Chereads / Mencari Pria Sempurna / Chapter 20 - Angsa Cantik

Chapter 20 - Angsa Cantik

Judith benar-benar speechless. Mulutnya membentuk huruf 'O' sempurna.

"Kenapa malah bengong? Cepat cobain satu-satu!" Eggi mendorong Judith ke kamar pas. Sedangkan dia sendiri duduk menunggu.

"Duhh, aku jadi malu sendiri! Bagaimana ini?" Judith jadi bingung.

Tapi, Judith tidak mau membuat Eggi terlalu lama menunggu. Dia mencoba setelan pertama, satu stel blazer berwarna hijau mint dengan dalaman blouse berwarna gading.

"Udah belum! Cepetan, aku mau lihat!" Eggi berteriak dari luar.

"I...iya!" Jawab Judith gugup.

Pelan-pelan, Judith menyibak gorden penutup dan memperlihatkan pakaian yang dikenakannya.

"Nice! Bagus banget! Baju ini cocok dengan loe!" Eggi bertepuk tangan gembira.

"Tapi harganya nggak bagus buat dompet aku, Gi!" Judith ketakutan sendiri.

"Jangan mikirin itu, coba aja dulu semuanya." Eggi mendorong lagi Judith ke kamar pas.

Ada delapan stel pakaian yang Judith coba, setiap kali ganti, Eggi mengacungkan jempol dengan tatapan kagum.

"Gi, apa nggak ada komentar lain selain bagus dan cocok?" Tanya Judith.

"Ya harus komentar apalagi? Semua yang dipakai sama loe jadi bagus kelihatannya. Loe juga jadi kelihatan cantik!" Kata Eggi.

Wajah Judith memerah. Eggi sadar kalau dia keceplosan bicara.

"Baju yang pantas dan cocok sama orangnya, bikin orangnya kelihatan cantik juga." Eggi memperjelas kata-katanya.

"Owhh gitu, Ya! Ehh, ni baju terakhir. Aku mau ganti dulu." Judith kembali ke kamar pas.

Eggi mengusap-usap wajahnya.

"Astaga! Aku keceplosan lagi. Tapi, Juju emang cantik pas make baju-baju itu!" Eggi menggaruk-garuk kepalanya yang nggak gatal.

Judith keluar lagi dari kamar pas. Kembali dengan pakaiannya sendiri, setelan celana jeans, kemeja putih dan jaket Denim yang sudah belel.

"Yukk!" Eggi meraih semua baju yang sudah terpasang lagi di kapstoknya.

Judith mengikuti langkah Eggi, anehnya, Eggi menuju ke Kassa.

"Ini semuanya, Mbak!" Eggi memberikan kartunya kepada kasir.

"Eggi, loe beli baju-baju ini?" Tanya Judith.

"Iya!" Jawab Eggi santai.

"Buat siapa?" Judith keheranan.

"Buat loe! Sepuluh baju ini, bisa loe pakai, sampai wawancara kita yang keseratus." Jawab Eggi kalem.

"What?" Judith tidak percaya pada pendengarannya sendiri. Harga baju-baju itu juga tidak murah.

Mendadak, Judith merasa pusing saat paperbag berjumlah sepuluh itu, ditenteng oleh tangannya.

"Sekarang, cari tas sama sepatu, yang warnanya bisa pas sama baju-baju tadi. Warna hitam atau putih, paling bisa masuk kemana-mana." Kata Eggi.

"Eggi, ini harganya nggak murah loh! Aku bakalan butuh waktu lama sekali buat lunasin semua ini!" Judith khawatir.

"Gue kan nggak bilang kalau loe harus lunasin barang-barang yang gue beli buat loe! Gue cuma nggak ingin, loe dihina lagi kayak tadi. Selama loe jalan sama gue, gue mau dandanin partner gue, biar lebih dihargai orang." Eggi menegaskan maksudnya.

Judith terpana. Eggi menyeretnya ke tempat deretan sepatu dan tas. Eggi langsung memilih tiga macam model sepatu dan tas. Ajaibnya, pilihannya benar-benar berkualitas tinggi. Tentu saja hal itu membuat Judith merasa ketimpa durian runtuh, ehhh serasa nemu duit tiga Milyar di kolong kursi. Ketimpa durian kan malah bakalan jadi kesakitan.

Setelah selesai dengan pilihan tas dan sepatu, Eggi juga memilihkan sepaket make-up lengkap dengan skincare-nya. Sebenarnya, semua yang didapat oleh Judith hari ini, adalah khayalan semua perempuan di dunia. Tapi, Judith justru merasa bingung dan cemas.

