia memandang dingin Aetius dengan mata birunya. Dalam hitungan detik, suhu ruangan yang ditempati sang Putri dengan Aetius menurun tajam, menjadikannya lebih dingin berkali lipat dibanding daerah kutub di utara. Bunga-bunga es terbentuk di segala sudut ruangan seiring menurunnya suhu. Law es adalah salah satu kekuatan andalan sang Putri. Ia dapat mengubah suhu udara yang ada di sekitarnya jauh di bawah nol derajat semudah ia bernafas. Bahkan Aetius pun tidak bisa berkutik sedikit pun di hadapan law es sang Putri.
"--Baiklah. Aku akan melakukannya." Setelah beberapa kali mengecih dan mengeluarkan nafas yang dalam, sang Putri akhirnya menyetujui tawaran aneh Perdana Menteri dengan nada terpaksa.
Setelah suasana hati sang Putri membaik, suhu di dalam ruangan terus naik hingga kembali seperti semula. Aetius yang hampir mati membeku kini dapat berbicara lagi.
"... Pilihan yang bijak, Yang Mulia. Jika Anda berhasil, reputasi Anda sebagai Putri Pertama tentu akan bertambah. Kemungkinan besar, Anda juga akan dianugerahi penghargaan oleh Raja secara langsung."
"Rasanya Kesatria Kerajaan pribadi Yang Mulia tidak akan cukup untuk melawan tiga ribu tentara kekaisaran. Apakah Anda memerlukan bantuan dari tentara saya?"
"Tidak perlu. Aku dan Ermenfleda saja sudah cukup."
Dengan ekspresi serius, sang Putri tersenyum lebar dan menegaskan jika dirinya dan Ermenfleda sudah cukup untuk melawan tiga ribu tentara Kekaisaran Aragon.
"Apa Yang Mulia yakin? Terlalu melebih-lebihkan kekuatan Anda itu tidak baik. Nantinya Anda akan menyesal."
"Tentu saja. Bukan aku yang akan menyesal nantinya. Justru dirimu, karena telah membuat tentara-tentaramu berjalan jauh-jauh mengikutiku, hanya untuk menonton diriku dan Ermenfleda membantai habis tentara kekaisaran."
"Kuku .... Kuhahaha!" Aetius tertawa lepas, tidak memedulikan sang Putri yang ada di hadapannya. Suaranya menggema ke seluruh sudut ruangan. "Baiklah jika itu kehendak Yang Mulia! Saya tidak berhak menghentikan Anda yang sudah berapi-api. Lagipula, saya sungguh penasaran dengan kekuatan dua orang mantan petualang peringkat Dux yang digadang-gadang sebagai salah satu yang terkuat di Benua Zea. Akan saya tunggu datangnya kabar baik di kemudian hari. Tidak pernah dalam seumur hidup saya merasa sangat terhibur seperti ini!"
"Dasar rubah tua. Seharusnya kamu pensiun saja. Aku sudah bosan melihatmu terus menjabat sebagai Perdana Menteri. Setiap kalinya Parlemian mengadakan pemilihan, pasti selalu namamu yang keluar sebagai Perdana Menteri. Aku yakin selama dirimu masih dapat mengoceh hal-hal yang tidak masuk akal, kamu akan selalu menjadi seorang Perdana Menteri."
"Tentu saja! Aku sudah terlalu nyaman duduk di atas kursi Perdana Menteri!"
"Oh, baguslah kalau begitu. Sepertinya aku tidak perlu khawatir akan kehabisan bahan cercaan di sela-sela kebosananku."
Mereka berdua terus berbasa-basi tanpa kenal waktu. Meskipun sang Putri bilang kepada Ermenfleda jika dirinya sangat membenci Perdana Menteri, kenyataanya semisal mereka dipertemukan, maka hasilnya akan seperti ini, ibarat teman lama yang sudah jarang bertemu. Teh yang disajikan di hadapan mereka berdua tidak disentuh sedikit pun sampai sudah menjadi dingin.
"Baiklah. Kamu sudah tidak ada keperluan lagi, bukan?"
"Tidak. Saya hanya datang untuk mengucapkan selamat dan memberitahu kabar tentara Aragon kepada Anda."
"--Kalau begitu, aku pamit dulu. Masih ada banyak pekerjaan untuk Putri Kerajaan yang baru saja diangkat ini." Sang Putri beranjak dari sofanya, dan berjalan ke arah pintu.
"Haha, baiklah. Waktu yang telah saya lewati bersama Anda terasa begitu berkualitas. Selamat tinggal, Yang Mulia. Saya harap segala ujian yang diberikan kepada Anda dipermudah."
***
"Bagaimana, Fleda? Apakah seluruh persiapan kita sudah selesai?"
"Sudah, kak. Kita tinggal menunggu Paratus untuk datang menjemput kita."
