"Gitu aja, masa nggak punya tipe ideal sih?" Judith tak percaya.
"Justru masalahnya, aku tuh...ingin tahu juga, sebenarnya tipe pria yang diinginkan perempuan itu seperti apa, biar setidaknya, bisa ngikutin selera cewek kekinian gitu!" Jawab Eggi.
"Hmmm, standar cewek sebenarnya beda-beda. Tapi intinya, sama aja kayak cowok, mereka nyari yang cakep and banyak duitnya." Judith melipat bibirnya sambil memainkan pulpen dengan jarinya.
"Begitu, Ya!" Eggi manggut-manggut sambil mengunyah rotinya.
Judith memperhatikan penampilan Eggi. Soal penampilan, dia nggak kalah sama model. Tubuhnya tinggi, kulitnya bersih, pakai baju apapun, selalu terlihat pantas. Yahh, mirip sama kapstok atau manekin berjalan.
Eggi juga smart, iyalah...seorang kreator game pastinya punya otak cerdas, lalu tekun dan fokus. Dalam penampilan, Judith menilai Eggi sembilan dari sepuluh
Nahh, kalau soal kepribadian, sifat dan karakternya, yang itu Judith belum tahu banyak. Sepertinya sih, Eggi agak cepat naik darah walau nggak bisa di sebut temperamental juga.
"Biasanya kopi manjur bikin orang melek dan seger. Kayaknya buatmu itu nggak manjur, Ya?" Tanya Eggi saat melihat Judith melamun.
"Owhh iya, capek kali. Bisa juga karena kebiasaan jadi sudah nggak mempan." Jawab Judith asal.
"Ehmm, sepertinya anda harus mulai memperhatikan kesehatan sendiri. Gue paling tahu penyakit yang menguntit orang dengan profesi seperti dirimu maupun aku sendiri." Eggi mengingatkan.
"Hmmm,yahh aku tahu. Tipes, maagh sama darah tinggi." Judith mengangguk.
"Naaahh! Itu loe tahu. Imbangi lah, tidak salah kalau loe doyan ngopi sama merokok. Manager gue juga sama. Tapi sebaiknya, imbangi dengan yang sehat-sehat juga." Eggi nyerocos.
Rupanya, orang ini peduli sama kesehatan. Pantesan saja pesan makanannya roti gandum dan teh herbal tanpa gula. Bagus sih, kan sekarang jarang sekali cowok yang memang peduli sama kesehatan dan penampilannya.
Rupanya, hal itu nggak berlaku buat Eggi. Sisi yang cukup menarik buat pria yang pekerjaannya di belakang komputer merancang sebuah game.
"Aku suka olahraga kok. Minimal jalan kaki kalau lagi habis bensin." Jawab Judith sambil melirik jam tangannya.
Masih ada waktu setengah jam lagi buat nelepon Lina. Kasihan kalau Jodi harus nunggu lama sendirian.
"Sebenarnya, ada yang mau aku katakan nih." Kata Eggi.
"Owhh ya? Apa itu?" Judith penasaran.
"Berhubung bahasan tentang pria sempurna itu menarik, aku juga butuh info-info terbaru untuk game yang akan kurancang. Jadi, penting mengetahui bagaimana tokoh-tokoh pria yang akan kau wawancara agar bisa kujadikan contoh." Kata Eggi.
Judith diam mendengarkan, ingin tahu arah pembicaraan Eggi selanjutnya.
"So, kemarin manajerku, namanya Luki, sudah menghubungi bosmu untuk menanyakan hal ini, aku berniat mengikuti setiap wawancara yang loe lakukan sama orang-orang yang ada dalam daftar. Bosmu juga mengijinkan aku mengajukan satu atau dua pertanyaan." Kata Eggi sambil menarik nafas.
Eggi merasa capek juga ngomong panjang lebar kepada Judith, yang terus menerus memandanginya, bagaikan murid sekolah yang ogah-ogahan belajar rumus percepatan dari guru fisikanya.
"Jadi, loe bakal ngikut setiap kali gue mau wawancara?" Tanya Judith.
"Benar!" Eggi mengangguk.
"Jadinya loe ngingintil gue dong?" Tiba-tiba Judith membulatkan matanya.
"Iyalaaah! Makanya kalau mau pergi wawancara, hubungi dulu gue. Nanti kita ketemu di lokasi, atau kalau kebetulan jauh, gue bisa jemput loe." Jawab Eggi sambil nyengir kuda.
"Haaahh! Jadi entar kita bakalan sama-sama terus ya?" Judith kaget.
"Iya benar! Ini kan kerjasama. Ibaratnya, loe itu partner gue! Jadi loe nggak usah GeEr, kita kan barengan berdasarkan profesionalitas pekerjaan." Sahut Eggi lagi.
"Anjaaayyy, siapa juga yang GeEr?" Tiba-tiba Judith merasa sebal dengan kepercayaan diri Eggi yang mendadak setinggi menara Mesjid Agung deket Alun-alun Bandung.
