"Mas, Soto Ayamnya dua porsi, sama nasinya juga, ya!" Eggi langsung memesan.
"Siap, Mas! Minumnya apa?" Tanya Penjual Soto.
"Lemon Tea dua sama Es Campurnya juga dua, Yah!" Jawab Eggi.
Judith bengong. Eggi masih saja menggenggam tangannya, wajah Judith udah berganti-ganti warna mirip lampu setopan.
"Nahh, duduk sini!" Eggi mengantar Judith duduk.
"Ihkk, Eggi. Malu ihkk, diliatin sama orang-orang!" Judith celingak-celinguk.
"Biarin! Daripada loe nekad loncat naik bus dan pergi entah kemana. Susah aku nyariinnya." Sahut Eggi kalem.
Padahal, Judith yang merasa malu dan deg-degan. Judith sudah lama tidak pernah bersentuhan dengan lawan jenis, tiba-tiba saja, Eggi menyambar lengannya dan memperlakukannya bak kekasih dalam drama Korea.
"Silakan!" Pelayan menyajikan makanan ke hadapan mereka.
"Ayo makan! Habis nangis pasti laper. Butuh asupan energi!" Kata Eggi dengan yakinnya.
"Yeeehh, kata siapa aku nangis? Sembarangan!" Judith mengelak.
"Itu, maskaranya luntur!" Jawab Eggi geli.
"Hahh!??" Judith kaget.
Judith cepat-cepat mengambil kotak bedaknya. Berkaca di sana.
"Busyeett dehhh!" Judith kaget sendiri saat melihat Maskaranya luntur kena air mata.
Judith mengelapnya dengan tisu basah, hingga wajahnya bersih tanpa sentuhan Make-up apapun.
"Nanti aja Make-up nya! Makan dulu!" Eggi menunjuk dengan sendoknya.
Akhirnya Judith menyendok juga nasi dengan kuah Soto Ayam yang bening, segar dan gurih. Selera makannya kembali.
"Lain kali, beli Maskara sama Eyeliner tuh, yang waterproof! Jadi kalau kebeneran loe mewek, nggak bikin loe terlihat kayak Kunti!" Eggi menyarankan sambil nyengir.
"Iya, lain kali, deh!" Jawab Judith mengangguk pasrah.
Boro-boro mikirin beli Make-Up dan peralatan perang lainnya. Masa sih, harus dijelaskan detail, bahwa keuangannya tidak memenuhi syarat? Karena itu Judith cuma mengangguk saja.
Eggi, bukannya tidak tahu, dia hanya senang saja menggoda Judith sampai dia cemberut. Rasanya, sudah lama Eggi tidak sesenang ini menyaksikan hal yang mengesalkan sekaligus lucu.
"Nambah, Ya?" Tanya Eggi saat melihat mangkuk dan piring Judith sudah bersih, tinggal tulang belulang ceker Ayam.
"Eh, nggak usah! Udah kenyang kok! Aslinya!" Judith menolak. Dia takut kekenyangan dan ketiduran di jalan.
"Gue serius, soalnya gue mau nambah!" Kata Eggi sambil memanggil pelayan, memesan seporsi lagi untuknya.
"Nggak usah, Makasih! Ini Es campur juga belum dimakan! Nanti elo tekor dehhh, jajanin aku melulu." Judith rada-rada malu.
"Nggak apa-apa! Ntar kalau loe gajian, kan bisa nraktir gue juga!" Jawab Eggi kalem.
"Siap, Boss!" Judith mengangkat tangannya dan memberi hormat ala-ala Upacara Bendera.
Judith langsung menghajar Es Campur. Rasanya lezat dan segar di siang hari yang cerah ini.
"Lahh, kok dia ngebatalin wawancara hari ini, Sih?" Judith membuka notifikasi pesan di ponselnya.
"Siapa?" Tanya Eggi sambil menggerogoti Ceker Ayamnya.
"Pak Gunawan, Owner Perusahaan Skincare Pria itu, katanya hari ini ada meeting dadakan dengan Investor, jadi dia bisanya besok pagi." Judith membacakan pesannya.
"Ya sudah ga apa-apa. Jadi kita ada persiapan dulu sebelum besok berangkat buat wawancara." Kata Eggi, menyudahi kesenangannya menggerogoti Ceker Ayam dan Menyeruput lemon tea-nya
"Iya!" Judith mengangguk.
"Apa aja sih, persiapan wartawan kalau mau ngewawancara orang?" Tanya Eggi sambil menyendok Es campur dengan potongan Alpuket yang gurih.