"Nggak usah banyak nanya! Sekarang, ikutin aja maksud baik gue." Eggi menggenggam lagi tangan Judith keluar dari dalam Mall tempat mereka berbelanja.

Sepanjang perjalanan, mulut Judith serasa digembok. Ingin berkata sesuatu, tapi lidahnya kelu. Eggi hanya mesem-mesem saja melihat reaksi Judith yang kayak tinggar kalongeun (istilah Sunda buat orang yang lagi shock).

"Loe nggak akan turun?" Tanya Eggi sambil menyembunyikan rasa gelinya.

"Hahh? Owhh, oke! Ehh, Apa?" Judith gelagapan.

"Itu!" Eggi menunjuk ke gedung kostan tempat Judith tinggal.

"Owhh Astaga! Kok udah nyampe sini lagi, Ya?" Mendadak Judith merasa jadi orang bego.

"Sebenarnya dari tadi. Loe aja yang melamun terus." Kata Eggi.

Judith mengangguk, dengan tergesa-gesa, Judith membuka pintu mobil dan keluar.

"Lohh, kok loe ikutan keluar?" Tanya Judith.

"Iya, bawain belanjaan loe ke dalam. Berat kan?" Tanya Eggi sambil membuka bagasi dan mengeluarkan semua tas belanjaan.

Judith membuka pintu kamar kostannya dan menyalakan lampu. Eggi menyusulnya, lalu menyimpan paperbag di lantai.

"Ehh, Iya lupa! Ini juga buat loe!" Eggi memberikan sebuah paperbag kecil ke tangan Judith.

"I...ini?" Judith terkesima.

"Kacamata sama softlense. Tempat sama cairannya juga ada. Gunakan dengan baik, Ya!" Eggi berpesan kepada Judith sambil terus keluar dari kamar Judith.

Judith masih saja melongo. Pikirannya entah berada di mana. Antara percaya dan tidak percaya, kalau Eggi membelikannya begitu banyak barang, untuk modalnya bekerja.

Eggi sudah membuka pintu mobilnya, saat tiba-tiba Judith berlari dan memeluk punggungnya.

"Makasih, Gi! Makasih banyak! Gua akan gunakan semuanya dengan bijak. Gue janji ga kan bikin loe malu lagi."

Setelah itu, Judith buru-buru kembali ke kamarnya tanpa melihat Eggi lagi.

Kini giliran Eggi yang terbengong-bengong.

"Ehh, barusan Juju meluk aku kan, Ya?" Eggi bertanya pada dirinya sendiri.

"Whooaaa, kenapa cuma sebentar? Kan jadinya gue nggak tahu itu nyata atau khayalan gue saja!" Eggi menggaruk-garuk lagi kepalanya.

Senyum mengembang di wajahnya saat menyetir mobil, pulang ke rumahnya.

Sedangkan Judith, menyentuh barang-barang yang dibelikan oleh Eggi, bagaikan Naga yang menjaga harta karunnya.

"Aaawhhhhhrrhhhhhh!" Judith menjerit-jerit kesenangan sendiri.

Setelah berhasil meyakinkan dirinya bahwa ini bukan mimpi, Judith mulai mengeluarkan pakaian dan menatanya di lemari baju plastik miliknya. Setelah itu, barulah menata tas dan sepatunya agar tidak kena lembab.

Judith bangun saat matahari masih bersembunyi. Setelah menyiapkan sarapan dan beres-beres rumah, Judith kemudian mandi dan berdandan.

Eggi datang menjemputnya jam delapan pagi. Judith sudah menunggunya dan duduk di kursi teras depan kamar.

"Selamat pagi!" Sapa Judith ramah.

Eggi tertegun melihat Judith pagi itu.

"Bagaimana?" Judith memutar tubuhnya dan memamerkan penampilannya kepada Eggi.

Mendadak, Eggi merasa hatinya meleleh. Ini bukan Judith yang biasa dia kenal. Gadis ini sudah berubah, dari seekor itik menjadi seekor angsa yang cantik.

"Waahhh! Kau sangat luar biasa!" Eggi menelan air liurnya.

Judith tertawa renyah dan masuk ke mobil, wajahnya terlihat sangat manis. Rupanya, Judith pandai memilih riasan yang sederhana namun tetap terlihat cantik. Eggi menarik nafasnya dalam-dalam.

"Ehh, kau kenapa?" Tanya Judith saat melihat Eggi seperti habis lari cepat seratus meter.

"Nggak apa-apa. Cuma capek aja!" Eggi tersenyum.

Judith mengangkat kedua alisnya. Sorot matanya yang hangat, tersembunyi di balik lensa kacamata baru pemberian Eggi.

"Kok, aku jadi kesulitan bernafas melihatmu cantik begini, Ju?" Pikir Eggi.