"Ya kali aja! Emangnya keberatan yah, kalau aku ngikutin setiap wawancara yang loe kerjain? Atau ada yang bakalan ngambek kalau kita ada kerjasama?" Tanya Eggi sedikit khawatir.
Judith bingung mau menjawab apa. Kalau dia bilang keberatan, nggak enak! Toh, bosnya sendiri sudah setuju. Tumben Madam nggak ngabarin dia? Mungkin karena Eggi cukup terkenal dengan game ciptaannya, jadinya Madam merasa bisa menaikkan rating majalah digitalnya.
Tapi sejujurnya, Judith nggak terlalu nyaman juga bareng-bareng sama cowok yang belum dia kenal. Agak risih-risih gimana gituu yaa...
"Heyyy, duit loe jatuh tuhhh!" Kata Eggi.
"Manaaa? Manaaa?" Judith tiba-tiba panik dan nyari-nyari duit yang katanya jatuh ke kolong meja dan kursi yang didudukinya.
"Aihhh, giliran duit aja loe gercep!" Eggi memandang Judith.
"Nggak lucu!" Judith kesal karena kena prank.
"Lahh, gue nanya bener kagak loe jawab! Malah bengong kayak orang yang duitnya hilang." Eggi menyeruput lagi teh herbalnya.
"Sorry. Kalau boleh jujur, sebenernya, gue biasa kerja sendirian. Tapi, berhubung Madam sendiri yang kasih ijin, kayaknya percuma juga kalau aku keberatan. Iya kan?" Jawab Judith.
"Hmmm, kalau begitu, buat wawancara berikutnya kapan?" Tanya Eggi, seolah tak peduli kalau Judith sebenarnya agak keberatan.
"Lusa! Kita mau ketemu ahli komputer juga. Katanya dia masih muda, tampan dan lulusan terbaik sekolah informatika di negeri ini." Jawab Judith.
"Okeh, siap! Ehh mana nomermu?" Eggi merogoh ponselnya.
Judith melongo saat melihat ponsel Eggi yang seharga motor Nmax keluaran terbaru.
Eggi membuka lipatan ponselnya dan mengetik nama Judith di sana.
"Berapa nomermu?" Tanyanya lagi.
Judith menyebutkan sederet angka kepada Eggi. Rupanya, Eggi benar-benar serius akan mengikuti setiap sesi wawancara yang dia lakukan.
Terdengar bunyi ponsel suara Tante Kunti yang lagi tertawa melengking. Eggi terlonjak dari kursinya karena kaget.
Judith Si pemiliknya juga kaget bukan main. Dia lupa mengganti nada deringnya saat tadi pagi iseng-iseng mengunduh nada dering yang unik. Saking uniknya, nada dering ini bakalan bikin dia nangis ketakutan kalau pas malem-malem ada yang nelepon.
Dengan wajah pucat dan panik, Judith segera mematikan ponsel android jadulnya itu.
"Ishhh, nada dering kok serem amat?" Eggi bergidik.
"Iya, gue sendiri kaget!" Jawab Judith.
"Kan elo sendiri yang nyetting nada dering begitu. Bukan loe yang kaget kali, loe yang ngagetin orang!" Eggi masih terlihat kaget dan wajahnya pucat.
"Gue nggak sengaja! Sorry!" Kata Judith sambil mengesave nomer Eggi di ponselnya.
"Niih, udah gue save ya. Ntar dikabarin jam berapanya kalau mau wawancara. Gue juga kan harus memastikan dulu sama orangnya, takutnya dia merubah jadwal." Kata Judith.
"Iya dehh, gue tunggu kabarnya. Ehh habisin dulu tuh, makanannya." Kata Eggi saat dia melihat Judith udah memasukan peralatannya ke dalam tasnya.
Sekilas Eggi melihat tas Judith yang udah ada sedikit robekan di beberapa bagian. Eggi mengerutkan keningnya.
Judith menoleh dan melihat makanan yang di pesan barusan belum dia sentuh.
"Ehhmm, di bekel aja boleh nggak? Sekalian buat cemilan malem pas gue ngetik?" Tanya Judith.
"Owhh boleh-boleh! Sekalian aja tambah lagi yang loe suka!" Eggi menawarkan.
"Ehhm, paling roti gandum kejunya di tambahin dikit deehh! Ehh makasih ya!" Kata Judith sebelum lupa.
Eggi melambaikan tangannya kepada pelayan.
Pelayan yang berwajah imut itu mendekati mereka.
"Mbak, tolong makanannya di bungkus Ya! Tambah roti kejunya sepuluh!" Kata Eggi.
"Waduhh, banyak amat! Makasih banget, lohh!" Kata Judit sambil menyelendangkan tasnya.
"Kan bisa sekalian buat sarapan." Jawab Eggi.
"Ini rotinya, Pak!" Pelayan memberikan dua makanan yang di masukkan ke dalam plastik.
"Makasih!" Jawab Eggi.
"Ehh, aku duluan yahh! Mau jemput Jodi dulu!" Judith pamitan.
"Loe udah punya pacar?" Tanya Eggi kaget.