"Aku sih, riset kegiatan orangnya, Company Profilnya, sekaligus nyiapin pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut bahasan artikelnya." Jawab Judith sambil menghabiskan suapan terakhirnya
Perutnya tidak protes lagi, saking senangnya hingga hampir membuat Judith bersendawa. Untung Judith bisa meredamnya hingga suaranya tak terlalu keras.
"Owhh begitu! Hmmm, berarti persiapan penampilan nggak perlu, Ya?" Tanya Eggi pura-pura polos.
"Perlu! Nanti deh, gue minjem setelan punya Lina. Koleksi baju aku nggak ada yang macem itu sekarang, karena kan kebanyakan di jalan make motor." Sahut Judith.
Judith teringat sama Lina, kali aja bisa minjemin blazer sama celananya sekalian, buat wawancara orang yang memang tipenya macam Si Gerri Siput itu.
"Cabut, Yokk!" Kata Eggi setelah membayar makanan mereka.
"Oke. Makasih makan siangnya, Ya!" Sekali Judith mengucap terima kasih.
"Sama-sama!" Jawab Eggi sambil berjalan menuju ke arah parkiran.
Mereka berdua menuju mobil Eggi yang di parkir agak jauh dari sana.
"Mau kemana sekarang?" Tanya Eggi.
"Paling pulang! Sekarang aku udah nggak ada lagi kerja part time. Fokus nulis aja." Jawab Judith.
"Masih siang, nih! Jalan dulu, Yukk! Anterin gue belanja lagi." Eggi nyengir.
"Hmmm, Ayok deh! Sekalian ngadem!" Jawab Judith, sambil membayangkan lorong adem bagian makanan beku di Supermarket yang sejuk oleh pendingin udara.
Eggi langsung menyalakan mesin, lalu melajukan kendaraannya menjauh dari Warung Soto.
Setelah melewati kawasan Tamansari, mobil Eggi memasuki parkiran Bandung Indah Plaza, tempat yang pernah jadi tongkrongan anak muda Bandung pada masanya.
"Gue mau pesen Kacamata dulu!" Jawab Eggi saat Judith menoleh padanya seakan bertanya.
Judith menurut saja dan ikut keluar dari dalam mobil. Mengikuti langkah Eggi menuju counter Kacamata langganannya.
"Ju, ayo sekalian periksa mata! Gratis kok!" Eggi mengajak Judith yang sedang melihat-lihat harga kacamata.
"Ehh, nggak usah! Kan aku nggak beli." Judith menolak.
"Periksa kesehatan mata itu penting! Apalagi loe kan wartawan sekaligus penulis!" Eggi bersikeras.
"Mbak! Tolong periksa temen saya ini, Ya!" Kata Eggi kepada pelayan.
"Baik, Mas ganteng!" Sahut pelayan itu genit.
Pelayan memeriksa kondisi mata Judith lewat komputer. Judith cuma bisa nurut sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal.
"Wahh, udah minus juga, Mbaknya! Yang kanan minus satu, yang kiri setengah." Pelayan mencatat kondisi mata Judith.
"Nahh, sudah kuduga!" Kata Eggi.
Judith nyengir, nggak tahu mesti ngomong apa. Eggi masih saja berbicara dengan pelayan itu, diam-diam Judith keluar mencari udara segar.
"Enaknya kalau banyak duit, Ya! Butuh apa-apa, tinggal beli. Nahh, gue kapan seperti itu? Bukannya dapat pendapatan seimbang dari hasil kerjaku, malah dapet hinaan dari Si Gerri Siput!" Judith menghela nafas dengan sedih.
"Yukk!" Kata Eggi sambil menepuk pundaknya.
"Udah?" Tanya Judith.
"Ya sudah! Makanya keluar juga." Jawab Eggi.
"Kirain betah disana, ngobrol sama pelayan cantik." Sahut Judith sambil mengikuti langkah Eggi ke dalam sebuah departemen store tempat aneka pakaian dijual.
"Namanya juga beli barang, jelas ngobrol sama pelayannya." Jawab Eggi kalem.
Tanpa banyak bicara, Eggi memilih beberapa kaus dan kemeja di counter pakaian yang jadi langganannya. Setelah membayar, dia berjalan ke arah sekelompok counter yang memajang beragam jenis pakaian wanita.
Eggi mengambil tiga stel pakaian resmi, celana kulot dengan blazer, lalu tiga buah blouse.
"Cobain, Nih! Mana yang elo suka?" Eggi memberikan setumpuk pakaian yang harus Judith coba.
"Ehhh, apa-apaan ini, Gi?" Judith terbelalak kaget.
"Gue pengen loe nyoba semua baju itu. Mulai besok, dandan yang bener! Gue nggak mau kejadian lagi, loe dihina sama pria brengsek macam Si Geeri!" Kata Eggi tegas.