Chereads / Mencari Pria Sempurna / Chapter 21 - Man and Manly

Chapter 21 - Man and Manly

Perusahaan "Man and Manly", memproduksi kosmetik khusus untuk pria. Hal ini, dikarenakan kebutuhan pria terhadap kualitas penampilan mereka semakin meningkat.

Owner perusahaan ini, seorang ahli kimia dan herbal bernama Gunawan Sasono. Selain punya penampilan yang menarik, pria ini juga cerdas. Dia berhasil mengembangkan perusahaannya menjadi salah satu brand kosmetik pria, yang bisa bersaing dengan produk dari Korea dan Thailand.

"Whooaa, bahkan design kantornya juga sangat keren!" Judith terkagum-kagum.

"Jangan celingak-celinguk, ahhh!" Eggi mengingatkan sambil mendorong bahu kanan Judith.

"Yeehh, cuma lihat-lihat doang!" Sahut Judith.

"Iya, jangan sampai melongo kayak gitu! Ntar di bilang baru pertama kali ke tempat kayak begini." Eggi berbisik.

"Iya! Iyaaa!" Judith melipat lagi bibirnya.

Eggi mengajak Judith ke meja Resepsionis.

"Permisi, Mbak! Kami ada janji dengan Pak Gunawan.

"Darimana Ya, Pak?" Tanya Resepsionis cantik berseragam kerja rapi tersebut.

"Kami dari Majalah Ladies Dignity, Saya Eggi dan ini Nona Judith." Eggi memperkenalkan diri

Resepsionis cantik itu mengecek jadwal di layar monitornya.

"Ahh, benar! Silakan ke lantai tiga, nanti akan ada Staff yang mengantar anda. Bapak sudah menunggu!" Gadis itu tersenyum santun sambil menunjukkan arah lift ke lantai yang dimaksud.

"Ini kartu Pass-nya!" Gadis itu memberikan dua buah kartu yang diberi gantungan leher berwarna hijau mint.

"Makasih, Mbak!" Eggi dan Judith menganggukkan kepalanya.

Keduanya menaiki lift ke lantai tiga. Judith terlihat deg-degan. Judith belum pernah mendatangi kantor sebesar dan semewah ini.

Tinkk! Suara lift saat berhenti di lantai tiga. Selasar menuju kantor Pak Gunawan, dihiasi dengan dedaunan rambat imitasi, namun ditata sedemikian rupa agar terlihat cantik dan aesthetic yang memanjakan mata.

"Whoaaaaa!" Sekali lagi Judith tercengang, dia bagaikan mendatangi negeri dongeng.

"Diem ihkkk!" Eggi ngingetin.

Mereka menuju kantor Pak Gunawan yang dijaga dua orang security berbadan tegap.

"Dari Majalah Ladies Dignity?" Salah seorang Security bertanya.

"Benar, Pak!" Judith menjawab sambil memperlihatkan kartu Pass yang menggantung di lehernya.

"Silakan, Bu! Pak!" Security membukakan pintu kantor Pak Gunawan.

Ruangan kantor Pak Gunawan lebih memukau lagi, perpaduan interior era Victoria dengan tradisional Nusantara memukau pengunjung pada pandangan pertama.

"Selamat datang, Nona Judith! Tuan Eggi." Sambut Pak Gunawan.

Di luar dugaan, ternyata Pak Gunawan sebagai Owner sangat humble. Jauh dari sangkaan seorang pria yang agak melambai, karena bergerak dalam bidang kosmetik pria, ternyata Pak Gunawan seorang yang gagah.

"Terima kasih, Pak!" Sahut Eggi.

Judith memandangnya tak berkedip.

"Gilaaa, cakep banget! Ini mah bisa dibandinginnya sama Gong Yoo, Goblin yang cakep itu. Nggak nyangka di dunia nyata ternyata ada." Kata Judith dalam hati.

Pakaian yang dikenakannya sangat fashionable, Pak Gunawan mengenakan kaus polo berwarna abu muda, yang dipadukan dengan blazer casual warna Navy, celana jeans abu-abu membuat kakinya terlihat jenjang. Pak Gunawan terlihat santai tetapi cukup sopan.

"Ju!" Eggi menyenggol lengan Judith.

"Ehh, Ahhhh! Iya, terima kasih, Pak!" Judith membungkukkan badannya.

"Silakan duduk! Mau minum apa?" Tanya Pak Gunawan ramah.

"Kopi saja, terima kasih!" Jawab Eggi tak kalah santunnya.

"Nona?" Tanyanya kepada Judith, yang masih saja memperhatikan design interior kantor Pak Gunawan.

"Ahhh, Maaf!" Judith sadar kembali.

"Sama dengan Eggi saja!" Mendadak Judith gugup.

