Chereads / Mencari Pria Sempurna / Chapter 13 - Misteri Kematian Mendadak

Chapter 13 - Misteri Kematian Mendadak

"Ju...hiks hiks!" Lina malah terisak-isak.

"Iya, kenapa?" Jelas suara Judith sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu.

"Gue lagi di jalan, mau ke kostn loe!" Jawab Lina.

"Iya...iya! Kesini aja. Tapi, kenapa loe nangis? Loe nggak luka-luka kan?" Tanya Judith lagi.

"Enggak! Ntar aja cerita di rumah." Jawab Lina sambil terus memutuskan pembicaraan.

Judith melongo. Dia termenung sambil menatap ponselnya.

"Lina kenapa?" Tanyanya bingung.

Sambil menunggu Lina, Judith membereskan ruang tamu dan mencuci gelas bekas kopi. Lalu membuat lemon tea panas. Lima belas menit kemudian, Lina sampai.

"Ju...hiks hiks!" Lina langsung memeluk sahabatnya begitu di bukakan pintu.

"Ayo masuk dulu. Di luar dingin." Judith membawa Lina masuk ke kamar kostannya.

Lina mengangguk. Dia ikut ke dalam langsung menuju tempat Jodi tidur lelap. Anaknya mendengkur pelan, Lina mengusap kening putranya dengan sayang. Wajahnya sembab karena habis menangis.

"Minum dulu!" Judith mengajak Lina bicara di ruang tamu agar tak mengganggu Jodi yang sedang tidur nyenyak. Lina mengangguk dan mengikuti Judith ke ruang tamu.

"Makasih, Ya! Hari ini udah mau di repotkan sama aku!" Kata Lina sambil menyeruput tehnya.

"Naah, sok sekarang loe cerita, apa yang bikin loe nangis sampe sesegukan begitu?" Tanya Judith heran.

"Pak Bambang...bos aku itu, Hiks! Dia meninggal!" Lina menundukkan kepalanya.

"Ya Tuhan!" Judith sekarang yang kaget.

Selama ini, Judith mengenal Pak Bambang sebagai seorang Bos yang baik. Dia juga sangat mempedulikan kesejahteraan karyawannya. Termasuk Lina yang merupakan Staff andalannya. Hidup Lina, banyak tertolong oleh Pak Bambang.

Pak Bambang ini sudah sendirian sejak lama. Istri dan anaknya meninggal dalam kecelakaan mobil di jalur Alas Groban saat mereka melakukan perjalanan ke Surabaya. Sesudah itu, Pak Bambang tidak menikah lagi.

Sebagai owner sebuah pabrik tekstil, tentunya Pak Bambang cukup banyak harta. Setahu Judith, sebagian penghasilannya banyak di sumbangkan ke panti asuhan.

"A...aku nggak ngerti. Makan malam ini aku yang ngatur, aku tahu banget kalau Pak Bos alergi sama seafood. Gue sama sekali tidak memesan makanan dan masakan yang mengandung seafood. Tapi, di tengah makan malam, tiba-tiba Pak Bos kejang-kejang!" Lina malah kembali terisak.

Judith yang terkejut segera menepuk bahu sahabatnya itu.

"Ayo minum lagi! Biar agak tenang." Sahut Judith menyodorkan gelas lemon tea kepada Lina.

Lina meneguknya sedikit. Dia termenung sesaat.

"Besok, aku di suruh melapor ke kantor polisi, di mintai keterangan. Duhh, serasa aku sengaja menghabisi nyawa Bos aku sendiri. Loe bayangin aja, Ju! Saat ramai makan malam, tiba-tiba ada orang meninggal gimana rasanya?" Lanjut Lina.

"Panik, serem dan campur aduk segalanya. Pasti loe ketakutan banget Ya!" Judith merangkul Lina.

"Sangat! Aku sangat ketakutan. Bagaimana kalau polisi menjadikan gue tersangka utamanya?" Lina khawatir.

"Ga begitu kali! Saksi kan banyak! Loe juga punya kan, catatan daftar makanan yang di pesan? Terus, koki dari resto yang menerima pesanan loe juga harus kasih keterangan. Kali aja dia salah memasukan bahan." Sahut Judith.

"Aku udah mencobanya, Ju! Sama sekali nggak ada bahan makanan yang di dalamnya mengandung seafood. Hanya ada bistik sapi, opor ayam, capcay, bihun goreng, acar dan kerupuk Aci yang blek itu!" Jawab Lina yakin.

"Aku punya daftar orderannya. nih, Lihat!" Lina merogoh tasnya dan mengeluarkan notebook dan resi orderan makanan dan pembayarannya.