"Haha, lega rasanya Fleda yang kukenal memanggilku kakak lagi. Akhir-akhir ini, kamu selalu memanggilku 'Yang Mulia' selama di dalam Königsburg. Semenjak kita bertemu dengan Aetius, hidup kita tidak terasa begitu nyata."
Di atas sebuah bukit yang berada tidak jauh dari kota Aureo, berdiri sang Putri dan Ermenfleda sembari memandang pemandangan megahnya ibukota Kerajaan Wuelstand. Di situ, angin terasa begitu kencang menerpa tubuh dua wanita itu. Sang Putri tampak mengenakan jubah hitam yang dihiasi berbagai perhiasan-sebuah jubah sakral yang diperuntukkan hanya untuk Keluarga Kerajaan Wuelstand. Jubahnya itu menutupi hampir seluruh tubuhnya, kecuali sebagian dari tangan kanannya.
Sedangkan itu, Ermenfleda mengenakan baju zirah berwarna hitam yang menutupi seluruh tubuh kecuali kepalanya. Rambutnya yang berwarna pirang berkilau-kilau ketika terkena sinar matahari. Ia mengepang rambutnya membentuk sebuah sanggul, berguna supaya rambutnya tidak terlalu berantakan. Matanya yang berwarna biru muda, kulitnya yang putih dan mulus, hidungnya yang pesek, serta bibirnya yang semerah ceri tentu dapat dengan mudah memikat hati semua pria yang melihatnya.
Fwoosh!
Dari arah timur, muncul seekor naga putih yang berukuran sangat besar. Naga tersebut terbang ke arah bukit dimana sang Putri dan Ermenfleda berada. Ia kemudian turun dan mendarat tepat di depan sang Putri.
"Halo, Paratus. Lama tidak berjumpa."
"Lama apanya. Belum saja tiga bulan terakhir kali kita bertemu."
Ia adalah Paratus, seekor naga surgawi yang menjadi teman dekat sang Putri. Dengan santainya sang Putri berbicara kepadanya, seekor naga, dimana pada kesempatan biasa orang-orang akan ketakutan bahkan untuk mendekatinya.
"Bagiku tiga bulan sudah cukup lama. Kesampingkan itu, kamu sudah dengar semuanya, kan, dari Ermenfleda?"
"Sudah. Kudengar kau akan membuat sesuatu yang meriah lagi. Karena itulah, aku rela datang jauh-jauh demi menjemputmu cuma-cuma."
"Tenang saja. Jasa tumpanganmu tidak akan datang gratis. Akan kuberi sedikit hadiah untukmu setelah ini semua berakhir."
"Haha, terima kasih. Naiklah kalian berdua ke atas punggungku. Aku memang tidak secepat Tuan Incomparabilis, tapi perjalanan setengah hari sudah cukup bagiku untuk mengantarkan kalian berdua ke daerah perbatasan."
"Fleda, ayo kita pergi."
"Baik, kak!"
Tinggi badan Paratus yang fantastis membuatnya sangat sulit untuk dinaiki dengan cara biasa. Namun lain cerita untuk sang Putri dan Ermenfleda. Mereka dengan mudahnya melompat tinggi dan langsung mencapai punggung Paratus dengan sekali coba.
"Pegang erat-erat. Perjalanan kita tidak akan semulus pantat bayi."
"Tentu saja, Paratus. Hal itu tak perlu dikatakan lagi."
Perlahan-lahan, Paratus mulai mengepakkan kedua sayapnya yang sangat besar. Tiap kepakannya sudah cukup kuat untuk membuat hembusan angin yang dapat membuat orang biasa terpental. Tanpa menunggu lama, Paratus segera berlari melompat ke bawah bukit sembari terus mengepakkan sayapnya.
Sebelum dirinya terjatuh karena tertarik gravitasi, Paratus terus mengepakkan sayapnya, hingga berhasil membuat tubuhnya yang sangat besar terbang.
Apa yang terjadi selanjutnya telah tertuang di dalam buku sejarah Benua Zea ribuan tahun setelahnya. Pada hari itu, sang Putri bersama Ermenfleda berhasil membantai tiga ribu tentara Kekaisaran Aragon hanya dengan kekuatan mereka berdua, sesuai dengan omongan Sang Putri kepada Aetius. Penampilan sang Putri yang dingin dan Ermenfleda yang elegan menghiasi daerah perbatasan bersama dengan lautan darah serta daging cincang tentara Aragon. Berkatnya, mereka berdua dijuluki dengan berbagai sebutan mengerikan oleh tentara Kekaisaran Aragon. Salah satunya bahkan menyatakan jika sang Putri adalah inkarnasi dari Orestes, Iblis Putih yang meneror Benua Zea tiga ratus tahun lalu.
*****