Eggi menatap Judith memberi peringatan, agar tetap fokus pada tujuan mereka.

Pak Gunawan memanggil Sekretarisnya yang sangat cantik dan seksi.

"Bawakan tiga gelas kopi. Bawakan juga makanan yang ada." Pak Gunawan memberi perintah.

"Baik, Pak!" Sekertaris berwajah manis itu membungkuk sopan.

Mata Eggi tak berkedip memandangnya.

"Euh, terima kasih sudah bersedia meluangkan waktu buat kami, Pak!" Judith memulai dengan sopan.

Kakinya menendang pelan sepatu Eggi, yang terus menatap ke arah Sekertaris itu menghilang.

"Sama-sama. Justru saya yang harus berterima kasih, karena sudah memilih saya diantara seratus orang-orang hebat itu." Sahut Pak Gunawan.

"Ahh, hhahhaa! Para wanita itu, memilih Bapak sebagai salah satu role model pria sempurna,yang paling diidamkan oleh wanita." Judith memberikan senyum yang paling manis.

Eggi mengangkat kedua alisnya, agak aneh melihat Judith gugup di hadapan pria ini.

"Well, walau bagaimanapun, terima kasih banyak! Ehh, tidak usah manggil bapak, deh! Umur saya juga belum sampai lima puluh tahun." Pak Gunawan tertawa renyah.

"Ahh, Iya! Kak Gun!" Judith mengangguk setuju. Dia mengangguk kepada Eggi agar mengeluarkan alat perekam.

"Ehhmm, seperti biasa, bisakah menceritakan latar belakang dari prestasi Kakak, sehingga menjadi owner sebuah Brand Kosmetik seperti sekarang ini?" Judith mulai melihat daftar pertanyaannya.

Eggi sudah menyalakan alat perekam sejak dari pertanyaan pertama.

"Sebetulnya, hal ini berangkat dari rasa sakit hati saya. Dulu, saya tidak seperti ini. Maklumlah, didikan keluarga saya sangat konservatif dan keras. Keluarga saya yang laki-laki, Ayah dan Kakak-kakak saya, menganggap bahwa laki-laki itu seperti standar pada umumnya. Tegap, hitam, tanpa sentuhan perawatan apapun. Begitu kan umumnya?" Jawab Pak Gunawan.

"Itu benar!" Judith mengangguk.

Sedangkan saya selalu berpikir sebaliknya, mengapa pria tidak boleh merawat dirinya dengan sentuhan kosmetik seperti wanita? Padahal, tubuh dan wajah yang diberikan Tuhan kepada kita, haruslah kita rawat. Cara berpikir saya yang seperti itu, lalu kebiasaan saya yang suka minta lotion atau pelembab wajah kepada Ibu, membuat Ayah saya gerah. Ayah saya menganggap, saya ini banci karena menyukai kosmetik." Pak Gunawan tersenyum dengan sudut bibirnya.

"Sepertinya, hal itu masih jadi pemikiran para pria untuk saat ini." Eggi mengangguk.

Eggi juga merasakan hal yang sama. Saat ini, dia hanya mengenakan deodorant, minyak wangi, krim cukur dan gel rambut saja untuk memperbaiki penampilan.

"Karena itulah, saya mengambil jurusan kimia, demi mencari formula paling aman yang bisa digunakan oleh pria. Saya tidak memaksakan pemikiran saya sendiri, bahwa pria juga butuh perawatan, namun, bila ada pria yang sepemikiran dengan saya, membutuhkan perawatan untuk menunjang penampilannya baik dalam bekerja atau kesehariannya, mereka bisa mencari produk-produk saya." Pak Gunawan tersenyum.

"Benar sekali, Kak! Beberapa orang pria, akan menganggap hal seperti ini konyol dan memalukan. Namun, ada profesi-profesi tertentu yang membutuhkan penampilan dan kesehatan yang prima. Seorang aktor misalnya?" Eggi setuju.

"Tentu saja, selain perawatan di klinik, mereka juga bisa melakukan perawatan sendiri di rumah." Pak Gunawan mengangguk.

Judith mengangguk-angguk. Dia memahami bahwa di masyarakat, penilaian pria yang suka dandan adalah banci, pesolek. Seperti diharamkan, bahwa pria itu bisa tampil menawan seperti orang-orang Korea atau Eropa.

Judith sendiri, tidak menyukai pria yang begitu. Dia sama sekali tidak suka pria yang dekil, kusam, acak-acakan dan bau badan.

Karena itu, kemana-mana dengan Eggi membuatnya nyaman. Selain memperhatikan penampilan, Eggi juga selalu bersih dan wangi. Membuatnya betah berlama-lama berada di dekatnya.

"Astaga! Kok jadi mikirin Eggi, sih!" Judith menepuk jidatnya sendiri.