Judith memperhatikannya dengan detail.

"Loe bener! Sama sekali nggak ada hidangan laut atau yang mengandung seafood. Mungkin, Pak Bambang emang lagi sakit!" Ujar Judith.

"Bapak itu sehat, walau sudah tua. Makannya teratur rajin olahraga. Kami semua tahu soal alergi Pak Bos dan menghindarkannya dari makanan semacam itu!" Bantah Lina.

"Dan dokter bilang, Bapak meninggal karena alergi seafood. Itu yang aku nggak ngerti." Lina mengusap air matanya.

Judith termenung. Kalau memang begitu ceritanya, berarti emang ada orang yang sengaja membunuh Pak Bambang.

"Tapi, apa motifnya? Pak Bambang orang baik, dia sama sekali tidak punya musuh. Saingan bisnis juga tidak akan berbuat senekad ini?" Judith berkata pada diri sendiri.

"Ada yang sengaja melenyapkan Pak Bos!" Lina yakin.

"Ssstt! Hati-hati ah! Ntar jatuhnya malah jadi fitnah. Jangan sembarangan Lin, nanti loe bakal pusing sendiri!" Judith mengingatkan.

"Ya habis apalagi, Ju? Semua tahu alerginya Pak Bos. Kita datang kan merayakan tender yang di menangkan sama Pak Bos. Kita makan dengan tujuan makan malam bersama dan memberi selamat sama Pak Bos. Tapi dia tiba-tiba meninggal di depan mata kita. Udah jelas, ada yang menginginkan Pak Bos mati!" Lina jadi berapi-api.

"Iya sih!" Judith juga mengakui kalau sangkaan Lina memang benar.

"Siapa kira-kira yang di untungkan dengan meninggalnya Pak Bambang?" Tanya Judith.

"Pak Rudy, keponakan jauhnya itu. Dia juga tadi hadir sih! Nangis paling kenceng." Jawab Lina.

"Selain dia?" Tanya Judith.

"Nggak ada. Pak Bambang anak tunggal. Selain nggak punya anak, dia nggak terlalu dekat sama keluarga istrinya almarhum. Konon katanya, akibat dulunya hubungan mereka tak di setujui dan kawin lari. Nahh, Pak Rudy itu anak dari sepupunya. Kalau nggak salah, itu cucu tantenya dehh!" Lina mengingat-ingat.

"Hubungannya Deket kali!" Jawab Judith.

"Mungkin. Toh, cuma mereka yang tersisa dari keluarganya. Makanya Pak Rudy dipekerjakan menjadi Manajer Pemasaran sama Pamannya itu." Jawab Lina.

"Jadi, kemungkinan besar, Pak Rudy yang akan mengambil alih perusahaan termasuk aset dari Pak Bambang Ya?" Judith mengangguk-angguk.

"Iya, bahkan pemakaman besok, dia yang mengurusnya. Semua dilaksanakan di rumah bapak! Kalau bisa, loe besok ikut melayat!" Kata Lina.

"Duhh,gue nggak bisa Lin! Udah terlanjur ada jadwal wawancara jam sepuluh pagi. Eggi juga bakal jemput katanya." Judith merasa nggak enak.

"Iya nggak apa-apa. Tadinya gue cuma mau memperlihatkan sama elo, mana yang namanya Pak Rudy yang bakal jadi Bos baru di perusahaan." Sahut Lina dengan nada sedih.

"Mudah-mudahan aja dia sebaik Pak Bambang sama karyawannya." Judith berusaha menenangkan hatinya Lina

"Gue malah nggak yakin. Entahlah, gue nggak tahu apa yang salah. Tapi, gue sama sekali nggak suka sama Pak Rudy! Nggak sreg gitu loh!" Lina mengerutkan dahinya.

Judith terdiam sambil mendengarkan penjelasan dari Lina.

"Ehhh, gimana kalau loe wawancara dia?" Tanya Lina tiba-tiba.

"Hah! Wawancara?" Judith kaget.

"Iya! Bantuin gue selidiki apa dia terlibat sama pembunuhan Pak Bos atau nggak!" Lina memandang tajam. Wajahnya nampak serius.

"What?" Judith masih belum sadar dari rasa kagetnya.

"Pura-pura aja dia ada dalam daftar pria paling sempurna abad ini. Jadi loe punya alasan untuk Deket dan wawancara dengan dia." Lanjut Lina lagi.

"Wahhh berat amat, Lin! Jadi ntar kita malah main detektif-detektifan Doong?" Sahut Judith.

"Kenapa enggak? Ini kan buat mengungkap kebenaran!" Sahut Lina.